Mohon tunggu...
Cerpen

Kita yang Memilih

23 Agustus 2018   11:25 Diperbarui: 23 Agustus 2018   11:22 256
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ingin ku beritahu satu hal padamu tentang kita. Ya, kita. aku dan kamu yang pernah menjadi kita. Aku pernah menjadi orang yang paling rapuh, saat semua menghilang begitu saja. Aku pernah menjadi penyendiri yang bebal, menikmati sepi dan rindu yang tak pernah berhenti. Seperti pasir pantai yang terpisah dari kawanannya. Bahkan aku pernah hampir lenyap seperti debu yang terjatuh ketepian pantai.

            Kau tau, disaat semua beban kian memberat dan menimpaku. Disaat aku haus akan kasih dan sayang, kau datang dengan sejuta harapan. Seoalah kau adalah satu-satunya dari sekian banyak yang pernah menepi. Seketika aku berlari kearahmu. Kakiku berpacu untuk meraihmu, bibirku bergetar untuk pertamakalinya karena Aku menyukai duniamu. Aku menyukai setiap harapan yang kau ucapkan. Lihatlah, kini aku meninggalkan semua hal tentang malam dan sunyi. Aku berlari ke arahmu sekencang angin berhempus. Aku berlari tanpa menaruh sedikitpun rasa khawatir padamu.

            Rasa haus akan kasih dan sayang kian memanas. Aku ingin menjadi satu-satunya orang yang paling kau mengerti. Aku ingin menjadi bunga yang selalu mekar tanpa harus memikirkan kapan aku harus berhenti untuk mekar, agar aku segera menjadi buah yang memiliki biji sempurna. Bukankah itu hal yang sederhana ? aku tidak perlu kesempuranaan untuk mnyukaimu, karena aku tau kelak kau yang akan menyempurnakan setiap kekuranganku.

            Kita yang memilih untuk menjadi satu agar tetap utuh. Kita yang memilih berdiri bersama. Kita juga yang memilih untuk saling berdampingan. Tapi, lagi-lagi anganku salah menilaimu. Benar-benar salah. Harus ku akui bahwa aku juga salah, karena menilaimu sebatas anganku saja.

            Kau yang datang dengan sejuta alasan membuatku melebarkan senyum dibibir ini. Tapi, ternyata kau datang hanya membangkitkan amarahku saja. Karena kau hanya orang yang ingin menolongku dari rasa keterpurukanku saja. Aku salah, lagi-lagi aku salah karna menilaimu dari senyum yang kau lontarkan padaku.

            Pada akhirnya, aku tidak cukup menjadi sederhana untuk menjadi orang yang kau sukai, aku harus menjadi sempurna dimatamu walau banyak kekurangan dimata mereka. Kau hanya membuatku berfikir lebih keras, bagaimana proses bunga menjadi biji. Kau menginginkan biji, sementara aku menginginkan bunga. Anganku mulai sirna tentangmu, tapi angin berbisik padaku, "teteplah berproses" dan aku hanya terdiam tanpa sanggup berkata.

            Lamunku melayang tinggi dan terhempas ke tanah. Ternyata angin benar, aku harus berproses agar aku menjadi biji yang sempurna. Namun, biji saja tidak cukup. Aku harus menjadi tunas kecil yang muda dan rentan terhadap kekerasan. Benar-benar proses yang sulit. Tapi, aku tetap memilih untuk menjadi orang yang hidup pada sebuah proses, kelak setelah aku menjadi tunas muda yang rentan, aku akan menjadi pohon yang kokoh dan menghasilkan bunga yang berbiji.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun