Jatuh hati kepada seseorang dan mengatakan "aku cinta cinta padamu", itu gampang. Dengan memandang tampilan fisik dan status sosial seseorang dan mengena di hati, dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, seseorang dapat saja jatuh cinta. Menjadi persoalan adalah setelah jatuh cinta dan dalam perjalanan mengarungi kisah kasih cinta itu, dan ternyata di sana ditemukan bahwa kenyataan tak seindah yang dikhayalkan.Â
, Dalam situasi demikian, dapatkah rasa cinta itu akan tetap terbangun? Ini yang menjadi soal. Apalagi, kalau kemudian, hubungan cinta itu berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi yakni ingin membangun rumah tangga bersama. Maka, sebelum memilih dan memutuskan seseorang untuk menjadikannya sebagai pasangan hidup, penting untuk:
Menjalani Masa Pacaran
Sebelum memutuskan untuk menikah, penting untuk menjalani masa pacaran bersama pasangan. Masa pacaran itu amat penting untuk saling mengenal dan belajar saling memahami satu sama lain, soal sifat, sikap, kedewasaan berpikir dan bertindak, dan lain sebagainya. Jangan hanya terlena dengan ciri fisik dan status sosial, lalu mengabaikan kematangan psikis pasangan. Masa pacaran, bagi pasangan tertentu, mungkin saja sepele dan mengabaikannya, akan tetapi, pada umumnya, banyak hal yang dapat terkuak pada masa ini, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengambil keputusan terpenting dalam hidup.Â
Masih terdapat pasangan-pasangan yang mengabaikan masa ini karena dijodohkan, atau dipaksa oleh pihak tertentu. Ada juga yang menjalaninya tetapi, begitu singkat sehingga tidak ada waktu untuk saling mengenal lebih mendalam. Setelah pernikahan, baru menyesal karena baru tahu sikap, sifat, dan kelakuan pasangannya.Â
Oleh karena itu, ketika menjalani masa pacaran, mintalah agar pasangan menghilangkan budaya sementara dalam dirinya. Ajaklah agar ia membuka dan menampilkan diri apa adanya bukan ada apanya. Budaya sementara yang dimaksud di sini adalah jangan pura-pura baik, jangan pura-pura rajin, jangan pura-pura pandai dan cekatan merawat tubuh, dan lain-lain.Â
Keterbukaan untuk tidak tampil dalam kepura-puraan itu penting. Jangan sampai setelah menikah, semua kebaikan dan nilai-nilai positif lain dalam diri itu menjadi hilang. Dengan menunjukkan diri yang sesungguhnya, pasangan dapat mengambil sikap dengan tepat, untuk mencari dan menemukan jalan keluar terbaik atas kekurangan dan kelemahan yang ada, sejak awal sebelum menikah.Â
Menjalani Masa Pendampingan Khusus Sesuai Ajaran Agama
Mendapatkan pendampingan, bimbingan, konseling, dan pengajaran tentang pandangan perkawinan menurut agama yang dianut oleh pasangan yang hendak menikah, amatlah penting. Dengan melalui masa ini, masing-masing pasangan dapat mengenal, mengetahui, dan memahami dengan jelas dan jernih makna, tujuan, kedalaman, dan kesucian dari suatu perkawinan yang akan dijalani menurut ajaran Allah itu sendiri.Â
Dengan memahami maksud dan tujuan suatu perkawinan seturut kehendak Allah itu maka, pasangan-pasangan yang hendak menikah untuk membuat komitmen bukan hanya sekedar berjanji di bibir untuk menjaga dan melestarikan nilai-nilai luhur dan kesucian dari perkawinan yang akan dijalani. Perkawinan itu bukan hasil temuan manusia belaka tetapi kehendak dan rencana Allah itu sendiri. Allah yang menghendakinya adalah suci dan kudus maka, perkawinan itu sendiri adalah suci dan kudus adanya, bukan untuk dipermainkan.Â
Mengetahui dan Memahami Tugas dan Tanggungjawab Sejak Dini
Mengapa terjadi kasus-kasus seperti, pengguguran atau aborsi dan bunuh diri karena ditinggal pergi oleh pasangan? Salah satu alasannya adalah kurangnya pemahaman akan tugas dan tanggung jawab bila menjadi seorang istri atau suami. Setelah kebablasan akibat nafsu yang tak terkontrol, baru sadar bahwa menjadi suami atau istri itu rupanya rumit, sulit, dan banyak hal yang harus dipertanggungjawabkan di dalamnya.
Oleh karena itu, sebelum menentukan untuk menikah, sebagai calon suami atau istri, kenal dan pahamilah terlebih dahulu, apa tugas dan tanggung jawab masing-masing kelak, bila sudah menikah. Dengan pengenalan dan pemahaman yang baik tentang kedua hal ini sejak awal maka, seseorang akan mempersiapkan diri dengan banyak hal baik, sebelum memutuskan untuk menjalani hubungan ke jenjang berikutnya (menikah).Â
Memutuskan untuk menikah, bukan perkara mudah. Setelah menjalaninya, sederet tugas dan tanggung jawab sudah menanti. Mulai dari usaha untuk saling membahagiakan antar pasangan, hingga mempertanggungjawabkan anak-anak yang akan dikaruniakan oleh Allah. Membahagiakan pasangan bukan hanya bermodalkan bibir yang manis tetapi juga lewat kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikisnya.
Anak-anak yang lahir dari hasil pernikahan juga, tidak hanya membutuhkan kehadiran seorang ayah dan ibu biologis semata, lebih dari pada itu adalah bagaimana terpenuhi kebutuhan kasih sayang, perhatian, dan berbagai hal baik lain dalam dirinya, baik dari seorang ayah maupun dari seorang ibu. Seorang anak yang hadir di tengah-tengah keluarga kelak, bukan meluluh hasil hubungan badan semata tetapi, rahmat dan berkat dari Allah itu sendiri. Maka, tidak boleh disia-siakan apalagi diterlantarkan. Anak-anak merupakan buah cinta kasih suami-istri maka, mereka seharusnya dididik dan dibesarkan dengan penuh kasih sayang.
Dewasa Secara Fisik dan Psikis
Mengapa hukum perkawinan di negeri ini dan hukum masing-masing agama, menentukan dan menetapkan patokan usia atau umur sebagai salah suatu persyaratan yang harus dipenuhi oleh pasangan-pasangan yang mau menikah? Salah satu tujuannya adalah agar seseorang dapat ditakar dan diuukur kedewasaannya sebelum menikah. Pasangan yang mau menikah, harus dewasa secara fisik dan psikis. Secara fisik, seorang perempuan harus sudah matang dan siap untuk dibuahi oleh seorang laki-laki, begitu juga sebaliknya, seorang laki-laki juga harus sudah mantap dan sanggup membuahi pasangannya.Â
Sedangkan secara psikis, sebelum menikah, seseorang harus sudah matang dan mantap perasaannya, sikapnya, tindakannya, nilai-nilai religiusitas lain dalam diri, dan berbagai efeksi baik lainnya, yang dibutuhkan untuk menunjang, menghidupi, dan menghadapi berbagai persoalan yang akan terjadi apabila sudah menikah kelak. Dewasa secara fisik saja, tidak cukup bagi seseorang untuk menikah. Maka, sebelum menikah, takar dan ukurlah pasangan masing-masing, apakah sudah dewasa secara fisik dan psikis? Kalau belum, tunggu dulu, jangan buru-buru.
Persiapan sebelum memutuskan untuk menikah itu penting, terutama untuk mengenal pasangan, memandang dan memahami peristiwa yang akan dijalani dari pandangan ilahi, mengetahui tugas dan tanggung jawab, dan dewasa secara fisik dan psikis. Keempat hal ini penting untuk dipahami karena pernikahan yang akan dijalani, tidak bersifat sesaat atau sementara tetapi  itu berlangsung sampai mati. Akan ada rasa bosan, jenuh, dan ingin lari menjauh dari semua persoalan yang ada. Pada saat inilah tantangan akan muncul. Butuh solusi, cara atau jalan, untuk menghadapi dan menyelesaikan semua itu. Tanpa adanya persiapan yang matang dan mantap maka, badai atau gelombang sekecil apapun, akan meruntuhkan keluarga yang sudah dibangun.Â
SALAM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H