Mohon tunggu...
Andri Mulyawan
Andri Mulyawan Mohon Tunggu... Staff Administrasi Proyek -

Mahasiswa Ilmu Sosial Bergerak di Ilmu Politik dan Gender. Penyuka Fotography, Nulis Opini, Tiduran dan Makan, Kritis namun Membangun, dan Tukang Julid.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenang Peristiwa 9/11, Keterlibatan Perempuan di Dalam Anggota Terorisme

11 September 2018   11:22 Diperbarui: 11 September 2018   11:25 299
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Dalam domain keluarga, sosok yang disebut ayah memiliki otoritas terhadap perempuan, anak-anak dan harta benda. Beberapa masyarakat patriarkal juga patrilineal, yang berarti bahwa properti dan gelar diwariskan kepada keturunan laki-laki. Secara tersirat sistem ini melembagakan pemerintahan dan hak istimewa laki-laki serta menempatkan posisi perempuan di bawah laki-laki.

Kasus diatas juga menggambarkan bagaimana partiarkhi sangat mempengaruhi pemikiran beberapa wanita, di Indonesia misalnya, perempuan secara otomatis tertarik gerakan radikal karena kepatuhannya terhadap suami, lalu perempuan menjadi simbol propaganda politik karena akibat superiortas laki-laki, dan perempuan menjadi teroris di Irak karena mereka menjerit secara psikis kehilangan laki-laki dan diabaikan masyarakat dan segera dimanfaatkan Al-Qaeda. Tiga hal ini ketika dirunut keatas akan berujung di titik yang sama yaitu partiarkhi dan sistem yang ketimpangan gendernya masih kental.

Penganalogian rentan dan rapuh (Vulnereable) juga mengakibatkan gerakan terorisme wanita muncul. Akibat analogi rentan dan rapuh inilah, tingkat kecurigaan terhadap perempuan lebih sedikit sehingga lebih  melancarkan untuk aksi terorisme dengan menggunakan wanita sebagai benda dan alat dalam mensukseskan aksinya. 

Penganalogian rentan dan rapuh dimanfaatkan sangat baik oleh terorisme dan bahkan penangannya pun sangat sulit karena mereka memanfaatkan sisi lemahnya sebagai tameng dalam melancarkan aksinya.

Tapi yang jelas, wanita adalah korban. Karena perempuan didalam aksi teror hanyalah sekelompok korban akibat tekanan partiarkhi, superiortas maskulin, dan pemanfaatan sebagai alat. 

Perempuan harus menggunakan rasionya untuk mengatakan tidak terhadap aksi terorisme itu sendiri sebagai wujud perlawanan terhadap organisasi terlarang tersebut dan menjaga perdamaian dunia.

Andri Mulyawan

Fakultas Sosial dan Komunikasi

Program Studi Hubungan Internasional

Universitas Wanita Internasional

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun