Mohon tunggu...
Cerpen

Senja Berkalut Rindu

19 Agustus 2018   20:18 Diperbarui: 19 Agustus 2018   20:33 402
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Mentari akan segera kembali untuk beristirahat dan akan kembali esok hari, itu sudah pasti. Sebelum mentari benar-benar pergi iya perpamitan kepada senja seakan senja mengerti jika mentari berjanji akan segera kembali. Angin sepai-sepoi juga ikut mengiringi kepergian sang mentari seakan mempersilahkan mentari pergi tanpa menaruh sedikitpun keraguannya.

Kicauan burung yang saling bersahutan menghantarkan kepergian sang mentari dengan kicaun nan merdu mengucapkan terimakasih telah datang untuk menyinari hariku. Ombakpun saling bertegur sapa seolah mereka bercengkrama bahwa mentari akan segera kembali tepat pada waktunya.

Kamu tau, mentari akan kembali tanpa berjanji kepada alam. Ia benar-benar kembali tepat pada waktunya, tidak ada yang mengingtkannya untuk kembali tapi ia benar-benar kembali padawaktunya. Salahkah aku yang mengharapkanmu kembali tepat pada waktunya seperti sang mentari?

Jika itu adalah hal yang salah, coba jelaskan padaku dimana letak kekeliruanku yang mengharapkanmu untuk kembali seperti mentari yang tak pernah ingkar walau ia tak pernah mengucapkan janji kepada alam bahwa ia akan kembali.

            Masihkah aku adalah orang yang tetap mengisi ruang yang pernah kau tempatkan itu? Atau aku hanyalah senja dalam benakmu yang hanya ada untuk sekedar mengisi kekosongan sang kalbu? Jangan biarkan aku berImajinasi bahwa aku adalah satu-satunya bukan salah satunya jika memang benar bukan aku sosok yang kau puja selama ini. Imajinasiku selalu membuatku terbang ke alam yang dinamai kebahagiaan. Imajinasiku seoalah tak mau beranjak dan berkunjung ke alam yang dinamai kenyataan oleh jiwa.

Aku selalu berusaha mengulur senja pergi dengan imajinasiku. Namun malam dan sunyi selalu menyadarkan aku bahwa senja telah pergi. Aku selalu terlambat untuk menyadirinya dan tidak pernah bertemu waktu untuk berpamitan pada senja, aku terbuai oleh angan yang tak kunjung menyadarkanku untuk kembali.

Aku tidak menemukan cara untuk sekedar mengucapkan selamat tinggal ataupun sekedar melambaikan tangan. Malam berusaha menghiburku dengan kedipan bintang yang melihatku dengan senyumannya dan terkadang pergi tak tau kapan akan kembali.

Setelah begitu lama kelam tak kunjung beranjak. Kelam begitu nyaman untuk tinggal dan bercengkrama dengan imajinasi kosong dan harapan semu. Aku selalu berusaha untuk melupakan tanpa berharap kau akan kembali, dan itu membuatku seperti seorang yang hampir gila karena berlari tanpa kaki dan terbang tanpa sayap penopang yang kokoh. 

Bagaimana mungkin aku bisa beranjak dari ruang sunyi ini ? Sementara aku saja tidak tau bagaimana caranya beranjak tanpa jejak usang yang selalu mengikutiku. Dia selalu menghantuiku. Dia terlihat usang tapi sangat bermakna untuk masa kelam yang pernah aku lalui bersamamu.

Mereka bilang senja begitu indah, untuk dinikmati dikala hati berhenti berkelana karena lelah oleh harapan semu. Tapi mengapa hati ini semakin lelah ? Apakah jejakmu begitu membekas? Hingga sang waktupun seolah berhenti untuk mengingatkanku bahwa kau sudah pergi, ya pergi. Bahkan pergi begitu jauh. Mataku telah lelah menatap ruang kosong yang tidak memililiki arti apa-apa. Tapi hatiku begitu kokoh untuk mempertahankanmu agar tetap tinggal.

Jiwaku begitu lelah harus berdebat dengan rindu. Hati yang selalu berjuang dengan rindu untuk tetap mempertahankanmu dalam imajinasi yang tak kunjung selasai. Dapatkah kau mengisyaratkan pada hati, bahwa kau benar-benar pergi dan tak akan pernah tinggal lagi? Walau hanya singgah sebentar saja.

Jangan biarkan imjinasiku terlalu tinggi menghayalkan kedatanganmu untuk kedua kalinya. Meskipun kau akan singgah kembali, jangan biarkan hati memberimu ruang walau sekecil apapun itu. Karna pada dasarnya Jiwaku terlalu lelah untuk berjuang kembali.

Kata orang, melupakan bukanlah hal yang harus dilakukan. Karena lupa, tidak akan tercipta jika hati masih menyimpan sejuta kenangan usang yang tak kunjung hancur. Aku selalu berusaha untuk tidak mengingatmu. Banyak hal yang terjadi semenjak kau pergi. Namun rinduku lebih besar dari kegilaanku. Tidak perduli seberapa keras aku berusaha untuk melupakan sosokmu yang telah pergi, hati dan imajinasiku selalu sejalan menunggu kedatanganmu kembali.

Tidak sedikit orang yang tersakiti oleh rindu. Aku juga bingung, mengapa rindu begitu kejam memperlakukanku seperti ini. Atau aku yang terlalu bodoh membiarkannya singgah berlama-lama? Siapa yang bisa disalahkan, aku atau sang rindu?. Aku tidak pernah menawarinya untuk singgah. Sedikitpun tidak pernah. Aku bahkan tidak ingin mengenal sang rindu. Karena mengenalnya, hanya membuatku lelah dikeheningan malam.

Khayalanku tidak pernah beranjak dari masalaluku. Hayalanku terlalu enggan untuk menerima, bahwa kau telah benar-benar pergi. Tidak ada kata pasrah yang terlontar dari bibirku, karna hati selalu berbisik 'kau masih disini, ya. Disini, diruang yang sudah lama tak kau singgahi lagi'. Begitu sulitnya berbicara pada hati agar ia mengerti. Semua ceritamu masih melekat pada sang hati yang tak kunjung mengerti akan kenyataan yang ada.

Menunggumu membuat kisahku terhenti sampai disini saja. Hadirmu memang pernah mewarnai hidupku, tapi itu dulu. Ya, benar. Itu hanya sebuah masalalu yang telah lama berlalu. Kini, kisahmu dan kisahku bukanlah lagi kisah kita. Aku dan kau telah memilih jalan yang berbeda untuk dilalui sendiri. Air mataku kini tak mau lagi menetes walau imajinasiku selalu saja tentangmu. Percayalah, aku telah lelah untuk semua drama singkat yang pernah kita namai dengan Asmara ini.

Aku yang mengumpulkan sebanyak mungkin tenagaku hanya untuk berlari. Dan aku percaya, aku pasti bisa melupakan setiap pelukan hangat tanpa makna yang pernah kau berikan. Senyumanmu yang sangat menyakitkan disetiap jejak yang kau tinggalkan akan ku hapuskan dengan senyuman indah ini. Percayalah, suatu saat aku sanggup berlari seperti mereka yang telah mendahului ku. Sisa-sisa ketegaran ini akan ku sumbangkan pada setiap hal yang pasti.   

Jika kamu tau tentang mentari, maka cahayanyalah yang akan membuat malamku yang panjang akan berakhir, seperti cahaya sang fajar yang mengajarkanku indahnya untuk beranjak. Aku sedang percaya diri. Bahwa kau hanya salah satunya bukan satu-satunya. Akan ku cari sesorang yang akan melindungiku. Akan ku cari seseorng yang akan menemaniku dan akan ku buat dia tetap tinggal. Tidak akan ku izinkan dia beranjak walau hanya sebentar saja.

Tidak ada rencana yang tersusun rapi sedemikian rupa. Aku dan kau hanya peran utama yang tak pernah dipersatukan. Kau bukan milikku dan aku hanya sebuah masalalu yang pernah ada. Aku bukan peran utama dalam hidupmu, dan kau hanya sepenggal cerita yang pernah menghiasi imajinasiku. Mungkin aku akan menunggu sang mentari untuk menjelaskan pada hati. Bahwa itu hanya senja yang berkalut rindu semu semata.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun