Kejadian gempa bumi, tsunami, yang diikuti dengan bencana likuifaksi yang menimpa beberapa wilayah pada Provinsi Sulawesi Tengah ini tentunya tidak sedikit memakan kerugian bagi masyarakat setempat. Bukan hanya kerugian materi, tetapi tak sedikit pula korban jiwa yang gugur dalam bencana alam ini. Gubernur Sulawesi Tengah menyampaikan bahwa terdapat 4.340 korban meninggal akibat gempa bumi dan tsunami, ini termasuk 667 orang yang dinyatakan hilang. Gempa juga menyebabkan 4.438 orang mengalami luka berat, 68.451 kerusakan rumah, dan 206.494 orang yang mengungsi (Pusgen, 2019). Operasi penyelamatan dan pencarian dihentikan pada 12 Oktober 2018. Adapun daerah tempat longsor-likuifaksi dianggap kuburan massal bagi korban yang terkubur dalam longsoran likuifaksi. Ibukota Provinsi (Kota Palu), dengan populasi yang relatif besar, yaitu sekitar 350.000 jiwa, mengalami kerugian yang paling parah, baik kerugian materi dan ekonomi, namun juga kerugian jiwa (Pusgen 2019). Kebanyakan korban yang terdampak dengan longsor likuifaksi ini menobatkan bencana ini sebagai salah satu tanah longsor paling signifikan dalam beberapa dekade terakhir.
      Dampak dan kerugian yang disebabkan oleh bencana likuifaksi tentu sangat merugikan warga yang tinggal di wilayah yang berpotensi terjadinya likuifaksi setelah terjadinya gempa. Untuk itu, warga sekitar dibantu dengan pemerintahan daerah harus mengetahui dan memahami sepenuhnya tentang faktor-faktor yang dapat menyebabkan likuifaksi sehingga warga dapat memilih lokasi dan tanah yang bagus untuk mendirikan bangunan. Sehingga, dampak dari likuifaksi dapat diminimalisir saat terjadi gempa.
Â
Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H