Mohon tunggu...
Maxi Gepa
Maxi Gepa Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa fakultas Filsafat Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.

Menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Mengendus Filsafat Berpikir Orang Timur dalam Ritual Adat Tu Tau Ende Lio

19 Juli 2023   09:19 Diperbarui: 19 Juli 2023   09:42 395
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Filsafat berpikir orang timur harus dilihat dalam jalur bagaimana orang-orang timur melihat alam dunianya, bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri dan sesama serta bagaimana mereka percaya dan menggantungkan seluruh diri mereka pada suatu wujud Ilahi yang dianggap sebagai Pencipta atau Pendasar dan penyelenggara segala sesuatu.

Dengan demikian filsafat timur bersifat sangat human dan religius. Fisafat berpikir orang timur menggunakan pendekatan emosional-spiritual yang jauh lebih kuat dibandingkan dengan pendekatan rasional-teoretis seperti di dunia barat.

Ada banyak budaya timur yang secara gamblang menunjukkan filsafat berpikir orang timur. Salah satunya adalah riual adat Tu Tau yang ada di Ende Lio --Desa Welamosa, Kecamatan Wewaria Kabupaten Ende yang dijadikan sampel dari tulisan ini.

Sebelum melaksanakan upacara adat Nggua masyarakat Ende Lio harus menjalankan dua ritual tu tau (persembahan) terlebih dahulu, yang disebut sebagai tu tau tedo dan tu tau keti.

Pertama, tu tau tedo adalah ritual yang dibuat untuk memohon restu kepada para leluhur dan berkat dari Tuhan (Sang Pencipta), agar tanaman yang akan ditanam dapat bertumbuh subur atau wesa mo wela tedo mo tembu (ketika ditanam tanaman itu tumbuh dan ketika ditabur tanaman itu bertunas).

Selain itu agar kobe mae koe leja mae rapa (supaya tidak digali oleh malam yang diartikan sebagai binatang hutan seperti tikus dan hama lainya, agar saat siang tanaman tidak mati diterjang panas).

Pada tu tau tedo, ana kalo fai walu (rakyat jelata) yang menggarap tanah milik Mosalaki (pemangku jabatan dalam lembaga adat setempat) setempat wajib membawa persembahan untuk seremonial adat. Persembahan yang harus dibawa saat tu tau tedo saat ini antara lain ayam satu ekor, beras 2 kg dan arak 1 botol.  

Sedangkan pada zaman dahulu ketentuannya are sewati (beras dalam satu bakul kecil yang berisi sekitar 2 kg atau 1kg, tergantung ukuran bakul), moke (arak) satu botol, dan ayam satu ekor (jika ada rakyat jelata yang tidak memiliki ayam, mereka diperkenankan membawa telur satu butir sebagai persembahan).

Tu tau tedo diselenggarakan di kampung adat (Nua Ria). Mereka mempersembahkan sesajian di tempat-tempat yang telah ditentukan. Pada tempat-tempat seremonial tersebut mereka memohon kepada Tuhan Pencipta untuk memperkenankan mereka menggarap tanah secara bijaksana.

Setelah tu tau tedo masyarakat Ende Lio bertugas untuk memantau tanaman yang telah ditanam. Ketika tanaman telah berkembang dan siap dipanen, akan diadakan tu tau yang kedua, tu tau keti.

Tu tau keti bertujuan untuk mengucap syukur kepada du'a gheta lulu wula ngga'e ghale wena tana (Tuhan Allah Surga dan Dunia) yang telah memberi hasil panen melimpah sampai dalo bo tenga bewa (sampai lumbung tidak sanggup menampung hasil panen).

Dalam tu tau keti ada ritual yg disebut tu ulu nawu eko (sebuah ritual yang dibuat untuk mengantar persembahan ke batas-batas wilayah kekuasaan Mosalaki --tempat garapan rakyat jelata).

Sesudah ritual itu dilaksanakan, makanan dan minuman yang tersisa dinikmati bersama. Mereka makan dan minum bersama sebagai perayaan ucapan syukur dan terimakasih kepada Sang Pemberi yang telah menganugerahkan kelimpahan hasil panen.

Kemudian mosalaki berterimakasih kepada anakalo fai walu yang telah berpartisipasi aktif dalam tu tau pertama dan kedua dengan cara mengundang mereka untuk menikmati perjamuan bersama yang disediakan oleh Mosalaki.

Upacara inilah yang disebut sebagai Nggua --pesta adat, suka cita atas anugerah selama satu tahun yang telah berlangsung. Nggua itu selalu terjadi pada bulan Oktober, setelah semua penggarap selesai memanen hasil kebunnya.

Sebelum nggua, diadakan ritual so bhoka au untuk mengetahui tanggal nggua yang direstui oleh para leluhur. Ritual so bhoka au adalah ritual membakar bambu yang sudah dipotong dan dipersiapkan secara khusus.

Kemudian Mosalaki mengucapkan sumpah atau syahadat (termasuk tanggal terselenggaranya upacara nggua) pada bambu tersebut. Hasilnya akan diketahui saat bambu itu meledak. Jika bambu tersebut meledak dari ujung yang satu ke ujung lain sebagaimana yang sudah ditentukan dalam sumpah, maka tanggal yang sudah disebutkan dalam sumpah tersebut tidak dapat diubah dengan alasan apapun

Masyarakat Ende Lio pada umumnya meyakini bahwa, jika ada yang berani mengubah tanggal maupun ketentuan yang sudah diucapkan dalam  ritual so bhoka au, maka pasti ada konsekuensi yang harus ditanggung.

Segala macam kebutuhan dalam upacara nggua akan ditanggung oleh Mosalaki (ketua adat setempat). Mosalaki menaggung babi, beras, dan semua keperluan upacara. Pada saat nggua berlangsung semua orang bersukaria.

Ada tarian wanda pa'u (Salah satu tarian adat suku Lio yang menghadirkan seorang penari yang menari sambil membentang selendang. Kemudian penari itu bebas memberi selendang kepada salah satu orang yang berada di sekitarnya, orang yang menerima selendang harus melanjutkan tarian tersebut), tarian gawi (tarian yang melibatkan banyak orang, setiap orang bergandengan tangan membentuk lingkaran sambil mengulangi gerakan yang sama), soka toja (bersuka ria), nggo lamba (orang memainkan gong dan gendang dari kulit sapi/kulit kambing).

Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa tu tau adalah sebuah ritual yang dibuat atas dasar keyakinan terhadap wujud tertinggi. Wujud tertinggi yang diyakini sebagai Pribadi yang menganugerahkan hasil panen berlimpah kepada masyarakat Ende Lio.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa masyarakat Ende Lio menggantungkan harapan kesejahteraan mereka sepenuhnya kepada wujud tertinggi yang mereka yakini --Du'a gheta lulu wula Ngga'e ghale wena tana. Mereka meyakini hubungan yang tidak terpisahkan antara alam, manusia dan Tuhan.

Manusia yang memohon perlindungan dan menggantungkan harapannya pada Tuhan akan memperoleh hasil alam yang berlimpah. Sedangkan manusia yang tidak memohon perlindungan dan tidak membuat ritual akan mengalami musibah hasil panen yang tidak memuaskan karena berbagai faktor alam.

Masyarakat Ende Lio meyakini keadaan yang harmonis akan tercipta jika ada relasi yang baik antara Tuhan, Manusia dan Alam ciptaan.


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun