Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sayap Patah Gadis Pelukis Senja

21 Januari 2025   17:34 Diperbarui: 21 Januari 2025   17:52 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadis duduk di pantai menikmati senja. Sayap Patah Gadis Pelukis SenjaIlustrasi gambar karya: meta AI

"Tapi ...!"
"Ssst, ... Cantik! Jangan menangis. Mulai hari ini aku akan membuatmu bahagia!"
Tangan kokoh Ivan membelai pipiku. Aku putuskan untuk berharap padanya.
Matahari semakin tenggelam, lampu-lampu temaram mulai dinyalakan, kelap-kelip mercusuar bak bintang yang indah. Abangku yang sejak tadi mengawasi dari jauh mendekat, membawa kursi rodaku.

"Anda siapa? tanya Ivan ketus.
"Aku kakaknya, Lembayung!" Abang Raja segera menggendongku menuju kursi roda, menatap tajam ivan penuh dengan sorot ketidaksukaan. Sebelum kami beranjak, aku berniat bertukar nomor telepon namun, "Apa ini, Senja? Kamu ...? Ternyata wanita cacat!"

Jedaar!
Gelombang kekhawatiran yang tadi sempat menggulung kini menerjang hatiku yang tak sekokoh karang.

Bug ... bug ... bug ! Tiga tinju dari abangku,  mendarat ditubuh Ivan.
Aku menangis. Ivan, menatapku tajam, penuh penyesalan dan kebencian.


"Penipu! Kalian orang gila!" 

Bug! Satu tinju lagi membuat Ivan ambruk di pasir pantai.
Air mataku deras berjatuhan, hatiku sakit, sesakit-sakitnya.


"Abang!  Aku mau pulang."
Bang Raja mengangkatku dari kursi roda, mengendongku,  pergi menjauh dari pantai, meninggalkan Ivan yang terpaku sendirian.
 Senja kali ini adalah senja yang indah, sekaligus senja terkelam yang kembali aku alami. Mungkin menjadi senja yang tidak akan pernah aku ulang untuk selamanya. Aku tidak mau membuka hati lagi, rasanya sakit sekali.

Di dalam mobil, Bang Raja mendudukkan aku di sebelah kiri, dengan penuh hati-hati. Tangannya lembut membingkai wajahku, menghapus air mataku dengan jarinya. Perlakuannya, tatapannya, terasa begitu aneh, seperti bukan antara adik dan kakak tapi seperti lelaki kepada perempuan.

Bang Raja, mendekatkan wajahnya ke wajahku. Sampai wajah kami hanya berjarak beberapa inci saja.  Aku tertegun, hingga ia menggeser wajahnya menuju telingaku dan berbisik.


"Tidak ada seorang pun yang akan aku izinkan, melukai hatimu maupun membahagiakanmu Lembayung! Kamu hanya milikku, dulu, kini dan selamanya. Siapa pun yang mendekati, akan bernasib  sama dengan mantanmu. Mati!"

Deg!
"Aa.. apa?" ucapku terbata.
Abang Raja, ... aku adikmu. Kamu abangku! Abang yang paling menyayangiku. Apa maksudnya ini?" tanyaku penuh rasa heran.
Bang Raja hanya tersenyum.
Senyuman manisnya lebih mirip seringai menakutkan, dalam pandanganku kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun