Setelah beberapa purnama rapi berganti, kahidupan akan selalu berkawan dengan sunyi, sepi, dan kemudia digantikan dengan keramaian tatkala langit menyelimuti pagi dan kemudia meghantarkannya pada malam-malam yang panjang, pula dengan gemerciknya hujan yang menari pada dedaunan.
Dan kemudian perihal kamu "apa kabar?"
Hari ini kau aku berada pada kejauhan. Memeluk rindu, tersenyum lirih pada sisi ranjang kita masing-masing. Hingga mentari memancarkan sinarnya di ufuk timur dan menemani kita melakukan segala aktifitas keseharian kita, lalu kemudian Ia-pun kembali dengan meninggalkan sebuah jejak indah yang kebanyaka orang menamakannya senja.Â
Dan selanjutnya jarum jam selalu menekuni rotasinya. Kau aku masi saja memupuk beribu kerinduan yang menumpuk, mengamini doa-doa purba di malam-malam yang panjang. Kita memulai percakapan yang sederhana melalui chattingan WhatsApp.
Memberi kabar adalah bagian dari memanjakan cinta yang dirindukan. Sebab kesemuaan itu adalah bukti. Bukti bahwa cinta adalah dua insan Tuhan yang sedang memperjuangkan rasa agar tidak sampai mati, dua insan Tuhan yang selalu memberi dan menjadi.
Kekurangan mu bisa saja adalah kelebihan ku. Pun demikian dengan ku yang juga manusia. Kesalahan adalah manusiawi, maka dengan Rahman Tuhan yang menyempurnakan manusia dengan akal dan juga pikiran agar kita saling meneguri ingatan yang sedang dilumpuhkan oleh kelupaan.
Tetaplah menjadi indah yang ku kenal, dan tetaplah tumbuh bersama cinta yang kekal. Karena kau bagiku ibarat sebuah novel. Novel yang akan selalu dinikmati oleh para pecinta dan seterusnya.
Mawan Din Hatari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H