“Tak perlu risau, Lin. Sudahlah, jangan menyebut harga sebuah pemberian. Hanya berjanjilah padaku…”, ujarnya.
Mendadak hatiku ketar-ketir. Janji? Janji apa?
Melihat raut wajahku yang berubah drastis, ia tambah tertawa lebar.
“Begini Lin, aku ingin kau berjanji jika tahun depan kau sudah menamatkan kuliahmu di Administrasi, tak perlu kau report-repot melamar kerja ke kantor-kantor di luar sana, cukup datanglah ke perusahaan yang baru kurintis ini. Bekerjalah padaku. Engkau pasti bakalan menjadi seorang pegawai handal.”
Ooohh. Bibirku membentuk huruf O.
“Memang kau kira apa? Sebuah janji, untuk menikah denganku?” ia menggodaku.
Aku tersipu malu, bagaimana ia tahu pikiranku?
Aku mencoba menutupinya, sambil menyuguhkan senyum semanis mungkin,”Baiklah Rio, jika Yang di Atas mengijinkan, kelak setelah kuselesaikan kuliah D3-ku, aku akan melamar kerja di perusahaanmu.”
Ia memegang tanganku dengan hangat.
-----*****-----
Catatan: