Krentang....krenteng....krentang....krenteng.....
Bunyi pasir bercampur batu saling berperang dalam sebuah botol kosong
“Jangan memilih aku..., bila kau tak mampu setia....”
Suara cempreng bersatu padu dengan deru mesin metro mini yang menderu
Keluar dari mulut ceking ibuku
Memecah kabut malam yang kian pekat
Berusaha melantungkan lagu ciptaan mereka yang bermasalah dengan cinta
Itu kisah cinta mereka,
Kisah cinta yang dengan mudahnya bisa mereka jual tuk menghasilkan duit
Bagaimana dengan kisah cintaku?
Kisah cintaku bertumpu pada pematian rasa seorang ibu
Ibuku dengan bermodalkan wajah dekilku,
Suara tangisku, air mataku yang kupaksakan keluar
Berharap bisa mendompleng rezeki dari ketenaran lagu tersebut
Tubuh tak terurus sang anak seakan tak menurunkan harga diri seorang ibu
Isak tangis kesakitan akibat cubitan ibu
terpaksa keluar dari tenggorokkanku yang tercekat
Air mata menetes keluar dari kedua bola mataku yang nanar
Menatap bingung bercampur harap pada para penumpang yang sedang bermimpi
Mempertegas kerja ibuku tuk mengais rezeki yang tak tentu
Oh ibu... mengapa aku dieksploitasi?
Bukankah jam segini aku seharusnya aku berada di balik selimut yang hangat?
Mengapa aku harus menangis, mengapa engkau menyakitiku
dengan alasan yang belum sepenuhnya dapat ku mengerti?
namun satu hal yang aku tahu, bahwa setelah ini aku bisa makan enak
Meskipun itu hanya sebutir telur bersama garam dan nasi
Namun inilah yang bisa kau lakukan
Agar perutku tak lagi keroncongan di tengah malam yang pekat
Meski untuk itu hatimu harus kau bentuk bak baja yang tak memiliki perasaan
Namun sesungguhnya aku tahu, hatimu yang paling terkoyak dan berdarah