Mohon tunggu...
Maxi Gepa
Maxi Gepa Mohon Tunggu... Seniman - Mahasiswa fakultas Filsafat Institut Filsafat dan Teknologi Kreatif (IFTK) Ledalero.

Menulis dan melukis

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Taman Baca Ila One Nua Detupau: Upaya Menghidupkan Budaya Literasi

29 Januari 2023   07:44 Diperbarui: 31 Januari 2023   17:20 699
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Potret  Frater Max (mengenakan baju abu-abu) Bersama anak-anak Detupau di Taman Baca Ila One Nua. (dokpri)

Selain itu ada sebuah rumah kosong yang ditinggal pergi oleh tuannya. Rumah itu dibiarkan kosong karena tidak ada penghuninya. Rumah kosong tersebut terletak agak jauh dari perumahan warga yang lain. Orang kampung meyakini bahwa rumah kosong yang dibiarkan begitu saja akan dihuni oleh hantu.

Setelah melalui berbagai macam pertimbangan dan mengamati peluang-peluang yang ada, maka lahirlah keputusan akhir saudara Vichar untuk membuat sebuah taman baca.

Putera daerah tersebut merasa penting untuk memerhatikan anak-anak kecil karena anak kecil adalah agen perubahan. Masa depan bangsa kita ada di pundak anak-anak kecil saat ini. Apa yang mereka peroleh saat ini akan sangat memengaruhi perkembangan diri mereka secara utuh dan berdampak pada tindakkan-tindakkan mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Taman baca pasti akan sangat menunjang perkembangan mereka.

Keputusan untuk membuat sebuah taman baca telah dibuat, tibalah waktunya untuk memberikan nama. Apa nama yang tepat untuk menggambarkan sebuah taman baca yang baru lahir dengan latar belakang yang unik dan dikelilingi lingkungan eksotis di sekitarnya.

Setelah berdiskusi dengan beberapa teman akhirnya saudara Vichar memutuskan untuk memberi nama kepada taman baca tersebut menjadi taman baca Ila One Nua yang artinya cahaya yang menyala di tengah kampung. Nama yang sangat filosofis dan berangkat dari realitas lingkungan tempat taman baca itu lahir.

Nama Ila One Nua lahir karena terinspirasi dari Dusun Detupau yang hingga saat ini belum dijangkau oleh pembangkit listerik negara -karena beberapa alasan seperti akses jalan dan lain-lain. Mereka hanya menggunakan lampu pelita pada malam hari dan sesekali menggunakan genset pribadi saat ada kegiatan penting yang diselenggarakan secara bersama.

"Walaupun gelap kami tetap menyala. Walaupun berada di pedalaman kami harus tetap muncul ke permukaan untuk menunjukkan diri dan memberi terang kepada diri sendiri dan sesama" demikian tutur saudara Vichar dalam sebuah perbincangan.

Anak-anak di kampung Detupau sudah dibekali keyakinan bahwa dunia dan seisinya berada dalam buku-buku. Mau mengelilingi dunia berarti harus mau membuka buku dan membacanya. Dengan demikian, saat ini memang mereka tidak bisa berkeliling dunia secara langsung, tetapi bisa melalui buku-buku. Mereka bisa ke mana-mana melalui buku.

Potret anak-anak yang sibuk membaca di Taman Baca Ila One Nua.  (dokpri)
Potret anak-anak yang sibuk membaca di Taman Baca Ila One Nua.  (dokpri)

Ketika orang membicarakan tentang Monas, mereka tahu Monas itu seperti apa. Begitu pula dengan hal-hal lainnya. "Listerik boleh mati, tetapi otak kami tidak boleh mati" demikian semboyan yang tepat untuk anak-anak Detupau yang memiliki antusiasme luar biasa dalam dunia literasi.

Buku-buku yang diletakkan di taman baca tersebut awalnya adalah buku-buku kuliah milik saudara Vichar. Namun, seiring berjalannya waktu banyak orang yang bermurah hati dan bersedia membantu. Buku-buku yang ada saat ini adalah buku-buku yang disumbang oleh teman-teman dari Jakarta, Jogja dan Surabaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun