Panas teriknya matahari, dicampur rasa kesal setelah panik. Membuat diriku merasa seperti seorang mati yang berjalan.
"Cepatlah, kita akan ketinggalan bus"
"Kamu kira aku berlari ini untuk apa hah?"
Tak terdapat balasan yang dapat didengar olehnya, sehingga ku memanggilnya lagi
"Jansen, dimana busnya? Apakah kau melihatnya?"
Jansen Cory, biasa kupanggil Jansen merupakan teman sekamar, sekolah, bahkan teman ku sejak kita masih bayi, hanya saja ada satu sikap yang ia selalu tunjukkan, yang selalu membuatku ingin mencekiknya adalah sikap nya seperti manusia berengsek
"Itu busnya, mereka baru saja menurunkan penumpang, cepatlah Tanner dasar kau manusia besar sialan"
Sedangkan namaku adalah Tanner Mito, seorang manusia besar yang suka bermain game seharian di rumah tanpa mengenal keadaan diluar, itu cukup menjelaskan mengapa diriku dibilang besar olehnya.
"All aboard, final bus to london" Â Seorang petugas berteriak, yang membuatku semakin panik, pada akhirnya aku dan Jansen, yang mungkin dengan bantuan Tuhan dapat masuk ke bus tepat sebelum bus itu berangkat.
Aku yang kelelahan berusaha untuk mengatur napas setelah kelelahan berlari. "Hampir saja kita terlambat. Jika kau tak menarikku dari tempat itu, mungkin kita masih tertinggal di tempat itu."
"Kan sudah ku bilang, ku tunggu kau sampai jam 9 di tempatmu, jika kau masih belum beranjak dari kumpulan buku-buku itu. Aku akan memaksa mu untuk pulang, walaupun kau suka atau tidak"
Aku hanya bisa tertawa kecil dan memasang muka tak bersalah akan hal tersebut
Sebenarnya walaupun kami dalam percakapan sehari-hari terdengar seperti orang yang membeci satu sama lain, kami merupakan sahabat yang sangat dekat. Jansen merupakan seorang belanda yang sangatlah ceroboh, tetapi ia pintar. Sehingga seberapapun tingkah berengseknya padaku. Dia tetap saja pintar seperti buku pelajaran berjalan. Sedangkan diriku berasal dari Indonesia, setidaknya secara keturunan lah. Tetapi aku lahir dan tumbuh di belanda, di sebuah kota yang bernama nijmegen dan juga merupakan kota lahirnya Jansen. Keluarga ku dan keluarga jansen merupakan tetangga dekat, sebab rumah kami hanya bersebelahan, dan sejak kedatangan orang tuaku di belanda yang sekitar 3 tahun sebelum kelahiran diriku dan jansen. Mereka sudah mempunyai hubungan yang erat satu sama lain. Jadi aku dan jansen sudah bagaikan keluarga tanpa ada ikatan darah.
Sesampainya kami sampai di tujuan kita, kita berdua turun dari bus dan langsung berjalan ke tempat kami tinggal. Kami sudah lega bahkan kami bisa pulang dari perpustakaan yang lumayan jauh dari tempat kami tinggal, tapi perpustakaan itu merupakan perpustakaan terlengkap yang aku tahu. Jadi aku merasa betah disana, tapi tidak untuk jansen. Jansen merupakan tipe-tipe orang yang akan langsung mual jika melihat buku, apalagi membacanya, aku tak akan membiarkannya masuk rumah sakit hanya karena dia membaca buku
"Aku lapar Tanner, bisakah kita mampir dulu ke sebuah rumah makan?"
Ku melihat jam tanganku, dan angka panjang sudah menunjukkan angka 11 malam "Kau lapar jam segini? Yakin, bukannya kau sudah makan tadi selama aku di perpustakaan?"
"Sudah sih, tapi kari yang mereka jual disana berasa seperti bangkai tikus yang sudah mati 2 minggu?" Ia mengatakan itu dengan muka separuh mengantuk separuh melas
Sebenarnya, ada alasan mengapa ia mengatakan hal ini. Karena satu, Besok pagi ia ada kelas pagi sehingga dengan pulang lebih larut, ia bisa bangun lebih siang. Dan kedua, ia bisa makan dan kemudian bilang kepadaku bahwa ia kehabisan uang untuk makan. Memang tingkah lakunya seperti seorang sialan yang suka memerasku, tapi tetap saja kuturuti karena bukan aku takut padanya. Karena sebagai tanda terima kasih ku padanya. Dan supaya aku bisa bilang pada orang tua Jansen bahwa anak mereka masih hidup dan tidak mati kelaparan.
"Oke, oke tapi..." sebelum ku selesai bicara, ia menyanggah " OKEEEY, dan bisakah kau membayar makananku? Akan ku ganti jika aku sudah punya uang, uangku sedang habis"
Aku terkekeh dengan suara hati yang kerap menggema dalam diriku "Memang sialan kamu Jansen"
***
"Tanner bangun, sudah siang. Bangunlah...." Terdengar suara wanita yang lembut dan tenang, membuat mata Tanner terbuka, tetapi saat ia membuka matanya tak terlihat seorang pun dikamarnya. Kemudian dia berdiri dari ranjang dan berjalan ke keluar kamar. Saat ia berjalan keluar kamar, tiba-tiba saja dia sudah berdiri di lorong kampus, dengan pakaian yang biasa digunakannya untuk ke sekolah dan tas yang sudah menggantung di lengan. Ia lihat sekelilingnya, dan terdengar bel sekolah yang berbunyi dan semua murid keluar dari kelas-kelasnya. Dan tepat di hadapan Tanner terdapat seorang gadis cantik yang memandangnya dengan tatapan hangat, dan tanpa sadar tubuhnya sudah bergerak mendekatinya, saat ia sudah semakin dekat dengannya. Tiba-tiba saja lantai gedung tersebut runtuh dan ia terjatuh kedalamnya.
Bruuuk... Tanner berteriak keras karena ia tiba-tiba saja terlatuh di lantai. Ia terbangun dengan rasa sakit, dan menyadari bahwa semua itu adalah mimpi. Ia melihat jam tangan yang masih menunjukkan angka  04.37, dan menyadari jika dirinya tidur di sofa ruang keluarga dan masih menggunakan pakaian yang ia gunakan semalam. Semalam mereka berdua kembali ke apartemen mereka pada pukul 2 dini hari dengan keadaan Tanner yang mengantuk berat dan Jansen yang mabuk setelah minum bir dalam jumlah yang tidak manusiawi bagi Tanner, ia mencari dimana Jansen, dan tebakannya benar ia tertidur di kamar, bukan kamar nya. Tapi kamar mandi, dengan bathub yang terisi penuh air dengan pakaian yang basah kuyup. Entah bagaimana Jansen bisa tidur seperti itu, dan berpakaian seperti itu. Tapi ia membiarkan nya saja, Tanner memutuskan untuk kembali tidur dikamarnya. Setelah berganti pakaian dan bersiap diri untuk tidur kembali. Tanner tiba tiba saja teringat dengan gadis yang ia lihat di mimpi nya tadi, tapi ingatan dari mimpinya hanya dapat ia bayangkan sekejap saja, walaupun ia berusaha sekeras mungkin untuk mengingat wajahnya, itu merupakan sebuah kemustahilan. Hanya satu hal yang bisa ia ingat darinya, yaitu apa yang dikatakannya padanya. Tapi ia tidak merasa yakin bahwa hal tersebut merupakan kata yang diucapakan oleh gadis itu. Karena sudah terlalu lelah untuk berpikir, ia memutuskan untuk melupakannya dan kembali tidur.
P.S
Ini merupakan sebuah cerita yang saya buat di awal bulan Desember 2018, karena pada saat itu saya sedang hebohnya membaca novel. Jadi juga ingin mencoba untuk membuat pula, saya bukan seorang penulis yang handal, hanya seorang murid SMA yang suka sesuatu yang berbau bacaan
Maaf jika ada cara penulisan yang salah, dan kekurangan dalam jalan cerita, saya akan berusaha sebaik mungkin (Amin)
semoga saya bisa upload 1 bab per minggu, jika beruntung akan saya gabungkan 2 bab dan dijadikan 1. Tanpa panjang lebar lagi, terima kasih telah membaca
Saran dan kritik akan sangat saya terima .THX
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H