“Lho, gimana sih, mbak? Kok nggak tahu?” kawan-kawanku turut menimpali.
“Baik, akan saya tanyakan pada manajer,” suaranya tak pasti.
Walhasil, secepat kilat ia menghilang ke arah dapur.
“Mencari tahu, … atau mencari tofu..?” bisik Dea, bercanda.
Namun semenjak detik itu, mbak waitress cantik tersebut tidak muncul lagi, bahkan sampai kami menyelesaikan acara makan.
“Eh, kemana mbak waitress tadi?” iseng-iseng aku bertanya, sambil menempelkan tisu ke ujung bibir, menghilangkan bekas makanan, yang barangkali saja tersisa.
Ida berkomentar, ”Kamu bawel sih, Sas. Liat aja mbak yang tadi nggak berani muncul lagi kan. Belum menemukan jawabannya mungkin.”
“Ya, bahkan mungkin dia sedang di-training kilat, seputar arti dan definisi tulisan-tulisan tadi,” timpal Ruly, sambil tertawa.
Hingga kami bangkit dari kursi dan meninggalkan restoran, pertanyaan masih menggelayut. Menggantung di pundak mbak pramusaji yang tak nongol-nongol lagi.
Terus terang, walaupun tampaknya sepele, tapi aku merasa agak bersalah juga. Apakah aku terlalu banyak bertanya? Sebab, aku benar-benar merasa curious (ingin tahu).
-----*****-----