"Aku ingin mati saja, aku ingin mati, mati dan cepatlah aku mati!" begitu celotehan yang selalu kuucapkan setiap diriku melihat Sang Mentari menampakkan dirinya di pagi hari, tampak tak ada semangat hidup sebesar biji sesawi pun yang ada pada diriku. Mulai dari pagi hari, dimana biasanya para keluarga mulai menyantap sarapan mereka dengan hati sukacita, entah apa yang kurasakan bersama teman temanku ketika kami memulai melahap makanan "ampas babi" yang telah diracik oleh tentara berkulit putih disini.Â
Jangankan makan nasi dengan lauk, kedua hal itu sudah tidak kami lihat sejak 2 tahun yang lalu, makanan rasa hotel berbintang yang bisa kami santap disini hanyalah daun singkong mentah dan kentang rebus yang dicampur menjadi satu oleh koki yang memiliki cita rasa paling hampa di dunia yang dimiliki oleh pihak Jepang.Â
Setelah semua laki laki selesai menuntaskan makanan mereka, giliran kami bekerja keluar dan para perempuan yang membereskan segala sesuatu apa yang terlihat amburadul. Dimana biasanya para manusia mendengar kicauan merdu dari burung burung yang menari di pepohonan, disini tak terasa asing lagi bagi teman teman ku yang mendengar suara tangisan para wanita remaja, akibat dipukuli oleh tentara yang tidak tahu diri jika mereka terlihat lesu ketika membersihkan seluruh isi ruangan di sini.Â
Kengerian hari hari kami dimulai pada saat jam 8 pagi hingga jam 5 sore, bukan untuk menimba ilmu atau sebagainya, melainkan bekerja diluar kemampuan anak anak biasa. Memang kekuatan dan stamina kami bisa jauh melebihi anak umur sepantaran kami yang masih ditimang oleh orangtuanya, namun hal ini disebabkan aktivitas pekerjaan tiada henti setiap harinya yang melibatkan hampir seluruh anggota tubuh. Kami ini dianggap sebagai budak budak peliharaan tentara Jepang yang memiliki hak dan kewajiban untuk membangun fasilitas kemiliteran yang akan dipakai Negara Jepang untuk melawan Indonesia lebih kuat dibandingkan peperangan sebelumnya.Â
Fasilitas yang diminta oleh Jepang yaitu markas atau benteng pertahanan dengan tingkat proteksi yang sangat kuat, rumah sakit di desa desa terpencil, beberapa jalan pintas yang dilakukan penyusup Jepang untuk menyerang Indonesia dan semua ini dilakukan di seluruh pelosok pulau Jawa. Betapa bengisnya tentara Jepang yang hanya memperbolehkan kami istirahat  selama 1 jam dalam 1 hari, entah apa yang mereka pikirkan, apakah kami ini para remaja adalah pahlawan bertopeng atau bersayap yang ada di cerita legenda yang bisa membantu mereka setiap saat? Bukan tentara Jepang namanya jika mereka tidak menyiksa kami selagi kami bekerja, sementara teman kami mulai kelelahan bukanya diperbolehkan rehat sejenak, justru si tentara berhati busuk tersebut meludahi kepala teman kami seolah olah dirinya merupakan tuhan kami.Â
Terlebih lagi Negara Jepang tidak ingin kami mati, para tentara tentara asuhan Jepang selalu mengagalkan usaha bunuh diri yang kami lakukan. Mengapa mereka tidak ingin melihat kami mati? Ya, karena yang dibutuhkan dari mereka adalah kami anak anak yatim piatu, hanyalah kekuatan pada tubuh kami yang bisa di forsir untuk kepentingan Negara Jepang dan itulah mengapa alasan kami mengharapkan kepada Sang Ilahi agar menjemput kami secepatnya.Â
Disamping kami para anak laki laki bersikeras menyelesaikan pekerjaan hingga larut malam, para anak perempuan ditempat lain akan mendapatkan tugas bercocok tanam untuk keperluan konsumsi semua rakyat disini. Maaf kalau boleh dikata, hal yang paling tidak bisa kumaafkan dari Negara Jepang ialah tindakan cabul para tentara Jepang pada malam hari yang dilakukan pada anak perempuan yang berada beristirahat dengan tempat yang sama dengan kami tinggal. Usaha untuk menyelamatkan nasib mereka yang kami lakukan selalu sirna karena tentara lainnya yang selalu berjaga jaga disekitar ruangan tersebut.Â
Penderitaan yang kami alami selama 5 tahun terhapus sudah oleh semangat perjuangan melawan tentara Jepang yang dilakukan oleh Pahlawan Indonesia. Sebuah doa dan harapan dari kami selaku semua anak anak yang tersiksa dan tertindas oleh tindakan Negara Jepang yang terkabul akibat satu dan kesatuan tujuan Pahlawan Indonesia demi kemerdekaan dan kedudukan di Tanah Air tercinta ini.Â
Beribu ribu terimakasih telah kami panjatkan kepada Sang Pencipta dan para Pejuang Kemerdekaan yang membuat hidup kami sekarang jauh lebih baik dari sebelumnya. Kami berjanji, akan membayar semua kebaikan kalian dengan cara mengalahkan penjajah seperti negara matahari terbit tersebut dengan akal sehat maupun dengan kekuatan fisik yang kami miliki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H