Mohon tunggu...
Maxi Gepa
Maxi Gepa Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa fakultas Filsafat Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.

Menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Taman Baca Ila One Nua Detupau: Upaya Menghidupkan Budaya Literasi

29 Januari 2023   07:44 Diperbarui: 31 Januari 2023   17:20 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret anak-anak yang sibuk membaca di Taman Baca Ila One Nua.  (dokpri)

Sabtu, 22 Oktober 2022 saya bersama Frater Philip mengunjungi taman baca Ila One Nua yang berada di sebuah kampung kecil yang bernama Detupau. Detupau adalah sebuah kampung  yang terletak di pedalaman Kabupaten Ende, Kecamatan Wolowaru.

Dusun Detupau memiliki jarak sekitar lima kilo meter dari pusat desa dan sekitar sepuluh kilo meter dari pusat kecamatan . Kondisi jalannya sangat menantang dan memprihatinkan, belum bisa dilalui kendaraan roda empat sampai saat ini, dan masih sulit dilalui kendaraan roda dua.

"orangtua dulu mau tinggal di Detupau karena Detupau adalah tempat persembunyian yang strategis dari para penjajah. Kita bisa melihat orang yang hendak datang ke Detupau dari kejauhan. Jika penjajah yang datang, maka kita bisa melakukan upaya-upaya yang mungkin untuk mengantisipasi kedatangan mereka" demikian tutur seorang bapak yang rumahnya kami kunjungi saat itu.

Potret Kampung Detupau dari kejauhan. (dokpri)
Potret Kampung Detupau dari kejauhan. (dokpri)

Dengan demikian, Detupau sebagai tempat yang sulit dijangkau pada waktu itu adalah sesuatu yang menguntungkan bagi masyarakat setempat. 

Masyarakat Detupau sampai saat ini masih sulit mengakses banyak hal dari luar lantaran persoalan infrastruktur jalan. Jalan yang tidak memadai membuat mereka "terisolasi" dari dunia luar.

Walau demikian ada sosok inspiratif yang datang dari Detupau, namanya Vichar Laka. Ia membangun sebuah taman baca yang diberi nama Taman Baca Ila One nua. Saudara Vichar memperoleh inspirasi untuk membangun sebuah taman baca pada tahun 2014 saat ia kembali ke kampung dan menyaksikan secara langsung keadaan kampung halamannya pada saat itu.

Potret Frater Philip (mengenakan baju kaos hitam)  Bersama Kae Vichar Laka (mengenakan batik berwarna coklat) .  (dokpri)
Potret Frater Philip (mengenakan baju kaos hitam)  Bersama Kae Vichar Laka (mengenakan batik berwarna coklat) .  (dokpri)

Pada tahun 2014 ketika pulang kampung Vichar melihat anak-anak di kampungnya hanya menghabiskan waktu mereka untuk bermain ketika pulang sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa ada semacam ruang kosong yang perlu diisi.

Adalah lebih baik jika sebagian dari waktu bermain mereka digunakan untuk melakukan hal yang lebih berguna, seperti membaca, menulis, menggambar dan melakukan kegiatan-kegiatan yang menunjang perkembangan wawasan mereka.

Selain itu ada sebuah rumah kosong yang ditinggal pergi oleh tuannya. Rumah itu dibiarkan kosong karena tidak ada penghuninya. Rumah kosong tersebut terletak agak jauh dari perumahan warga yang lain. Orang kampung meyakini bahwa rumah kosong yang dibiarkan begitu saja akan dihuni oleh hantu.

Setelah melalui berbagai macam pertimbangan dan mengamati peluang-peluang yang ada, maka lahirlah keputusan akhir saudara Vichar untuk membuat sebuah taman baca.

Putera daerah tersebut merasa penting untuk memerhatikan anak-anak kecil karena anak kecil adalah agen perubahan. Masa depan bangsa kita ada di pundak anak-anak kecil saat ini. Apa yang mereka peroleh saat ini akan sangat memengaruhi perkembangan diri mereka secara utuh dan berdampak pada tindakkan-tindakkan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Taman baca pasti akan sangat menunjang perkembangan mereka.

Keputusan untuk membuat sebuah taman baca telah dibuat, tibalah waktunya untuk memberikan nama. Apa nama yang tepat untuk menggambarkan sebuah taman baca yang baru lahir dengan latar belakang yang unik dan dikelilingi lingkungan eksotis di sekitarnya.

Setelah berdiskusi dengan beberapa teman akhirnya saudara Vichar memutuskan untuk memberi nama kepada taman baca tersebut menjadi taman baca Ila One Nua yang artinya cahaya yang menyala di tengah kampung. Nama yang sangat filosofis dan berangkat dari realitas lingkungan tempat taman baca itu lahir.

Nama Ila One Nua lahir karena terinspirasi dari Dusun Detupau yang hingga saat ini belum dijangkau oleh pembangkit listerik negara -karena beberapa alasan seperti akses jalan dan lain-lain. Mereka hanya menggunakan lampu pelita pada malam hari dan sesekali menggunakan genset pribadi saat ada kegiatan penting yang diselenggarakan secara bersama.

"Walaupun gelap kami tetap menyala. Walaupun berada di pedalaman kami harus tetap muncul ke permukaan untuk menunjukkan diri dan memberi terang kepada diri sendiri dan sesama" demikian tutur saudara Vichar dalam sebuah perbincangan.

Anak-anak di kampung Detupau sudah dibekali keyakinan bahwa dunia dan seisinya berada dalam buku-buku. Mau mengelilingi dunia berarti harus mau membuka buku dan membacanya. Dengan demikian, saat ini memang mereka tidak bisa berkeliling dunia secara langsung, tetapi bisa melalui buku-buku. Mereka bisa ke mana-mana melalui buku.

Potret anak-anak yang sibuk membaca di Taman Baca Ila One Nua.  (dokpri)
Potret anak-anak yang sibuk membaca di Taman Baca Ila One Nua.  (dokpri)

Ketika orang membicarakan tentang Monas, mereka tahu Monas itu seperti apa. Begitu pula dengan hal-hal lainnya. "Listerik boleh mati, tetapi otak kami tidak boleh mati" demikian semboyan yang tepat untuk anak-anak Detupau yang memiliki antusiasme luar biasa dalam dunia literasi.

Buku-buku yang diletakkan di taman baca tersebut awalnya adalah buku-buku kuliah milik saudara Vichar. Namun, seiring berjalannya waktu banyak orang yang bermurah hati dan bersedia membantu. Buku-buku yang ada saat ini adalah buku-buku yang disumbang oleh teman-teman dari Jakarta, Jogja dan Surabaya.

Mereka memperoleh informasi melalui Facebook dan tergerak untuk membantu. Perjumpaan dalam facebook memiliki dampak positif yang menunjang perkembangan taman baca. Facebook sangat membantu perkembangan dan kemajuan dalam banyak bidang jika digunakan secara baik.

Taman baca Ila One Nua dibuka tiga kali dalam seminggu. Biasanya waktu sore hari sekitar jam setengah empat. Antusiasme anak-anak yang luar biasa kadang memaksa saudara Vichar untuk membuka taman baca di luar dari pada jadwal yang ditetapkan. Satu dua jam berada di taman baca membuat anak-anak merasa senang, karena mereka bebas menikmati buku-buku yang mereka sukai.

Taman baca tersebut hanya dibuka pada siang hari dan belum bisa dibuka pada malam hari lantaran belum ada listerik. Taman baca Ila One Nua juga letaknya agak jauh dari rumah penduduk dan dikelilingi oleh hutan kopi, sehingga cukup banyak nyamuk di tempat tersebut yang mengganggu aktivitas membaca anak-anak.

Berbicara mengenai Taman Baca Ila One Nua tentu tidak terlepas dari sosok sang pendiri. Kae (kakak dalam bahasa Ende Lio) Vichar, demikian ia kerap disapa. Kae Vichar adalah putera asal Detupau yang sangat antusias membangun kampung asalnya. 

Ia menyelesaikan program studi PGSD di Universitas Flores pada tahun 2014. Seusai pendidikan ia langsung kembali ke kampung dengan motivasi untuk membangun kampung halamannya.

Saudara Vichar meyakini bahwa literasi adalah jantung dari kemajuan peradaban manusia. Wawasan yang luas akan memengaruhi sistem berpikir masyarakat untuk memiliki hidup yang lebih baik.

Walau demikian perlu disadari bahwa menghadirkan sesuatu yang baru di tengah masyarakat bukanlah perkara yang mudah.

Memunculkan atau menghadirkan sesuatu yang baru tentu tidak terlepas dari kendala-kendala yang merintanginya. Banyak tantangan yang dihadapi, mulai dari perjuangan memikul buku-buku seorang diri dengan jarak lima kilo meter -lantaran akses jalan- hingga muncul pandangan-pandangan kurang membangun yang menganggap saudara Vichar sudah gila.

Potret salah satu lokasi jalan menuju Detupau. (dokpri) 
Potret salah satu lokasi jalan menuju Detupau. (dokpri) 

Kae Vichar berusaha membuka cakrawala berpikir masyarakat setempat, agar mereka memahami apa yang dimaksudkan dengan literasi. "Terus bergerak untuk menggapai impian kita sejauh itu positif, baik dan membangun. Tetap semangat gapai tujuan" demikian tutur kae Vichar di sela-sela perjumpaan kami.

Ada yang berkomentar demikian "datang pikul buku saja, coba sesekali datang bawa perempuan bae". Komentar-komentar  demikian jika ditanggapi secara positif akan menjadi motivasi untuk kita berbuat lebih. Kita diberi kesempatan untuk membuktikan bahwa segala sesuatu ada waktunya. Ada waktu untuk untuk berkarya dan ada waktu untuk memiliki isteri serta menjalankan hidup berkeluarga.

Bekerja dan mengabdi sepenuh hati adalah keharusan demi mencapai hasil yang maksimal. Kemudian orang akan melihat dan tergugah dengan pencapaian kita. Mari kita bersama-sama mengobarkan semangat literasi dalam diri kita masing-masing dan dalam diri sesama yang berada di sekitar kita. Kiranya perjuangan saudara Vichar menginspirasi kita untuk melakukan sesuatu yang lebih dalam dunia literasi.

Taman baca Ila One Nua menerima donasi buku dari siapa saja yang berkenan mendonasikan buku-buku. Jika saudara-saudari hendak mendonasikan buku-buku, silahkan menghubungi admin akun instagram @taman_baca_ila_one_nua_detupau. Terima kasih, salam literasi.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun