Tidak Mengandalkan Iman Yang Mati
Tempat ibadah merupakan sarana khusus yang disediakan oleh pemeluk suatu agama atau kepercayaan tertentu untuk bersyukur dan memuji Allah yang diimani. Di sana, datang, bertemu, dan berkumpul, beragam manusia dari berbagai macam latar belakang dengan aktifitas hidup sehari-hari yang berbeda-beda. Perlu diawasi adalah dalam seluruh keberagaman dan kesibukan untuk menunaikan pekerjaan atau aktifitas hidup sehari-hari yang berbeda-beda itu, tidak ada seorangpun yang tahu dengan siapa saja seseorang berelasi dan berkomunikasi. Hanya karena iman yang satu dan sama, himpunan itu ada, tanpa mengenal secara lebih baik kondisi kesehatan masing-masing.
Virus Corona dengan daya tular yang begitu mudah dan cepat, mengharuskan semua orang untuk membatasi diri dalam berbagai hal terutama bersentuhan, berelasi, dan berkomunikasi dengan orang lain. Satu orang yang terjangkit, siapapun yang ada di sekitarnya terkena imbasnya. Sejauh ini, tempat ibadah tercatat juga sebagai sarang penyebaran bibit-bibit virus mematikan itu. Cukup banyak tempat ibadat yang kemudian harus mengambil kebijakan untuk meniadakan  kegiatan-kegiatan keagamaan.
Selain karena kurang memperhatikan protokol kesehatan yang sudah ditetapkan, terdapat juga alasan yang sangat naif dari kalangan pemeluk agama tertentu yang kemudian diketahui terkena dampak Covid-19. Alasan yang dimaksud adalah "mengandalkan iman kepada Allah". Dengan bermodal "iman di bibir" kepada Allah tanpa ditunjukkan dengan tindakan nyata seperti mengikuti protokol kesehatan, banyak kalangan yang berpikir bahwa itu sudah cukup bagi Allah untuk membebaskan dan menyelamatkan mereka dari bahaya serangan Covid -19.Â
Memaknai "Beriman Kepada Allah" Dalam Konteks Pembatasan Penyebaran Covid-19
Beriman kepada Allah berarti menyerahkan seluruh diri kepada penyelenggaraan Allah itu sendiri. Akan tetapi itu tidak berarti bahwa iman itu hanya didengungkan dalam hati apalagi sebatas diucapkan di bibir. Beriman kepada Allah tidak hanya ditunjukkan dengan berdoa kepadaNya dan memohonkan perlindungan, pemeliharaan, dan jaminanNya dalam berhadapan dengan suatu situasi tertentu.Â
Iman kepada Allah itu harus hidup dalam artian bahwa harus ditunjukkan melalui tindakan nyata dari setiap orang yang mengucapkannya. Beriman bukan hanya sebatas berteriak-teriak bahwa kita ber-Tuhan dan ber-Allah agar semua orang tahu tanpa bukti. Kalau seseorang mengatakan bahwa ia beriman kepada Allah, alangkah membanggakannya, kalau itu perlihatkanlah lewat tindakan konkret.Â
Dalam situasi seperti saat ini, beriman kepada Allah berarti mengikuti protokol kesehatan seperti, memakai masker, cuci tangan, jaga jarak, memelihara daya tahan tubuh, dan lain sebagainya. Kalau kita melakukan semua hal yang sudah ditetapkan maka, tanpa berteriak-teriakpun, semua orang akan tahu bahwa kita itu adalah orang yang beriman. Allah sendiri yang melihat iman kita yang besar itupun, akan membebaskan dan menyelamatkan kita.Â
Untuk dapat menikmati keselamatan Allah, perlu dan penting adanya kerja sama, antara pihak manusia dengan pihak Allah itu sendiri. Allah tidak bekerja sendirian untuk mendatangkan semua yang baik bagi manusia.Â
Kita boleh saja berdoa kepada Allah setiap saat untuk meminta rejeki, tetapi kalau tidak ditunjang dengan berpeluh keringat dan bercucuran air mata untuk bekerja, sama saja dengan bohong. Tidak akan ada uang, makanan, minuman, dan lain sebagainya yang tiba-tiba diturunkan Allah dari langit tanpa bekerja.
Duduk Perkeluarga Di Tempat Ibadah
Ide atau pemikiran untuk menerapkan pola duduk di tempat ibadah secara berkeluarga (satu keluarga menempati  satu area tertentu), datang dari adanya pandangan atau anggapan bahwa kalau keluarga tertentu sudah aman di rumah maka, akan aman juga kalau kemudian mereka duduk bersama di tempat ibadah.Â
Hal ini untuk menghindarkan anggota keluarga yang sudah aman di rumah itu, dari kontak fisik atau komunikasi dengan keluarga lain yang tidak diketahui keadaan kesehatannya.Â
Jangan sampai, karena pertemuan dengan sesama saudara di tempat ibadah dan melalui komunikasi gerak-gerik anggota tubuh yang diterapkan dalam ritus agama tertentu, tempat ibadat menjadi awal musibah bagi banyak orang.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H