seperti halnya komunikasi yang terjadi pada manusia, selalu ada makna yang luput dari pemahaman. Yang akhirnya berujung pada kesalahpahaman. Jika Rene Descartes pernah mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang mampu memahami pemikirannya, nampaknya hal itu hanya datang dari kesombongan. Faktanya, tak ada seorangpun yang mampu memahami pemikiran seseorang walaupun dengan model komunikasi yang sudah banyak diteliti dan disempurnakan.
Romeo tak pernah tau isi hati kekasihnya, julliet. Ia hanya tahu bahwa saat itu ia merasakan kasih sayang yang mungkin tidak bisa ia ungkapkan. Kalaupun ia mampu membahasakan perasaannya, itupun tak akan bisa mewakili seluruh isi kepala dan hatinya. Sedangkan Julliet, ia menerima kata-kata cinta yang memabukkan walaupun mungkin sesekali ia akan salah paham. ya begitulah perputaran kesalahpahaman komunikasi.
Para filosod berusaha memastikan kebenaran suatu pemikiran. Mulai dari metode yang dicetuskan oleh para ilmuwan di konferensi besar dunia filsafat ilmu, kita sering menyebutnya Lingkaran Wina, sampai pada teori-teori penelitian baru yang sedang dikembangkan. Metode verifikasi tak sanggup menemukan kebenaran. Lalu manusia beralih pada metode falsifikasi. Keduanya tak menghasilkan apa-apa kecuali hanya perdebatan yang terus berulang.Â
Mungkin benar apa yang dikatakan Marcus Aurelius yang telah hidup jauh sebelum metode penentuan kebenaran digalakkan. "Semua yang kita dengar adalah opini, semua yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran". akankah manusia kembali ke pemikiran marcus aurelius? ah entahlah, toh nantinya akan ada banyak opini yang muncul dari perkataan marcus aurelius itu. Akhirnya, terjadilah kesalahpahaman yang terus berulang.Â
lalu apa bisa kita mempertahankan pendapat bahwa manusia selalu membutuhkan orang lain? mungkin iya di beberapa aspek. tapi tidak dalam hal pandangan, perasaan, ataupun prinsip.Â
Itulah yang kini kusadari selama perjalananku menuju kedewasaan ini. Terbersit kesimpulan yang mungkin belum final. Bahwa manusia harus mampu berjalan sendiri tanpa ada orang lain yang membantunya dalam beberapa hal.
Rasa dan pemikiran yang tak bisa dimengerti orang lain selamanya hanya menjadi milik kita. Berat dan ringannya hanya kita yang menjalani. Dan itulah yang mungkin menjadi ukuran seberapa dewasa seseorang. Semakin dewasa, seharusnya seseorang mampu memahami dan mengatasi semua itu.Â
_______________________________________
Hari ini aku sedang di suatu tempat yang cukup jauh dari orang-orang terdekatku. Tempat dimana tak ada satupun orang yang kupercaya untuk mendengarkan isi hatiku. Lewat tulisan ini, aku bukan hanya menuliskan apa yang tersirat di benakku. Tapi ini adalaha sebuah cara untuk berpikir dan berkontemplasi.Â
Entah mengapa menulis selalu mendatangkan suatu inspirasi baru, yang kata orang ini adalah "ilham". Sebuah pengetahuan yang datangnya langsung dari Tuhan. Dan beginilah caraku berbincang dan bertanya pada tuhan tentang suatu keresahan. Termasuk perasaanku saat ini, dimana aku merasa hidup sendiri dengan semua kecemasa, rasa bimbang, dan rindu yang mengendap dalam hati. Ku harap tulisan ini kelak akan dibaca oleh orang-orang yang sedang dalam fase ini.
_____________________________