Peristiwa 11 September 2001 dan serangan mengejutkan dari Terorisme terhadap AS/Barat dengan pemboman gedung WTC di New York sebagai peristiwa yang sangat mengguncangkan negara-negara di dunia.Â
Pasalnya, dunia dikejutkan dengan serangan sebuah organisasi transnasional yang tidak mempunyai kedudukan, wilayah, serta militer yang jelas. Sehingga terorisme ini dianggap sebagai ancaman bersama di seluruh dunia.
Terorisme bukanlah berasal dari gerakan yang mengatasnamakan agama, melainkan Fundamentalisme. Fundamentalisme menurut Kimbal (1998) menyebutkan bahwa Fundamentalisme lahir daripada keyakinan seseorang terhadap sesuatu secara berlebihan, terlalu meyakini akan sesuatu sehingga muncullah gerakan-gerakan radikal dengan pemikiran bahwa pemahaman serta nilai yang mereka anut adalah paling benar yang lain adalah salah.Â
Kimbal juga menyebutkan ada beberapa poin yang perlu dipahami tentang Fundamentalisme diantaranya, Ketika agama mengklaim kebenaran agama sebagai kebenaran yang mutlak dan satu-satunya.Â
Gerakan terorisme akan muncul secara perlahan. Contohnya suatu kasus tentang klaim kebenaran di kalangan Kristen Fundamentalis, pada tanggal 10 Maret 1993 Michael Griffin menembak dan membunuh David Gunn yang menangani abosrsi idi luar klinik abrosi di Pensacola, Florida. Lima hari kemudian, Pendeta Paul Hill membenarkan tindakan Griffin. Klaim kebenaran adalah unsur utama dalam setiap agama.
Kedua, Fundamentalisme bisa melahirkan kekerasan ketika dibarengi dengan ketaatan secara membabi buta kepada pemimpinnya, seperti contoh kasus di Jepang yaitu Kaum Aum Shirikinyo dibawah Asharaha Shoko, People Temple di Guyana yang dipimpin oleh Jim Jones, dan lain-lain. Ketiga, Fundamentalisme juga berintegrasi dengan kekerasan ketika umatnya merindukan zaman ideal mereka dimasalalu dan direalisasikan di masa kini.
Terorisme adalah salah satu gerakan yang dihasilkan dari Fundamentalis. Fundamentalis dianggap sebagai katalis yang paling dasar didalam mengilhami gerakan terorisme itu sendiri.Â
Beberapa kasus bahkan menggunakan perempuan sebagai alat didalam melancarkan aksinya. Sehingga, di dalam tulisan ini saya berupaya mengungkap bagaimana alasan, peran, serta analisa gender terhadap perempuan dan serta menganalisa penyebab utama mengapa mereka yang dianggap lemah oleh masyarakat internasional bisa menjadi pelaku teror seperti apa yang terjadi di belahan dunia.
Untuk membahas perempuan didalam aksi teror,  kita harus menarik ke belakang bagaimana posisi perempuan di masalalu. Posisi wanita di dalam masyarakat partiarkhi akan dianggap sebagai posisi sub-ordinat di mana, laki-laki dan  perempuan selalu mempunyai ketimpangan yang sangat jauh.Â
Sandra Withworth (2004) menyebutkan bahwa ketidaksetaraan gender berawal daripada posisi wanita yang selalu dibawah pria. Posisi ini dianggap bahkan dimanfaatkan oleh pria sebagai alat untuk memuluskan tujuan hidup mereka, dan ini jelas menimbulkan rasa ketidakamanan bagi perempuan itu sendiri.Â
Laura Sjoberg (2009) dalam bukunya Women in Terorism mengungkapkan bahwa bahkan ketika perempuan dianggap lemah oleh masyarakat internasional.Â