Mohon tunggu...
Mawardi Dewantara
Mawardi Dewantara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Filsafat

mahasiswa dengan hobi menulis dan olahraga. selaras dengan slogan "men sana in corpore sano"

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Tuhan Punya Selera

26 Desember 2023   15:08 Diperbarui: 26 Desember 2023   15:12 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tuhan.

Cinta

Misteri

Skenario agung

Ia menjawab doa dengan istimewa

Ia berbincang dengan indah

Tuhan selalu punya selera di atas rata-rata

Karena Ia bukan rata-rata

____________

Benarkah manusia makhluk sosial? apa benar manusia selalu bergantung pada orang lain? Dalam hal apa manusia bergantung? bukankah selama ini setiap orang jalan sendiri-sendiri walaupun selalu berdampingan dengan perjalanan orang lain?

Di dalam perjalananku menuju pendewasaan, ku temui berbagai hal yang sedikit demi sedikit menggeser pandangan yang sebelumnya sudah menjadi kepercayaan. satu-persatu peristiwa membawa makna tersendiri. air mata, gelak tawa, hingga ekspektasi telah mengajarkan sesuatu yang tak hanya berharga, tapi lebih dari itu. itu semua bukan sekedar pelajaran. Semua itu bisa disebut dengan cara tuhan berkomunikasi dengan manusia.

seperti halnya komunikasi yang terjadi pada manusia, selalu ada makna yang luput dari pemahaman. Yang akhirnya berujung pada kesalahpahaman. Jika Rene Descartes pernah mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mampu memahami pemikirannya, nampaknya hal itu hanya datang dari kesombongan. Faktanya, tak ada seorangpun yang mampu memahami pemikiran seseorang walaupun dengan model komunikasi yang sudah banyak diteliti dan disempurnakan.

Romeo tak pernah tau isi hati kekasihnya, julliet. Ia hanya tahu bahwa saat itu ia merasakan kasih sayang yang mungkin tidak bisa ia ungkapkan. Kalaupun ia mampu membahasakan perasaannya, itupun tak akan bisa mewakili seluruh isi kepala dan hatinya. Sedangkan Julliet, ia menerima kata-kata cinta yang memabukkan walaupun mungkin sesekali ia akan salah paham. ya begitulah perputaran kesalahpahaman komunikasi.

Para filosod berusaha memastikan kebenaran suatu pemikiran. Mulai dari metode yang dicetuskan oleh para ilmuwan di konferensi besar dunia filsafat ilmu, kita sering menyebutnya Lingkaran Wina, sampai pada teori-teori penelitian baru yang sedang dikembangkan. Metode verifikasi tak sanggup menemukan kebenaran. Lalu manusia beralih pada metode falsifikasi. Keduanya tak menghasilkan apa-apa kecuali hanya perdebatan yang terus berulang. 

Mungkin benar apa yang dikatakan Marcus Aurelius yang telah hidup jauh sebelum metode penentuan kebenaran digalakkan. "Semua yang kita dengar adalah opini, semua yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran". akankah manusia kembali ke pemikiran marcus aurelius? ah entahlah, toh nantinya akan ada banyak opini yang muncul dari perkataan marcus aurelius itu. Akhirnya, terjadilah kesalahpahaman yang terus berulang. 

lalu apa bisa kita mempertahankan pendapat bahwa manusia selalu membutuhkan orang lain? mungkin iya di beberapa aspek. tapi tidak dalam hal pandangan, perasaan, ataupun prinsip. 

Itulah yang kini kusadari selama perjalananku menuju kedewasaan ini. Terbersit kesimpulan yang mungkin belum final. Bahwa manusia harus mampu berjalan sendiri tanpa ada orang lain yang membantunya dalam beberapa hal.

Rasa dan pemikiran yang tak bisa dimengerti orang lain selamanya hanya menjadi milik kita. Berat dan ringannya hanya kita yang menjalani. Dan itulah yang mungkin menjadi ukuran seberapa dewasa seseorang. Semakin dewasa, seharusnya seseorang mampu memahami dan mengatasi semua itu. 

_______________________________________

Hari ini aku sedang di suatu tempat yang cukup jauh dari orang-orang terdekatku. Tempat dimana tak ada satupun orang yang kupercaya untuk mendengarkan isi hatiku. Lewat tulisan ini, aku bukan hanya menuliskan apa yang tersirat di benakku. Tapi ini adalaha sebuah cara untuk berpikir dan berkontemplasi. 

Entah mengapa menulis selalu mendatangkan suatu inspirasi baru, yang kata orang ini adalah "ilham". Sebuah pengetahuan yang datangnya langsung dari Tuhan. Dan beginilah caraku berbincang dan bertanya pada tuhan tentang suatu keresahan. Termasuk perasaanku saat ini, dimana aku merasa hidup sendiri dengan semua kecemasa, rasa bimbang, dan rindu yang mengendap dalam hati. Ku harap tulisan ini kelak akan dibaca oleh orang-orang yang sedang dalam fase ini.

_____________________________

Terbersit dalam pikiranku sekarang, bahwa hidup mungkin membutuhkan orang lain dalam urusan fisik. Tapi hal yang lebih dalam dari itu, hanya Tuhan yang mempu membantu dan mengerti. Kini aku mulai mengerti kenapa Tuhan memerintahkan manusia untuk melakukan sholat Lima waktu, tak lain adalah cara kita berkomunikasi dengan tuhan dalam segala hal yang ada dalam pikiran dan perasaan.

Walaupun sampai sekarang Tuhan tidak pernah menjawab doaku dengan jawaban langsung. Seperti halnya komunikasi antar manusia pada umumnya. ada yang bertanya dan ada yang menjawab. Tapi bukan Tuhan jika polanya sama seperti manusia. Tuhan punya cara yang lebih istimewa untuk menjawab. Lebih istimewa dari sepasang angsa yang saling bertukar perasaan cinta di tepian sungai, ataupun ungkapan perasaan cinta Romeo dan Juliet melalui sebilah pisau yang tertusuk tepat di jantung mereka.

Tuhan menjawab segala pertanuyaan dengan hal yang lebih agung. Ia menjawabnya dengan sebuah skenario besar yang melibatkan alam semsta dan seisinya. Melalui rangkaian peristiwa yang membawa hikmah bagi siapa saja yang merenunginya. 

Mungkin apa yang terjadi sekarang merupakan jawaban tuhan dari pertanyaanku di masa lalu tentang apa itu dewasa, dan bagaimana mencapainya? sekarang Tuhan menjawabnya dengan luar biasa. Ia menjawabnya di waktu yang cukup tepat. Dimana aku sudah siap menerima jawabannya. Agar kelak tidak terjadi kesalahpahaman. Tuhan memang istimewa. Kalau Gudang Garam punya jargon "Pria Punya Selera", kini aku juga menemukan jargon istimewa untuk-Nya "Tuhan Punya Selera".

Tahukah para pembaca yang budiman, sebenarnya aku tak tahu bagaimana akhir tulisan ini. Tapi kini, seakan Tuhan mendekteku, Menjawab pertanyaan yang kubuat di paragraf awal. Apa mungkin beginilah cara para sastrawan berkomunikasi dengan Tuhan? Melalui sebuah tulisan yang sebenarnya tidak diketahui apa dan bagaimana ujungnya. 

Sekarang, ingin ku akhiri tulisan ini dengan konklusi bahwa manusia adalah makhluk sosial di ranah fisik, tapi individual dalam hal metafisik. Semua yang berkaitan dengan metafisik hanya bisa diselesaikan dengan cara yang metafisik pula. Semoga Tuhan juga memberikan jawaban dari setiap pertanyaan kta, tentunya dengan cara yang tak akan kita lupakan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun