Tahun 2019 merupakan tahun pemilu dimana serba-serbi kampanye pemilihan umum marak terjadi. Dari mulai kampanye secara fisik dengan menggunakan pamflet, baligo, banner, atau orasi langsung, kampanye secara langsung dengan turun terjun kelapangan menemui masyarakat, kampanye melalui sosial media, dan kampanye bentuk-bentuk lainnya.
Kesempatan tahun pemilihan umum membuat masyarakat secara langsung maupun tidak langsung memahami, belajar, mendapatkan sosialisasi tentang pemahaman politik dan ikut serta dalam perpolitikan negara.
Masyarakat dituntut untuk sama-sama melek politik dengan upaya bersama-sama membangun masyarakat madani dan negara yang sejahtera.
Namun seiring berjalannya waktu di masa kampanye, saya menemukan kejadian menarik tentang pengalaman kampanye politik di tahun 2019. Agama dan platform keagamaan ikut masuk dan terjun kedalam kancah perpolitikan.
Banyak kaum-kaum fundamentalis agama yang ikut turun melalui ceramah-ceramah yang diselipi oleh politik dan kampanye salah satu pasangan calon.
Sehingga, timbul pertanyaan dari saya pribadi, Seberapa besar pengaruh ceramah bernuansa kampanye dan politik masuk kedalam mindset masyarakat? Lalu, apakah ada reaksi dari pemerintah tentang fenomena tersebut?
Terakhir, bagaimana dampak positif dan negatif yang akan dirasakan oleh masyarakat ketika ceramah bernuansa politik dan kampanye masuk kedalam kancah pemilihan umum tahun ini? Saya akan menguraikannya dalam tulisan ini.
Menurut A. G. Lugandi, ceramah keagamaan adalah suatu penyampaian informasi yang bersifat searah, yakin dari penceramah kepada hadirin (Lugandi, 1989).
Sementara menurut Abdul Kadir Munsyi berpendapat bahwa ceramah adalah metode yang dilakukan dengan maksud untuk menyampaikan keterangan petunjuk, pengertian, penjelasan dan solusi tentang suat masalah yang dialami oleh orang-orang dan masyarakat didepan khalayak ramai.
(Munsyi, 1981) Ceramah keagamaan membawa sebuah norma dan value yang kemungkinan besar menjadi sebuah keyakinan dalam diri masyarakat untuk menjalankan kehidupan. Ini seperti menyampaikan norma dan secara kontstruktif membangun pemahaman baru, merevisi pemahaman lama menjadi pemahaman baru yang sangat ampuh dikalangan masyarakat.
Penyampaian norma ini sangat dipahami sebagai cara yang ampuh karena sesuai dengan bagaimana sebuah bahasa bisa membangun sebuah tindakan sesuai dengan apa yang diutarakan oleh Nicholas Greenwood Onuf dalam teori konstruktifisme.