Periode masa remaja sering kali didefinisikan sebagai suatu perkembangan peralihan dari berakhirnya masa kanak – kanak menuju awal kedewasaan. Periode masa remaja ini terbagi menjadi dua masa, yaitu masa remaja awal (early adolescent), dan masa remaja akhir (late adolescent) dengan rentang usia sekitar 11-13 tahun sampai 18-20 tahun. Pada periode ini anak akan mengalami tumbuh kembang fisik, psikologis dan intelektual yang pesat dan cenderung memiliki rasa ingin tahu yang tinggi juga berani mengambil risiko tanpa pertimbangan yang matang. Remaja tentunya sangat berperan dalam proses pembangunan negara sebagai generasi penerus bangsa. (Shidiq et al., 2018)
Di Indonesia pada umumnya anak – anak mengalami masa remaja awal dan memasuki jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), pada masa ini akan timbul beberapa hal negatif dari masa pubertas seperti ini labil, kecemasan, takut, gelisah. (Nurhafifiyanti et al., 2022) Perubahan – perubahan yang terjadi ini sering menghasilkan emosi yang bervariasi, oleh karena intu pada masa ini lah diperlukannya bimbingan dan dukungan dari sekolah juga orang tua karena remaja mudah sekali untuk digerakkan dan melampiaskan rasa ingin tahunya melalui kegiatan – kegiatan remaja yang jika tidak diawasi dapat menjerumus pada kenakalan remaja seperti: 1) Penggunaan Narkotika yang dilansir dari hasil survei nasional pravalensi penyalahgunaan narkotika ditahun 2023 sebesar 1,73% atau setara dengan 3,3 juta penduduk dengan peningkatan secara signifikan pada penduduk berusia 15 – 24 tahun. 2) Tawuran dan perkelahian, berdasar data Polda Metro Jaya terdapat 111 kasus tawuran 3) Seks bebas, berdasarkan data BKKBN 60% remaja di usia 16 - 17 Tahun melakuan hubungan seksual dan berakibat kepada angka aborsi akibat kehamilan yang tidak diinginkan. Juga tingkat penyebaran penyakit HIV yang semakin tinggi.
Kenakalan remaja meliputi perilaku – perilaku yang menyimpang hal ini tentunya tidak dapat terjadi begitu saja, terdapat faktor – faktor penyebab kenkalan remaja, sebagai berikut: 1) Keadaan lingkungan keluarga yang kurang harmonis dan kurangnya kontrol dari orang tua. 2) Kontrol diri yang lemah sehingga dapat mudah terbawa arus. 3) Lingkungan sosial yang kompleks dan beragam, seperti keterlibatan dalam sebuah grup yang tidak terbimbing. (Rulmuzu Fahrul, 2021) 4) Pendidikan juga menjadi faktor penyebab terjadinya kenakalan karena, kualitas pendidikan yang rendah dan kurangnya pembekalan mengenai resiko dan dampak kenakalan remaja yang diberikan oleh sebuah sekolah.
Pendidikan merupakan sebuah proses usaha yang terencana untuk mewujudkan lingkungan belajar yang menyenangkan untuk peserta didik agar dapat terciptanya karakter dan potensi diri juga untuk mengembangkan perannya di masyarakat. (Pristiwanti et al., 2022). Namun pendidikan justru menjadi salah satu faktor dari terjadinya kenakalan remaja hal ini tentunya sangat disayangkan karena pendidikan berperan bukan hanya sebagai usaha belajar dan mengajar namun juga berperan untuk membentuk karakter positif dan melahirkan sumber daya manusia yang dapat mengambil perannya dan berkontribusi di masyarakat. Pendidikan seharusnya dapat membantu peserta didik dan membimbing agar tidak terlibat dan memahami bagaimana dampak negatif dari kenakalan remaja.
Kenakalan remaja bukanlah masalah sepele, hal ini perlu dicegah dan ditindak lanjuti karena remaja merupakan generasi penerus bangsa. Pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), terdapat pembelajaran IPS yang tentunya berkaitan dengan kehidupan bermasyarakat. Pembelajaran IPS ini dapat berperan sebagai pencegahan kenakalan remaja, dengan membantu peserta didik dalam memahami bahwa dimasa remaja ini akan banyak sekali perubahan yang dialami baik segara fisik maupun emosional, memberikan pemahaman terkait resiko kenakalan remaja yang dihubungkan dengan materi pembelajaran dikelas.
Dalam pencegahan kenakalan remaja, tentunya perlu didukung oleh peranan guru sebagai pembimbingan pembelajaran yang menanamkan pembelajaran moral melalui ceramah, diskusi, dan memberikan penghargaan, pembina dimasyarakat dengan menunjukkan sikap bertanggung jawab dan memiliki peranan dalam membantu masyarakat, dan juga fasilitator dikelas. (Suyanti, 2018) Hal – hal tersebut perlu dilakukan secara bersamaan sehingga dalam proses pembelajaran peserta didik mampu berpikir kritis dan mendapatkan Joyful learning atau pembelajaran yang menginspirasi sehingga dapat membantu perubahan karakteristik peserta didik yang sesuai dengan tujuan dan dapat diterima oleh peserta didik. Guru pun perlu menerapkan model pembelajaran terpadu agar peserta didik dapat mendapatkan pengalaman belajar yang relevan dan diterapkan dalam kehidupan sehari – hari. (Siswanto Heni Waluyo, 2011)
Kenakalan remaja dan pembelajaran IPS dapat menjadi kedua hal yang berkesinambungan, pembelajaran IPS perlu menjadi pencegah kenakalan remaja agar sesuai dengan tujuan yaitu menciptakan warga negara yang baik dan mampu membentuk karakter peserta didik yang bertanggung jawab juga memiliki peranan di masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H