Banyak orang berpendapat bahwa masa kecil adalah masa yang paling indah. Tidak terkecuali dengan saya. Â Masa kecil saya begitu indah, bermain bebas dengan teman-teman, semua jenis permainan tradisional kami mainkan, bahkan terkadang hingga malam. Berlarian, main di sawah belakang rumah, berenang di sungai, ( sekarang sungainya sudah dikomersialkan jadi tempat wisata ), main petak umpet, nonton Kakak main layangan dan masih banyak lagi.
Beda dengan anak jaman sekarang, anak generasi Milenial, yang kerap akrab dengan permainan game online, jaman saya juga ada game Online PS kelahiran pertama kali ya hehe.. Anak jaman sekarang sebutannya lucu, anak generasi strawberry, sedikit-sedikit butuh healing , Â dan terkenal demam Nomo phobia atau Not mobile phone phobia alias tidak bisa hidup tanpa gadget. Aih jadi ngomongin generasi anakku.Â
Ok Kembali kepada tema.
Saking indahnya masa kecil saya, tak ingin rasanya memori itu lekang dalam ingatan, makanya saya ikat melalui tulisan.
Berbicara tentang masa kecil mengingatkan saya kepada tokoh lelaki paling tampan yang menjadi Cinta Pertama saya, cieee ciee...Â
Siapa gerangan ? Dialah Abah. Â
Kisah Bersama AbahÂ
Kenangan indah saya bersama Abah banyaak sekali. Sejak saya kecil balita sampai saya kelas 6 SD ( masih kecil juga sih ). Abah masih selalu setia menyisir dan mengepang rambut saya, menyetrika baju dan seragam saya, memasangkan kaos kaki, sepatu dan merapihkan tali, meraut pensil dan menyiapkan semua kebutuhan sekolah sampai akhirnya saya dituntun  untuk mengerjakan segala sesuatunya sendiri dengan diberi contoh tentunya.
Tiap kali tidur, Abah sigap dengan memasangkan selimut, obat nyamuk, mematikan lampu, kalo kami ketiduran depan Tv, Abah menggendong kami pindah ke kamar. Abah juga seorang koki handal, dari masakan sederhana bisa disulap jadi makanan sepesial. Seorang pendongeng yang baik, menjelang tidur dengan kisah para nabi, sahabat, bahkan kisah si Malin kundang. Abah bisa menjadi dokter terbaik, untuk pertolongan pertama pada anaknya. Terampil menjahit baju sederhana, penulis tangan yang indah dan bebrapa keterampilan lain. Namun Abah orangnya tidak banyak mengeluh dan lebih pendiam daripada mamah he. Sepertinya saya dan adik mendapatkan 100% limpahan kasih sayang saat itu. Â
Meskipun pada akhirnya Abah pergi untuk selamanya.