Solusi:Memahami adanya pull-dan push-factors di atas maka solusi yang dapat ditawarkan adalah dengan mengurangi atau meniadakan sama sekali faktor-faktor penarik dan pendorong pertumbuhan tersebut. Dan inilah yang menjadi kebijakan Pemerintah Pusat di tingkat nasional.
Mengurangi pull factors Jakarta dan Bodetabek, Pertama-tama, di tingkat Pemerintah Pusat, sudah saatnya untuk lebih keras lagi untuk mendorong pembangunan ekonomi di luar Jawa, serta mengurangi proyek-proyek berskala besar yang tidak urgent dan hanya membuat daya tarik di Jakarta, Bodetabek, dan Jawa secara umumnya. Dengan tumbuhnya lapangan pekerjaan di luar Jawa dengan segala pelayanannya maka arus migrasi pencari kerja maupun penanam modal akan berkurang ke wilayah Jabodetabek. Kedua, dalam jangka pendek, Pemerintah harus segera menggagas dan merencanakan pemindahan pusat administrasi Pemerintah Nasional ke luar Jakarta, meskipun status ibukota negara tetap Jakarta. Alternatif yang ada di daerah provinsi Banten atau di daerah Bogor, seperti halnya Putrajaya di Malaysia, atau kota Brazilia di Brasil.
Di tingkat pemerintahan Jakarta, Pemerintah DKI Jakarta harus menghentikan sementara (moratorium) pembangunan baru gedung-gedung pertokoan (mal), perhotelan, perkantoran, dan semua yang berpotensi menjadi pull factors. Daya tarik Jakarta harus dikurangi atau dihentikan, sebagaimana Bappenas pernah merekomendasikan hal ini beberapa tahun yang silam dan kelihatannya cukup diperhatikan dengan tidak adanya lagi izin-izin baru untuk pembangunan mal di wilayah Jakarta, meski hal ini perlu dicek kembali. Kegiatan baru industri manufaktur  seyogyanya tidak lagi diperkenankan di Jakarta, dan hanya diberikan ke daerah luar Jakarta atau daerah lain di luar Jawa.
Dengan demikian, Pemda DKI akan dapat bernafas sedikit serta memiliki ruang gerak untuk berbenah, sambil memperbaiki sarana dan prasarana publik, serta memenuhi kewajiban pelayanan-pelayanan sosial bagi masyarakat, memperbaiki lingkungan hidup dengan mematuhi Rencana Tata Ruang dan azas-azas lingkungan hidup yang baik, serta sesuai dengan program-program yang direncanakan pada Rencana Pembangunan Jangka-Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 untuk Jakarta serta Jawa-Bali, maupun untuk wilayah-wilayah pulau lainnya, serta Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025.
Untuk menyelesaikan permasalahan bersama, dalam jangka pendek, Pemda DKI harus lebih meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah Banten, dan Jawa Barat, dan pemerintah Pusat, bekerja bahu-membahu, dan menanggalkan semua ego-provinsi masing-masing, demi untuk kemajuan semuanya, dan Indonesia. Kerjasama-kerjasama harus lebih ditingkatkan terutama dalam integrasi jaringan transportasi publik, jaringan air minum, saluran drainase, kanal-kanal, pengelolaan lingkungan hidup, yang difasilitasi oleh Pemerintah Pusat. Lembaga semacam BKSP Jabotabek harus dihidupkan kembali menjadi suatu lembaga kerjasama pembangunan regional yang efektif dan kapabel.
Penutup. Masalah-masalah perkotaan di Jakarta yang sekarang sangat rumit dan menjadi agenda Pemerintahan DKI Jakarta, adalah masalah-masalah yang tidak lepas dari akar permasalahan secara lintas regional dan nasional. Pemda DKI tidak akan mampu mengatasi tekanan kependudukan dan masalah-masalah transportasi, banjir, pelayanan sosial tanpa bekerja sama dengan pemerintah daerah tetangga, dan dengan pemerintah Pusat. Masalah-masalah yang ada juga disebabkan berbagai faktor daya tarik (pull factors) kota Jakarta sendiri, maupun adanya faktor pendorong (push factors) terutama migrasi pencari kerja dari daerah-daerah lain. Keduanya harus dikurangi. Daya tarik Jakarta harus dikurangi, pembangunan baru mal, pusat perdagangan, dan hotel-hotel, sementara distop, kecuali untuk pembangunan sarana-dan prasarana publik yang belum ada atau sudah rusak. Demikian pula faktor pendorong (arus migrasi) ke Jakarta dan wilayah Bodetabek harus ditekan dengan cara mendorong pembangunan di luar Jawa lebih cepat lagi dengan berbagai strategi yang kini telah disiapkan oleh Pemerintahan Jokowi untuk 2015-2019 melalui Nawacita-nya, terutama Nawacita ke-tiga yaitu membangun dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa. Dalam hal ini, yang perlu didorong adalah pengembangan kota-kota di wilayah-wilayah yang berfungsi sebagai pusat penggerak pertumbuhan ekonomi yang saling terkait satu dengan lainnya dalam suatu rangkaian proses produksi sesuai dengan kemampuan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia yang ada. Pusat-pusat pertumbuhan ekonomi ini selanjutnya akan mendorong perkembangan wilayah belakangnya, yang tentu saja, perlu didukung oleh infrastruktur yang mencukupi kebutuhan (seperti jaringan jalan, energi listrik, air baku, telekomunikasi, dll). Dengan demikian kesenjangan antar wilayah secara nasional akan dikurangi secara bertahap, dan pada saat yang sama, beban Jakarta, Jabodetabek, dan Jawa secara keseluruhan akan terkurangi.
Dr. Max Pohan
Mantan Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah , Bappenas (2007-2013), Praktisi perencanaan wilayah dan kota, dan kebijakan publik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H