Mohon tunggu...
Arofiah Afifi
Arofiah Afifi Mohon Tunggu... Guru - Guru Paud.

Hobi membaca, menulis blog. Penulis artikel, sedang mendalami fiksi dan Sastra.

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Kenangan Indah Bersamamu Abah

12 November 2022   10:43 Diperbarui: 12 November 2022   10:55 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi gambar:Hariayah.blogspot.com

Tulisan ini dipersembahkan untuk menyambut hari ayah  12 November 

Telah berlalu 20 tahun silam, kepergian Abah tercinta kembali kepada sang pencipta. Namun kenangannya dalam hati dan ingatan kami tak pernah memudar. Seolah ia masih selalu mengiringi dalam tiap langkah hidup kami.

Masih lekat dalam ingatan kala kecil kami. Abah selalu siap sedia menyiapkan semua kebutuhan kami. Merapihkan semua perlengkapan sekolah kami ( aku dan adikku ). Sore hari semu pensil kami Abah raut, buku dan semua alat tulis telah dipersiapkan rapi dalam kantong tas sekolah kami, tak lupa baju seragam ai setrika sampai licin dan wangi, sepatu telah bersih dan kering tersedia, lengkap dengan tali sepatu yang terpasang. 

Esok hari kami dibangunkan dengan lembut, segera mandi dan Abah menyiapkan sarapan. Kami anak-anak perempuan Abah, yang mau berangkat sekolah ia persiapkan dengan baik. Memasangkan seragam, menyisir rambut kami, mengepangnya dan memakaikan kaus kaki serta sepatu. Abah terus melayani kami dengan baik sampai kami mampu melakukannya sendiri.

Malam hari jika kami menonton tv dan tertidur, Abah pasti mengendong kami ketempat tidur, menyelimuti kami dengan baik, dengan selimut hangat dan rapat. Seolah tidak boleh ada celah untuk angin dan nyamuk mengganggu tidur kami. Tidak lupa dipasangkan obat nyamuk dan mematikan lampu agar tidur kami nyenyak.

Seingatku, Abah tak pernah marah, meski kadang sampai sore kami bermain di sawah belakang, pulang dengan menangis karna badan bentol dan kaki berdarah karna gigitan lintah. 

Abah tak pernah mengangkat tanganya untuk memukul atau mencubit, meski kami anak-anak nya sering bertengkar hanya karna rebutan mainan atau karna kenakalan kami. Abah tidak pernah mengeraskan suaranya. Hanya dengan diam dan sorotan mata tajam, hati kami sudah ciut. 

Abah adalah seorang koki hebat, dari masakan sederhana yang diolahnya, menjadi makanan yang membuat kami berselera. Entah menggunakan bumbu apa? Tempe, tahu, sayur sederhana dan kadang mie instan jadi menjadi nikmat dalam sentuhan tangan Abah. Mungkin karna menggunakan rahasia bumbu cinta.  

Abah seorang penjahit yang terampil untuk pakaian anaknya. Abah dokter yang hebat untuk pertolongan pertama bagi kami. Ayah penawar hati saat kami punya salah besar dan mendapat teguran mamah. Abah pendongeng yang baik meski tak sehebat mereka para pakar dongeng. Dan bagi kami Abah adalah contoh teladan yang baik sebagai seorang ayah. Meski kebersamaan kami tidak lama.

Dulu. Saking setiap hari Abah yang menyiapkan seragam, sepatu, kaos kaki, merapihkan rambut dan semua kebutuhan kami, , aku baru bisa mandiri menjelang kelas 5 SD. Abah saat itu mengajariku memasang tali sepatu. Mungkin Abah sudah mulai menyadari, anak gadisnya sudah beranjak remaja. 

Menjelang lulus SD abah mengajari ku menyapu, dan sekali waktu menasihati untuk membantu nenek di dapur. Karna setelah lulus Sd aku tinggal di rumah nenek yang berada di RT sebelah.

Suatu hari, mamah bercerita tentang kelahiran ku. Dengan kondisi bayi merah yang begitu kecil. Setelah 1 bulan kelahiran, mamah jatuh sakit. Abahlah yang sibuk dan cemas mencari pengganti ASI. Abah mondar mandir ke rumah tetangga untuk mencari makanan pengganti untukku. Pernah suatu hari, karna tidak tega dengan tangisanku. Abah membawaku yang masih dalam usia hitungan bulan, ke kampung tetangga untuk mencari pengganti asi. Malam hari dan gelap. Abah terperosok dalam sebuah parit. Dan dengan sigap ia angkat tubuh ku tinggi dengan kedua tangannya agar tidak ikut jatuh. Ya Allah begitu besar pengorbanan abahku sejak aku bayi. 

Diantara kami, anak-anak nya. Aku dan adik lah yang sering mendapat perhatian lebih, mungkin karna kami perempuan. Jika Abah ke kota, kami selalu diajak. Jka tidak, maka buah tangan pasti dibawanya. Ah betapa indahnya kenangan bersama Abah.

Sungguh Abah tak pernah marah. Satu-satunya marah Abah kepada kami, hanya dalam satu kondisi. Yaitu pada saat kami belajar mengaji Alquran dan belajar solat. Abah terus menegur kami untuk mengulang-ulang bacaan, jika salah sampai benar. Tidak pernah dia kerasukan suara untuk membentak hanya tatapan tajam, sudah cukup membuatku ingin menangis. Saat dewasa ini aku baru faham, kenapa Abah bisa marah dengan tatapannya saat kami bebal belajar ngaji dan solat. Karna di situlah letak tanggungjawab terberat nya di akhirat. Kami anak-anak nya, apakah bisa solat dan mengaji ? Akan menjadi pemberat timbangannya di hari akhir kelak. 

Menjelang kami remaja, petuah-petuah agama tak pernah absen, disamping Abah mengajar ku di madarah sebagai guru kelas 6. Ya 1 tahun aku merasakan dan menikmati menjadi muridnya sengai siswa madrasah kelas 6. Setlah itu abah sakit dan resign dari mengajar. Di rumah, kami masih mendapat kan petuah dan ilmu yang manjadi bekal ku di masa kini.

Setelah Abah wafat. Hatiku menjadi sepi, kosong, hampa dan berduka. Sejak saat itu aku tidak pernah mengalami bunga tidur atau mimpi malam hari. Entah lah. Mungki juga bermimpi tapi selalu hilang tiap kali selesai berwudhu. 

Apalagi bermimpi tentang abah. Bahkan meski hatiku dalam rindu yang membuncah.  Aku tak pernah tahu apakah aku pernah bermimpi bertemu dengan Abah ? Entah lah. Hanya doa yang bisa aku kirimkan pada sang Maha. Ya Allah bolehkah aku meminta. Izinkan aku bermimpi bertemu Abah satu kali saja. Aku rindu Abanh. 

Abah, meski engkau telah lama pergi. tak pernah banyangmu sirna. Tak pernah aroma tubuhmu hilang dari hatiku. Tak pernah wajah mu lebur dalam ingatanku. Abah betapa indah kenangan bersama mu, maafkan kami para putri dan putramu, semoga kami tidak memberikan hisabmu di hadapan Allah.

Abah semoga semua ilmu yang kau berikan menjadi amal ibadah yang abadi. 

Semoga Abah mendapat tempat yang mulia di Sisi Allah.

Selamat hari Ayah 

Abah aku rindu .

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun