Mengubah Candi Borobudur dengan menambahkan chattra ibarat mempercantik buku langka yang sudah sempurna dengan sampul yang baru. Memang, sampul baru mungkin tampak menarik dan menambah kesan mewah, tetapi apakah itu benar-benar dibutuhkan? Kadang kala, suatu hal yang sudah sempurna dalam kesederhanaannya justru akan rusak jika terlalu banyak penambahan. Begitu pula dengan Candi Borobudur yang dengan desain minimalisnya telah mencapai keagungan yang utuh dan tidak memerlukan tambahan ornamen lain
Candi Borobudur sendiri terdiri dari enam platform persegi dan tiga platform melingkar yang dihiasi dengan lebih dari 2.600 panel relief dan 504 patung Buddha. Keberadaan relief yang menggambarkan ajaran Buddha serta arsitektur uniknya menjadikan candi ini sebagai simbol spiritualitas dan kebudayaan Indonesia. Candi Borobudur adalah bukti kejayaan peradaban kuno yang tidak hanya mengagumkan secara fisik tetapi juga kaya akan pesan filosofis.Â
Pemasangan chattra yang mengubah tampilan puncak candi berpotensi mengubah pandangan publik terhadap nilai historis dan keaslian arsitekturnya. Oleh karena itu, setiap intervensi terhadap struktur ini harus dilakukan dengan sangat hati-hati agar tidak menghilangkan esensi dari warisan budaya dunia ini.
Dengan mempertimbangkan berbagai aspek di atas, jelas bahwa gerakan penolakan pemasangan chattra di Candi Borobudur adalah langkah penting untuk menjaga keaslian dan nilai sejarah candi tersebut. Kita harus mendukung upaya ini demi melestarikan warisan budaya yang menjadi kebanggaan bangsa dan dunia.Â
Melalui pelestarian tanpa perubahan drastis, kita dapat terus menjaga keutuhan makna dan keindahan Candi Borobudur sebagai warisan budaya dunia yang tak ternilai harganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H