Mohon tunggu...
Mawar RitaGinting
Mawar RitaGinting Mohon Tunggu... Penulis - Hidup Itu, Merencanakan, mengerjakan,menyelesaikan

Hidup Itu, Merencanakan, mengerjakan,menyelesaikan.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Pahit Getirnya Kehidupan Seorang Janda di Lingkungan Sosial

2 Agustus 2019   10:29 Diperbarui: 3 Agustus 2019   05:25 1757
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: Shutterstock

Menyandang status janda bagi seorang perempuan teramat berat, baik itu janda yang ditinggal mati atau menjadi janda karena pilihan ditinggal pergi. Terlebih jika status janda tersebut diemban selagi masih muda. jika berbicara jujur, takkan ada yang sudi menjadi seorang janda.

Beratnya menjadi seorang janda selain sulit lepas dari rekam jejak masa silam, ditambah lagi stereotip di tengah-tengah kehidupan masyarakat yang menganggap momok janda sangat menakutkan (mengalahkan rasa takut para pejabat jika menghadapi KPK) khususnya di kalangan ibu-ibu yang masih bersuami.

Di dalam kehidupan sosial seorang janda kerap menjadi bahan bulan-bulanan omongan mulai dari penampilan, cara berdandan, penghasilan, dan pertemanan hingga hal yang paling kecil akan menjadi "trending topic" mengalahkan isu perpindahan ibu kota Negara Indonesia.

Menjadi seorang janda teramat sulit. Saat tidak menggubris penampilan, maka akan langsung jadi santapan hangat untuk dinyinyiri, "Pantes ditinggal suami, ngurus diri saja tidak becus". Sementara jika si janda berdandan dan berpenampilan wah, maka lingkungan akan berseloroh, "Eh simpanan siapa? Dari mana dia bisa begitu?" Rumor jelek tanggapan untuk si janda akan menjadi berita yang paling hot dibahas pagi dan sore.

Kadang tanggapan miring dan momok menakutkan yang disandingkan dengan gelar janda, efek dari perilaku dan tingkah janda itu sendiri. Jika seseorang menjadi janda serta merta dipandang rendah dan hina karena dianggap akan mengganggu rumah tangga orang lainnya. Tidakkah mereka pernah berpikir positif sedikit saja tentang seorang janda? Seperti syair lagu dangdut "tidak semua laki-laki", sama halnya juga dengan yang sudah janda yang tidak semua berkelakuan minus.

Betapa getirnya berstatus janda, terlebih di era digital dengan berkembangnya medsos. Apabila seseorang diketahui berstatus janda, tidak jarang pesan tidak senonoh masuk di kolom pribadi seperti messenger, wa, dan email. Belum lagi panggilan telepon iseng di tengah malam.

Ditambah lirikan mata saat berpapasan dengan tetangga hidung belang atau godaan dan gombalan serta sebagainya, seolah seorang janda gampang untuk dipatahkan dalam hal yang negatif dan akan menyambut semua rayuan pulau kelapa yang dialamatkan kepadanya.

Hal seperti itu tidak akan menjadi tanggapan bagi para janda, walau tidak dipungkiri banyak juga janda yang justru "menyambut". Namun sandungan-sandungan seperti itu tidak akan melemahkan para janda yang berpikir dan memandang hidup ke depan. 

Karena memperjuangkan hidup di tengah-tengah getirnya dalam tahap-tahap dari masa kelam yang harus ditunjukan pada dunia bahwa seorang janda dalam melalui coban dan rintangan yang pekat dan kelam dengan beban kehidupan masa lalu harus berdiri kokoh dan berjalan lurus untuk sebuah pembuktian bahwa tidak semua janda salah langkah.

Jika dikaji lebih dalam di balik itu semua, pernahkah orang-orang menyadari beban bagi para janda yaitu saat buah hati yang masih kecil menanyakan di mana bapaknya? Kenapa ayah pergi gak pernah pulang? kenapa foto laki-laki yang dipajang itu kepalanya "terpotong"?

Ucapan yang kejam sekali pun tidak akan pernah melemahkan seorang janda yang dengan tegar tetap menyongsong kehidupannya. Namun air mata yang mengalir dalam dada bisa menghacurkan pertahanan yang kokoh bak baja kontan meleleh jika perkataan di atas keluar dari bibir mungil buah hati seorang janda.

Karena ucapan yang lirih dan terbata itu melebihi tajamnya sembilu, mengalahkan pukulan godam, seolah tubuh hanyut oleh ombak yang kuat. Hanya sebuah pelukan hangat menjadi kekuatan meraih si kecil menahan tangis yang akan meledak, seolah kuat dan berbisik, "Kelak kalau kamu dewasa kamu akan mengerti semuanya."

Mengertikah orang-orang di sekitar saat seorang janda berpapasan dengan sepasang suami-istri mesra berboncengan dengan anaknya melintas di hadapannya, berkata dalam hati, "Betapa bahagianya mereka."

Bagaimana perasaan seorang janda saat harus menjadi orangtua tunggal, menjadi ibu sekaligus ayah. Beratnya menjadi janda saat anak demam di tengah malam tanpa ada tempat berbagi. Namun seorang janda akan tetap tegar jalani kehidupan demi buah hatinya sebagai penyemangat hidup dan topangan hidupnya di kala menua.

Seorang janda akan cenderung tidak bergaul di lingkungan. Hal itu dilakukan agar tidak menimbulkan rasa risih bagi perempuan lain yang bersuami. Seorang janda tidak akan terlalu menanggapi masalah di sekitarnya karena akan menimbulkan konflik bila dia ikut berperan. Seorang janda akan terkesan garang dan angkuh agar ada rasa sungkan orang di sekitarnya. Betapa berat menjadi janda karena tidak akan pernah dipahami mereka yang tidak mengalaminya.

Dan seorang janda tidak akan pernah menjandakan wanita lain untuk melengkapi kebutuhan dan keutuhan dalam kehidupan yang dijalaninya. Seorang janda tidak akan membiarkan wanita lain mengalami nasib yang sama dengannya. 

Seorang janda lebih mengutamakan kebahagian orang-orang yang dicintainya tanpa memikirkan kebahagian dirinya sendiri. Jika kamu seorang janda, jadilah janda terhormat, karena seorang janda akan berharga tergantung pada dirinya sendiri, agar kelak anakmu dengan bangga menopang kehidupanmu di kala kamu sudah tak berdaya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun