Mohon tunggu...
Mawardi
Mawardi Mohon Tunggu... Petani - Pemuda Perbatasan "Belajar Bernarasi"

Perpengetahuan mungkin cara untuk tidak menghegemoni hak-hak orang lain

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Refleksi Narasi Kebangsaan: Penegasan Posisi Pemuda

17 Agustus 2021   11:04 Diperbarui: 17 Agustus 2021   11:09 593
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Benar bahwa bangsa Indonesia memiliki narasi panjang untuk perlu dipahami secara utuh, dan setiap warga negara pasti mempunyai kacamata sendiri dalam memaknai alur narasi tersebut yang sangat dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan dan analisis masing-masing.

Dan pemaknaan-pemaknaan tersebut yang akhirnya terpancar dalam bentuk prilaku di ruang-ruang publik. Karena setiap warga negara mengisi ruang-ruang itu guna menterjemahkan nilai-nilai yang diyakini. Hingga keberagamanpun menjadi ciri khas tersendiri.

Para pendiri bangsa pun menyatakan bahwa nilai-nilai dalam setiap sila Pancasila merupakan ekstraksi nilai-nilai yang telah lama terbentuk dan bersemayam menghiasi hamparan bumi nusantara yang akhirnya menjadi suatu kesatuan dalam bentuk kesadaran.

Jika kita mencoba melirik balik pada masa dibangku sekolah, kerap kali nilai-nilai kebangsaan yang diajarkan hanya sebatas konsep yang masih jauh dari pemaknaan yang lebih mendalam atau hanya sebatas hafalan, seperti pembukaan UUD 1945 dan Pancasila.

Malah sampai pada fase bahwa lambang garuda pun beserta sila-silanya hanya menjadi hafalan sakral yang hanya terpajang menghiasi dinding sekolah, kantor dan sejenisnya. Ini bisa menjadi sebuah pisau autokritik bagi kita dalam memandang setiap sudut kondisi bangsa.

Mungkinkah kita harus bertanya ulang untuk meredefinisi apa sesungguhnya makna merdeka pasca tahun 1945. Apakah kata merdeka hanya digaungkan hanya pada saat menjelang detik-detik hari kemerdekaan dengan simbol-simbol bendera merah putih.

Perayaan-perayaan 17 Agustusan pun malah lebih dominan pada pamaknaan-pemaknaan aksiden saja, seperti pendirian tiang-tiang bendera disetiap rumah dan kantor, dan pengibaran-pengibaran bendera merah putih sepanjang mungkin, walaupun itu tidak salah.

Bukankah perlu untuk melakukan pola edukasi yang masif tentang narasi perjalanan panjang bumi nusantara menjadi bangsa Indonesia yang mungkin bisa dikemas seperti dalam dialog-dialog, kesenian dan bentuk-bentuk lainnya dengan memandang dari sudut yang berbeda.

Karena pembaruan pemaknaan yang mendalam bisa menjadi hal penting untuk dimiliki oleh generasi penerus sebagai pisau analisis. Karena pengerdilan nilai hanya akan menjerumuskan para generasi muda ke jurang keusangan akan pengetahuan tentang sejarah bangsanya.

Membangun kesadaran memang bukan merupakan hal mudah, apalagi kesadaran tersebut menjelma menjadi tindakan-tindakan yang mewakili nilai-nilai luhur pemersatu. Maka dibutuhkannya gerakan yang konsisten dan masif sebagai bentuk peningkatan SDM.

Karena menghadapi tantangan zaman dan kompleksitas permasalahan bangsa di tengah derasnya arus globalisasi dan memasuki era pasca kebenaran (post--truth). Maka tingkat pemahaman akan pengetahuan generasi muda menjadi senter dalam menuntun ke mana arah gerak perubahan bangsa ke depannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun