Seharusnya, ketika mendengar isu adanya kudeta, apalagi itu dilakukan oleh mereka-mereka yang terlibat dalam pendirian partai, sudah senior, matang dalam dunia politik, dan memiliki pengalaman memimpin, seorang AHY seharusnya bertanya diri dan bertanya kepada mereka-mereka yang melakukan itu, kenapa kok bisa main belakang? Apakah ada sesuatu yang salah? Dengan mendapatkan jawaban atas persoalan itu maka, cari solusinya bukan main pecat saja. Main pecat menampakkan bahwa AHY otoriter.Â
Dibawah kepemimpinan AHY, beberapa pihak yang sudah dipecat mengatakan bahwa AHY tidak egaliter serta membelenggu hak dan fungsi anggota partai dan pergerakkan organisasi sayap yang berfungsi sebagai kaderisasi, dibatasi.Â
Oleh karena itu, kalau sampai para mantan kader yang dipecat dan mereka yang berteriak menuntut adanya perubahan dalam tubuh partai tidak didengarkan hingga berani melangsungkan KLB, itu berarti mereka ingin melawan kubu Cikeas yang tetap ngotot mempertahankan AHY, yang bagi mereka sudah terbaca bahwa ia tidak memiliki kemampuan yang mumpuni untuk memimpin.Â
Bahkan ada bocoran dari pihak tertentu yang mengatakan bahwa untuk menjadi ketua umum saja, itu dilakukan dengan terpaksa pada kongres yang berlangsung pada Maret 2020 itu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H