Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Marbot: di Balik Loyalitas Tanpa Batas Ada kesejahteraan yang Terabaikan

21 April 2024   06:48 Diperbarui: 21 April 2024   07:01 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
 sumber gambar.kompas.id


 Yaitu dari THR hari raya. Menjelang sepuluh hari terakhir Ramadan, kakak saya akan kebanjiran THR, dari tokoh masyarakat yang status ekonomi menengah ke atas. Ada yang langsung memberi mentahnya berupa uang, ada yang memberi sarung  dan pakaian lainnya. Dan selain itu sekitar 50% warga mengirimkan zakat fitrahnya kepada marbot. Jadilah kakak saya mendapatkan rapel penghasilan dari THR dan zakat fitrah.
Selain itu, masjid kami berdampingan dengan tanah pemakaman. Makam khusus warga setempat yang tentu saja diurus oleh marbot. Sehingga pada hari raya, pemakaman ini akan ramai  pengunjung dan kakak saya menarik biaya parkir sebagai penanggung jawab ketertiban. Selain juga terima upah tahunan sebagai penjaga makam.


Saya baru betul-betul menyadari bahwa, Ramadan -Idul Fitri adalah bulan yang penuh berkah bagi kakak saya dan marbot pada umumnya.
Nah lantas bagaimana dengan bulan-bulan selanjutnya?
 Tentu saja akan kembali seperti biasa, tanpa upah, dan upah kakak sebagai marbot akan dirapel pada Ramadan dan hari raya tahun depan.

Sungguh membuat hati miris, dan terkadang saya berpikir, "Apakah keluarga saya juga termasuk yang abai akan keberadaan marbot?"

MARBOT SEBAGAI KONTRIBUSI KEUMATAN

Menurut Ustadz Adi Hidayat, ada empat cara umat islam dalam menjalankan  kehidupan agar memberikan kontribusi keumatan. Pertama dengan harta, kedua dengan kedudukan, ketiga dengan ilmu dan keempat dengan tenaga.


Tokoh yang berperan di bidang harta ada Abdurrahman bin Auf, ada Usman bin Affan dan masih banyak lagi. Para sahabat nabi zaman dahulu tidak tanggung dalam berbisnis, tidak taggung jadi orang kaya, kaya pake banget. Kita tahu bahwa terdapat hadis populer menceritakan bahwa karena kekayaan Abdurrahman bin Auf, sampai menjadi manusia terakhir yang masuk surga, saking hisabnya lama banget. Andil para sahabat yang kaya ini tidak nanggung jika bersedekah. 


Yang andil dalam bidang kedudukan ada Umar Ibnul Khotob yang masyhur sebagai amirul mukminin. Terkenal adil dan bijaksana. 

 Ada Syaidina Ali bin Abi Thalib yang tiada tanding di bidang ilmu. Seluruh ilmu dari Nabi Muhammad  Saw  telah Ali terima. Ali bin Abi Thalib  masyhur dengan kecerdasan dan kekayaan ilmunya. 

Dan keempat adalah tenaga. Siapa yang punya andil di bidang tenaga? Ia tidak kaya, bukan pakar ilmu, terlebih bukan pemimpin. Dialah Bilal bin Rabbah sang Muadzin Rasul.
Bilal seorang mantan budak hitam yang masyhur dengan sabda Rasulullah bahwa teromoah atau sendalnya Bilal telah lebih dulu berada di syurga.
Maka menjadi marbot adalah andil seorang hamba dalam berhidmat kepada Tuhannya dan umat.
Sehingga bila marbot tidak mendapatkan kesejahteraan biarlah Allah langsung yang mengangkat derajatnya. Baik di dunia maupun di akhirat.
Nah dari kalimat terakhir ini, muncul pertanyaan: Kita, punya andil apa? Ilmu, harta, kedudukan atau tenaga? Atau bahkan tidak ada andil sama sekali atas eksistensi kita sebagai umat di muka bumi?
Ternyata seorang marbot jauh lebih berharga, jauh lebih mulia  di hadapan Tuhan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun