Secara umum, Gereja memiliki aturan, hukum, pun pedoman dalam mengatur pelaksaan aksi puasa umatnya. Akan tetapi dalam realisasinya Gereja selalu terbuka dan memberikan kebebasan kepada setiap pribadi untuk menentukkan apa saja yang perlu dan penting untuk dibatasi, dikekang, dan dikendalikan selama menjalani masa Prapaskah. Hal-hal duniawi (makanan, minuman dan kenikmatan-kenikmatan lain) yang sebelunnya dikonsumsi secara berlebihan, sedapatmungkin dikurangi. Niat baik untuk itu, hendaknya disesuaian dengan kemampuan fisik, umur, dan saran-saran baik dari pihak medis. Gereja tetap mengedepankan kesehatan dan keselamatan umatnya.Â
Ritus Pembasuhan Kaki
Gereja menutup seluruh rangkaian masa Prapaskah dengan suatu ritus lain yakni ritus pembasuhan kaki. Ritus ini dilaksanakan pada malam Kamis Putih sebagai simbol pelayanan penuh kasih dan tanpa pamrih kepada sesama. Selanjutnya, pada keesokkan harinya (Jumat Agung), Gereja mengenangkan peristiwa sengsara dan wafat Yesus Kristus di kayu salib. Maka, dapat dikatakan di sini bahwa masa Prapaskah umat Katolik merupakan suatu rangkaian perjalanan yang membentang dari kepala sendiri sampai kepada kaki sesama.Â
Kedua ritual keagamaan itu sarat akan makna dan nilai. Penghayatan yang tepat dan benar akan keduanya senantiasa mendatangkan rahmat, berkat, dan kebaikan-kebaikan yang berlimpah. Rasa sesal, rasa tobat, dan rasa rendah hati di hadapan Tuhan dan sesama, mewujud dalam sikap menanggalkan seluruh kebesaran dan kemegahan yang melekat dalam diri untuk kemudian menunduk dan merendahkan hati untuk melayani orang lain dengan penuh kasih sebagaimana diteladankan oleh Yesus Kristus.Â
SALAM KASIH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H