Onuf menegaskan peranan bahasa dalam konstruktifis dapat mengembangkan dan membangun analisa, mewakili realitas, dan menciptakan realitas (Dunne et al, 2013 : 189) Onuf menganggap pidato atau ceramah adalah salah satu instrument baik dalam penyampaian nilai sampai kepada tindakannya, Onuf mengelompokan bagaimana pidato atau pembicaraan kedalam ketiga tahap yaitu menegaskan (assertive), memberi petunjuk (directives) dan menghasilkan tindakan (Commisive). Ceramah dianggap mempunyai langkah seperti hal tersebut dengan membuat pendengar untuk bisa menerima.Â
enegasan merupakan cara pertama untuk pendengar menerima pendapat tersebut, lalu petunjuk bagaimana pembicara membuat sebuah penerangan terhadap bagaimana caranya, apa yang harus dilakukan dan langkah-langkah lainnya, dan terakhir deklarasi komitmen berupa norma dan nilai. (Dunne et al, 2013 : 192)
Pengaruh ceramah jika dianalisa melalui cara menyebarkan wacana menurut Onuf sangat relevan. Tahap-tahapnya sangat jelas sehingga dirasa akan cepat masuk kedalam pemikiran masyarakat karena diperkuat dengan agama sebagai pondasi kekuatan dalam meyakinkan para pendengar untuk melakukan langkah selanjutnya yaitu tindakan, deklarasi komitmen, dan meyakini norma dan nilai. Hal ini bisa saja secara tidak langsung seperti menyelam minum air memasukan politik dan kampanye akan sangat mudah jika dibumbui dengan agama dan dengan cara ceramah sesuai dengan apa yang Onuf uraikan diatas.
Pemerintah melalui Kementerian agama dikutip dari CNN Indonesia (Source : cnnindonesia.com) melarang ceramah berbau politik di tempat ibadah. Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin melarang para ustadz dan ulama berceramah dengan sisipan agenda politik praktis di tempat ibadah. Peringatan itu diberikan karena menurut dia tempat ibadah saat ini rentan dijadikan ruang politik yang strategis selama masa kampanye pemilu. Menteri Agama Lukman Syaifuddin juga menjelaskan bahwa "Yang tidak diperkenankan adalah rumah ibadah, ceramah agama untuk politik praktis. Misalnya mari dukung calon a, jangan calon b. Dukung partai a, jangan partai b. Ini yang tidak boleh," dalam pidatonya di FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) di Hotel Bidakara, Jakarta Rabu (18/4).
Sebenarnya, ada point positif dan negatif ketika ceramah diselipi dengan politik. Kita harus melihat dua sisi sebelum menghakimi sesuatu. Ceramah keagamaan akan dianggap berdampak positif ketika isi ceramahnya menyarankan untuk memilih pasangan calon presiden dengan sesuai hati nurani, tanpa ada ujaran kebencian, tanpa ada ujaran suggestif yang memaksa.
Dampak positif terhadap masyarakat dengan ceramah berbau politik adalah secara langsung dan tidak langsung mengedukasi masyarakat untuk selalu memahami politik dengan agama sebagai sesuatu yang saling melengkapi. Netralitas dalam ceramah harus dijunjung tinggi, biarkan masyarakat untuk berpolitik tanpa ada paksaan atau mendorong keberpihakan terhadap pasangan calon tertentu.
Namun dampak negatifnya ketika isi ceramah berisi ujaran kebencian, menyebarkan ketakutan kepada masyarakat, suggestif yang memaksa, serta menghakimi salah satu pasangan calon dengan ketakutan yang membuat masyarakat khawatir.
Kesimpulannya, Ceramah merupakan salah satu instrument politik mau tidak mau karena beberapa praktik di masyarakat sudah melakukan hal tersebut.
Ceramah dianggap sebagai senjata yang harus bijak dipakai. Sebagai penceramah harus bijak menyampaikan suatu pendapat politik tanpa harus memaksa dengan pemilihan diksi yang ramah dan tidak memaksa atau menyebarkan ketakutan.
Sebagai masyarakat kita harus bisa memilah mana yang baik untuk dilakukan dan mana yang tidak. Semoga pemilihan umum ini semakin damai tanpa ada intrik dan konflik berbau SARA. Semoga Bermanfaat.
Referensi :Â