"Dek. Gimana kerjanya, betah? Berat ga kerjanya?"Â
"Yaa..., dibetah-betahin ajalah, Bi. Namanya kerja ada pahit manisnya. Namanya kerja, pasti capek, pasti berat tapikan harus ingat, dapetnya susah. Jadi harus tahan banting," ucap ponakanku itu.
"Dulu waktu masuk kerja, dapet sendiri?" Iseng aku bertanya.
"Harus ada orang dalem, Bi. Mana bisa dapet sendiri. Itu juga harus bayar."
"Maksudnya bayar, gimana sih?" tanyaku penasaran.
"Ya bayar, potong gaji. Gaji pertama untuk kawan yang masukin aku kerja."
"Hah! Satu gaji penuh?" tanyaku lagi kaget.
"He'em" Ponakanku mengangguk.
"Udah gitu, aturan di tempat kerja banyak. Kalo telat potong gaji, kalo bolos potong gaji juga, sementara kalo lembur ga ada gaji tambahan. Giliran sembako naik, gaji kita ga naik." curhatnya.
"Loh kok gitu?"
"Ya emang begitu, kontraknya."
 "Kamu ga protes? Demo kek kalo gitu sistem kerjanya. Kan ga adil" Aku sewot bahkan gemes denger ceritanya.
"Ah ya ga perlu demo, Bi. Bisa dipecat yang ada. Masih banyak orang yang antri akan mengisi lowongan yang kosong. Cari kerja zaman sekarang susah. Lowongan kerja terbatas, pelamarnya membludak. Ya mau gimana lagi, harus diterima aturan kerja kaya gitu. Dari pada hilang kerajaan. Namanya juga buruh rendahan. Belum lagi, ke depan apa masih diperpanjang kontrak atau tidak? Sukur kalo diperpanjang."
"Hemm ...! Yang sabar ya, semoga Allah mengangkat derajatmu." Tidak ada komentar lagi dariku. Yang ada kepalaku pening mendengar peliknya dunia buruh.
Seperti halnya keponakanku itu, kakakku yang kedua pun seorang buruh. Dia bekerja tak kenal waktu. Bahkan dia hanya libur dua hari pada Idul Fitri kemarin. Yang katanya hari libur dan cuti bersama tidak berlaku baginya, dan tentu saja tidak bisa protes. Untung gajinya lumayan. Hehe.
Hari Buruh Satu Mei. Diperingati dengan banyak terjadi aksi demonstrasi di berbagai tempat. Dan dari aksi tersebut, mereka belum pasti mendapat solusi. Apakah suara mereka didengar?
Di saat harga sembako, dan BBM naik, gaji mereka tidak mengalami perubahan.
Mereka ingin mendapatkan kebijakan sebagai pekerja, sebagai manusia yang dimanusiakan, bukan sapi perah. Diambil tenaga semau mereka dan diberi upah ala kadarnya.
 Namun jika protes, surat PHK menanti. Kebutuhan dan kesulitan mendapatkan pekerjaan membuat mereka menerima ketidakadilan.
Demi anak dan istri. Demi dapur mereka tetap berasap. Para buruh tetap bertahan dalam ketabahan. Semoga negeri ini esok lebih baik.
Selamat hari buruh Internasional. Buruh juga manusia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H