Mohon tunggu...
Maxi Gepa
Maxi Gepa Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa fakultas Filsafat Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.

Menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Seni Pilihan

KAHE: Komunitas Anak Muda Progresif

23 Juli 2023   11:19 Diperbarui: 24 Juli 2023   20:41 769
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pose bersama Eka Putra Nggalu -kiri, mengenakan baju berwarna hitam. (dokpri.)

Maumere, sebuah kota kecil di Nusa Tenggara Timur yang memiliki cukup banyak anak muda yang sangat antusias membangun komunitas yang positif. Mereka membangun komunitas dengan beragam titik fokus, tergantung minat yang hendak dikembangkan.  Kahe adalah salah satu komunitas inspiratif yang lahir di Kota Maumere.

Kahe berdiri pada tanggal 23 Oktober tahun 2015. Para inisiator pertama berkumpul dan berdiskusi di Taman Teka Iku, Maumere.  Mereka sepakat untuk membangun sebuah komunitas sastra. Namun, nama Kahe belum muncul pada saat itu, Eka Putra Nggalu (ketua Komunitas KAHE) salah seorang penggagas berdirinya kamunitas Kahe membuat sebuah grup facebook yang berjudul Sastra Nian Tana (Sastra Sikka).

Sesungguhnya ada alasan yang lebih personal dan kontekstual di balik berdirinya Kahe. Waktu itu Eka Putra Nggalu yang akrab disapa Gembul keluar dari biara dan Ia merasa kehilangan tempat kumpul. Pada saat yang sama Maumere tidak memiliki tempat kumpul yang cukup kritis, yang bisa digunakan untuk membicarakan ide, gagasan dan hal-hal kreatif. Selain itu, di Kampus juga pilihan berorganisasinya sangat terbatas.

Beberapa orang yang bergabung sejak awal berdirinya Kahe sebenarnya adalah mereka yang mempunyai basic menulis cukup baik, mereka giat menulis di sosial media, media-media daring, dan koran. Mereka saling bertukar bacaan, bertukar karya, bertukar praktik menulis, dan lain-lain. Dengan demikian terbentuklah komunitas Kahe yang awalnya adalah komunitas sastra, komunitas menulis, dan komunitas syering bacaan.

"Jadi ada konteks yang sangat dekat dengan kami. Berawal dari kesepian, tidak mempunyai tempat nongkrong, lalu menemukan teman-teman dengan common ground yang sama, minat yang sama dan aspirasi yang sama. Kemudian dibentuklah Kahe." Demikian Eka mengisahkan awal mula terbentuknya Kahe.

Awalnya teater dan sastra di Maumere berkembang dalam lingkungan biara, hal ini yang pada titik tertentu membuat teater dan sastra sangat eksklusif praktek dan gagasan yang mau disampaikan. Kahe mempunyai kesadaran untuk membawa sastra dan teater ke kota Maumere dan menjadi familiar di kalangan awam.

Mereka mulai membuat Event dan klub baca. Kemudian banyak orang yang tertarik dan bergabung seperti teman-teman pemusik, fotografer, filmaker, dan masih banyak lagi.

Setelah melihat banyak orang yang bergabung, Kahe mulai mencari ide kreatif lain yang lebih dari sekedar menulis -mengingat menulis adalah praktek yang sangat personal. Mereka mulai memikirkan seni yang karakter produksinya melibatkan lebih banyak orang. Misalnya teater yang karakter produksinya bisa jadi sangat kolektif. Harus ada cukup banyak pihak yang dilibatkan seperti aktor, pemusik, penata cahaya, sutradara, penulis naskah dan lain-lain.

Pada tahun 2016 Komunitas Kahe menggelar teater Maumere Logia. Sejak saat itu Kahe membuat produksi festival dan beberapa pementasan lain yang kemudian membuat mereka merasa butuh mendalami teater dan menggunakan teater sebagai medium untuk menyampaikan aspirasi.

Selain teater, pada tahun 2017 Komunitas Kahe membuat projek yang cukup panjang tentang tsunami yang terjadi di Maumere pada tahun 1992 yang dilanjutkan dengan  pameran arsip. Lalu Kahe mulai membiasakan diri dan mendalami exhibition making sebagai medium kerja, alat baca, alat ungkap ketika membahas sesuatu.

Sejak awal Kahe memilih kesenian sebagai pendekatan, karena kesenian cukup bisa mengundang banyak penonton, cukup mampu menyuarakan isu yang ingin disampaikan kepada banyak orang -terutama anak muda.

Pada tahun 2022 kahe membuat yayasan, alasan yang paling sederhana adalah sebagai cara bernegosiasi dengan pendonor dan pemerintah, jika tidak berbadan hukum Kahe sulit bekerja dan bergerak lebih luas dan "bebas". Selain itu, lahirah keputusan untuk menyeriusi praktik yang sudah dihidupi. Sejak tahun 2019 KAHE mulai hidup sebagai suatu komunitas atau kelompok kerja yang profesional. Masing-masing anggota mulai bekerja dengan deadline, laporan keuangan dan bekerja dengan prinsip akuntabilitas.

Sebuah papan yang dipajang pada dinding bagian depan Studio Komunitas Kahe. (dokpri.)
Sebuah papan yang dipajang pada dinding bagian depan Studio Komunitas Kahe. (dokpri.)

Setiap orang yang bergabung dalam Kahe kemudian mencari profesionalitas mereka masing-masing, mereka yang berminat pada kuratorial dan directing, periset, dan penyutradara mulai mendalami praktik itu dengan pendekatan profesionalisme tertentu.

Pada tahun 2021-2022 Kahe bekerja dengan Voice Global, Kahe mulai belajar soal manajemen. Kadang orang berpikir bahwa kesenian sebagai praktik yang organik dan praktik yang mood oriented, seni itu digerakan oleh mood. Namun sesungguhnya tidak demikian, karena pada titik tertentu kita membutuhkan manajemen yang baik demi kerja lebih tertata dan porsi waktu yang seimbang untuk segala hal yang dikerjakan.

"Kami punya keyakinan bahwa Kahe adalah suatu ruang kerja dengan perspektif kolektif, kami gunakan kesenian sebagai medium. Kami percaya bahwa kesenian itu bisa jadi alat baca dan alat ucap realitas sosial" demikian tutur Eka.

Kesenian sesungguhnya adalah dokumentasi atas pengetahuan tertentu. Kahe menggunakan kesenian sebagai perspektif kolektif, interdisipliner, semua orang bisa datang bergabung dan berbagi gagasan. Kahe mendorong supaya masing-masing orang punya profesionalisme tertentu terhadap apa yang ia kerjakan.

Sejauh ini Kahe tidak memiliki anggota tetap, tetapi ada tiga lapisan di dalamnya. Ada team manajemen yang bertanggung jawab mengurus Kahe sebagai institusi, ada team inisiasi, dan team projek. Mereka fokus pada bagiannya masing-masing.  

Kalau mau dibilang Kahe sebagai wadah, terlampau terkesan sebagai penyelamat. Sebenarnya Kahe lebih sebagai sebuah ruang terbuka atau terminal. Siapa saja yang datang dan merasa berharga tinggalah sebentar, tetapi ketika ada yang memutuskan untuk pergi, pergilah. Ada banyak anggota juga yang disebut sebagai Kahe diaspora, relasi demikian dirawat sebagai jejaring komunitas yang besar.

Kahe ingin menjadi seterbuka mungkin, teman-teman yang mau bergabung ke KAHE didorong untuk membuat kelompoknya sendiri. Karena semakin banyak kelompok, distribusi pengetahuan dan distribusi modalnya semakin kaya. Daripada semuanya diserap ke dalam KAHE dan jadinya Kahe eksploitatif terhadap yang lain. Lebih baik masing-masing berdiri sendiri. Sehingga ketika menjadi Kahe, yang terjadi adalah syering modal.

Kebanyakan orang sibuk membangun institusi tetapi melupakan individu. Kahe justru merasa  memiliki tanggung jawab untuk mendorong potensi setiap orang yang bergabung semaksimal mungkin.

Komunitas Kahe yang sekarang ada adalah investasi dari banyak hal dan banyak orang. Investasi yang paling penting adalah waktu dan tenaga. Hal demikian yang menjadikan Kahe sebagai komunitas yang terbilang pertama dan progresif di NTT. Kahe tidak punya referensi, semuanya learning by doing (belajar dari apa yang dibuat).

Angota Komunitas Kahe mengidentifikasi diri mereka sebagai pegiat atau aktivis kultural yang memakai budaya dan kesenian sebagai alat dan medan kerja. Mereka percaya ada tiga modal yang penting, modal sosial, modal kultural dan modal ekonomi. mereka bekerja dalam kerangka itu.

Akhirnya, Kahe itu puisi. Setiap suku punya puisi pendek yang menggambarkan jati diri suku tersebut. Puisi kebanggaan atas jati diri dan identitas. Setiap suku di Maumere memiliki Kahe/Hentakan/seruan itu.

Berikut link cuplikan singkat salah satu teater yang dipentaskan oleh Komunitas Kahe:

https://vt.tiktok.com/ZSLuBTEqW/

Pose bersama Eka Putra Nggalu -kiri, mengenakan baju berwarna hitam. (dokpri.)
Pose bersama Eka Putra Nggalu -kiri, mengenakan baju berwarna hitam. (dokpri.)

 *tulisan ini merupakan hasil wawancara penulis dengan Saudara Eka Putra Nggalu (Ketua Komunitas KAHE).

#Creator Academy Batch 1

#Kampusiana 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun