Diketahui sebagian orang masih melestarikan pepatah sebagai acuan dalam berperilaku dengan baik. Pepatah juga bisa berfungsi untuk memperhalus kata, nasehat, dan sebutan dari perilaku seseorang. Pepatah juga bisa berarti satu atau dua buah kalimat dari ajaran orang tua secara kultur untuk pedoman hidup agar semakin hati - hati dalam berperilaku.
Menjelang sore saya iseng tanya pada sahabat yang kadang lawan dalam diskusi. Meminta secuil pepatah namun ia beri serumah. Ah kebanyakan, kataku. Satu saja yang sekiranya dihafal orang di daerahmu.
Tak lama ia nyletuk dengan bahasa Lombok,
"Lebur anyong saling sedok".
Sangat asing dipendengaranku yang kebetulan telinga orang jawa, spontan aku tersenyum mendengarnya. Tapi ternyata maknanya sangat mendalam, "Kalau kita menghadapi masalah mari kita saling bahu membahu untuk saling bantu meringankan beban sanak saudara".
Hobiku sering memperamati reaksi seseorang setelah dimintai pendapat tentang daerah asalnya. Mulai keunikan adat di daerah mereka sampai cerita rakyat yang turun temurun masih terpatri dalam hati mereka sejak kecil. Dengan sembunyi kutelisik, secara tidak sadar mereka menceritakan dengan kebanggaan tersendiri atas cerita dan budaya yang mereka miliki.
Dari situ aku menorehkan tulisan dengan mewawancarai sahabatku yang kebanyakan dari luar Jawa. Bila terlalu sulit dihafal, aku meminta mereka saja yang ketik di hape.Â
Seperti sederet pepatah dari Madura, "Ango'an pote tolang tembhang pote mata". Sambil cekikikan aku diajar cara mengucapkan nada logat bahasanya. Ah, maaf sekali lagi. Lidah Jawa timur telah menguasai kerongkongan ku. Berulangkali coba ucap, tak kunjung sempurna seperti yang diperagakan temenku reng medure.Â
Setelah tau penjelasan artinya, aku terpukau dan mereka benar - benar punya jiwa pemberani. Arti murninya, mending putih tulang daripada putih mata. Namun maksudnya, "Lebih baik mempertahankan harga diri daripada harus menanggung malu". Benar - benar mendalam saat diresapi dengan hati, dalam benakku.
Didepan teras gedung kampus, saya kembali bertanya pada sahabat saya dari Sumatra barat yang sedang duduk nikmati rokok. Kali ini cukup singkat dan gampang pelafalannya, "Alam takambang jadi guru". Arti murninya, alam terbuka yang bisa menjadi pembelajaran. Dari penjelasan sahabat saya, seluruh hal di dunia ini bisa kita jadikan sebuah pembelajaran hidup. Mulai dari manusia sendiri sampai mencakup seluruh semesta alam ini.
Kali ini aku bertanya pada orang yang lahir dari dewata untuk menyuguhkan satu pepatah. "Berag-beragan gajahe, masih ade mulukne". arti aslinya "sekurus-kurusnya gajah, masih saja ada gemuknya".Â
Versi penjelasan dari sahabat saya, seorang yang sudah sukses walau sedang krisis ekonomi pasti masih punya sisa kekayaan yang dimiliki. Maka jadilah orang sukses banyak simpenan harta, tapi jangan lupa bagi - bagi ya biar barokah hehe. Seraya tersenyum ia menasehati saya dengan logat khas Bali.
Sengaja saya menanyakan pepatah dari teman saya yang notabennya merantau ke Jawa. Karena dalam segi pengetahuan, saya menjadi banyak tahu tentang bahasa, logat, dan penyampaiannya yang unik.Â
Terakhir saya tanyakan kepada sahabat saya dari jauh sana, tepatnya dari daerah asal Papua. Ia sempat bingung memberi contoh, karena banyak pepatah yang teringat didalam otaknya. Sekian lama ia bercerita, saya mengingat satu pepatah yang artinya "Berbuatlah sesuatu yang terbaik terhadap sesama".Â
Sedangkan bahasa sananya lagi - lagi saya meminta tolong untuk menuliskannya, karena lebih sulit dari bahasa inggris saat dieja setelah mendengarnya, Apuni Inyamukut Werek Halok Yugunat Tosu.Â
Maksudnya, Apabila kita bertemu dengan orang yang tidak mampu secara ekonomi, orang yang sedang mengalami musibah, orang yang memiliki kekurangan fisik, orang yang berpakaian lusuh, dan semua orang di muka bumi ini, kita tidak boleh membeda - bedakan saat membantu. Karena ketika membantu dengan sepenuh hati dan ikhlas, akan ada balasan yang lebih besar dan kelak saat kita sedang menghadapi masalah akan dipermudah.
Eh sampek lupa pepatah dari daerah sendiri, satu saja yang menurut saya sangat dikenal oleh daerah kami bahkan lain provinsi. "Ojo dadi kacang seng lali kulite". Sangat membumi pepatah tersebut apalagi jika sudah di alih bahasa Indonesia "Jangan jadi kacang yang lupa akan kulitnya". Aku pun tersindir kala mengingat pepatah tersebut, posisi saya yang sedang merantau di lain daerah.Â
Membuat saya rindu pada tempat kelahiran asli saya dengan budayanya yang masih kental. Indonesia terdiri dari 714 suku terletak di 43 provinsi berpencar dalam 154 kota dan kabupaten. Tidak ada salahnya kamu meminta temanmu untuk bercerita tentang pepatah didaerahnya. Tapi jangan lupa sediakan kopi agar cerita yang disampaikan semakin panjang dan rinci.
Merawat pepatah daerah harus dilakukan agar tetap eksis dari tiap generasi. Banyak cara agar pepatah di seluruh Indonesia tetap utuh dan diketahui oleh masyarakat minimal di daerah masing - masing. Ada beberapa cara agar penerus generasi bangsa tidak melupakan pepatah daerah mereka sendiri apalagi berganti keyakinan pepatah ke negara lain.
Pertama, mendirikan komunitas atau organisasi yang berfokus pada perawatan dan pembelajaran kognitif tentang budaya, sejarah, dan pepatah daerah kita.
Kedua, menanam edukasi kepada anak terhadap pandangan tentang pepatah daerah, agar terlatih untuk ikut mempunyai rasa kepemilikan sejak dini.
Ketiga, membumikan pepatah daerah kita melewati media sosial. Dengan mengenalkan sejarah budaya dan pepatah asli daerah kita, agar seluruh khalayak menjadi mengerti jika di daerah kita memiliki pepatah dengan bahasa khas. Selain itu, media informasi tentang budaya, sejarah dan pepatah daerah kita, dapat menambah intelektual tiap masyarakat yang membaca.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H