Tulisan ini dipersembahkan untuk menyambut hari ayah 12 NovemberÂ
Telah berlalu 20 tahun silam, kepergian Abah tercinta kembali kepada sang pencipta. Namun kenangannya dalam hati dan ingatan kami tak pernah memudar. Seolah ia masih selalu mengiringi dalam tiap langkah hidup kami.
Masih lekat dalam ingatan kala kecil kami. Abah selalu siap sedia menyiapkan semua kebutuhan kami. Merapihkan semua perlengkapan sekolah kami ( aku dan adikku ). Sore hari semu pensil kami Abah raut, buku dan semua alat tulis telah dipersiapkan rapi dalam kantong tas sekolah kami, tak lupa baju seragam ai setrika sampai licin dan wangi, sepatu telah bersih dan kering tersedia, lengkap dengan tali sepatu yang terpasang.Â
Esok hari kami dibangunkan dengan lembut, segera mandi dan Abah menyiapkan sarapan. Kami anak-anak perempuan Abah, yang mau berangkat sekolah ia persiapkan dengan baik. Memasangkan seragam, menyisir rambut kami, mengepangnya dan memakaikan kaus kaki serta sepatu. Abah terus melayani kami dengan baik sampai kami mampu melakukannya sendiri.
Malam hari jika kami menonton tv dan tertidur, Abah pasti mengendong kami ketempat tidur, menyelimuti kami dengan baik, dengan selimut hangat dan rapat. Seolah tidak boleh ada celah untuk angin dan nyamuk mengganggu tidur kami. Tidak lupa dipasangkan obat nyamuk dan mematikan lampu agar tidur kami nyenyak.
Seingatku, Abah tak pernah marah, meski kadang sampai sore kami bermain di sawah belakang, pulang dengan menangis karna badan bentol dan kaki berdarah karna gigitan lintah.Â
Abah tak pernah mengangkat tanganya untuk memukul atau mencubit, meski kami anak-anak nya sering bertengkar hanya karna rebutan mainan atau karna kenakalan kami. Abah tidak pernah mengeraskan suaranya. Hanya dengan diam dan sorotan mata tajam, hati kami sudah ciut.Â
Abah adalah seorang koki hebat, dari masakan sederhana yang diolahnya, menjadi makanan yang membuat kami berselera. Entah menggunakan bumbu apa? Tempe, tahu, sayur sederhana dan kadang mie instan jadi menjadi nikmat dalam sentuhan tangan Abah. Mungkin karna menggunakan rahasia bumbu cinta. Â
Abah seorang penjahit yang terampil untuk pakaian anaknya. Abah dokter yang hebat untuk pertolongan pertama bagi kami. Ayah penawar hati saat kami punya salah besar dan mendapat teguran mamah. Abah pendongeng yang baik meski tak sehebat mereka para pakar dongeng. Dan bagi kami Abah adalah contoh teladan yang baik sebagai seorang ayah. Meski kebersamaan kami tidak lama.
Dulu. Saking setiap hari Abah yang menyiapkan seragam, sepatu, kaos kaki, merapihkan rambut dan semua kebutuhan kami, , aku baru bisa mandiri menjelang kelas 5 SD. Abah saat itu mengajariku memasang tali sepatu. Mungkin Abah sudah mulai menyadari, anak gadisnya sudah beranjak remaja.Â