Mohon tunggu...
Mawan
Mawan Mohon Tunggu... Guru - guru

Saya adalah seorang pengajar

Selanjutnya

Tutup

Trip

Wisata Desa Sade

30 Desember 2019   11:27 Diperbarui: 30 Desember 2019   11:32 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

a Tujuan wisata liburan kami kali ini adalah Desa Wisata Sade. Desa Wisata Sade merupakan desa tertua Suku Sasak yang mempunyai luas 5Ha yang berada di Desa Rembitan, Kecamatan Pujut, Lombok Tengah bagian selatan. Penduduk kampung Sade ini merupakan generasi ke-15 dengan 150 kepala keluarga (KK) 700 jiwa. Apabila terdapat keluarga baru harus keluar dari Kampung Sade karena kampung sudah terisi penuh.

Kampung Sade ini sudah lama menjadi kampung wisata yaitu sekitar tahun 1975 tetapi wisatawan asing bertandang ke desa ini, baru tahun 1990 an Desa Sade mulai berkembang dan banyak didatangi wisatawan lokal. Peningkatan wisatawan dari mancanegara secara bertahap mengalami perkembangan cukup pesat sampai sekarang.

Mata pencaharian utama penduduk kampung Sade adalah bertani, yaitu menanam padi dan kedelai, dimana panennya hanya satu tahun sekali. Lahan pertanian di kampung ini merupakan sistem tadah hujan karena tidak ada irigasi dan jenis tanah terlihat mayoritas pekarangan sebagian berbukit. Hasil panen hanya bisa untuk makan selama setahun sampai musim panen tahun depan, tidak cukup untuk dijual.

Para perempuan di Desa Sade banyak berprofesi sebagai banyak berprofesi sebagai pengrajin tenun, yang dapat membantu kebutuhan keluarga untuk menjual hasil tenunnya sebagai penghasilan tambahan agar anak anak bisa sekolah. Para tetua yang berumur diatas 50 tahun sebagian besar tidak bisa berbahasa Indonesia melainkan Bahasa Sasak, dikarenakan mereka tidak mengenal bangku pendidikan dan tidak pernah keluar dari desa tersebut.

Para perempuan di kampung Sade apabila telah berumur 9 tahun diajarkan menenun kain, sesuai tradisi Desa sade bila seorang perempuan ingin menikah harus bisa menenun kain.

Tradisi pernikahan di kampung sade ini adalah kawin culik atau kawin lari tanpa proses lamaran, kalau memakai lamaran dianggap melanggar adat dan dapat dikenai sangsi. Mereka juga hanya menikah dengan kerabat atau sepupu, hal ini prinsip dari para tetua agar  hubungan kekerabatan tetap erat.

Apabila pihak laki-laki dan perempuan sudah suka sama suka, calon pengantin perempuan di culik tanpa sepengetahuan keluarga perempuan, misal pihak perempuan diculik malam hari, pagi hari sudah ada utusan dari pihak laki-laki yang datang ke rumah pihak perempuan untuk melapor dan meminta restu untuk pernikahan pihak perempuan yang di culik, hal ini dilakukan selama 3 hari berturut turut.

Apabila dalam waktu 3 hari pihak laki-laki tidak mengirim utusannya maka dapat dikenai sangsi adat, paling lambat seminggusetelah utusan itu datang, pernikahan siap dilaksanakan. Pada saat pernikahan pihak keluarga perempuan tidak diijinkan datang atau bertemu dengan calon pengantin, pihak calon pengantin wanita di wakilkan oleh penghulu.

Selesai ijab kabul dimulailah upacara adat yang di kenal dengan Serung Serah Ajikrame dimana pesta dan penyerahan mahar atau seserahan di serahkan. Besarnya seserahan telah ditetapkan sesuai adat yaitu 25 lembar kain tenun/ songket, tidak boleh lebih atau kurang. Seserahan berupa uang boleh diberikan tapi diluar acara Serung Serah.

Dari pihak perempuan maupun pihak laki-laki masing-masing mempunyai juru bicara atau istilah dalam Suku Sasak adalah Pembayun, kedua belah pihak saling berbalas pantun sampai ada yang kalah salah satu, setelah itu dipersilahkan pembayun dari pihak perempuan untuk masuk, di ibaratkan pintu bambu yang di sejajarkan 2  sebagai pintu masuk

Setelah selesai upacara Serung Serah  maka dimulai lah acara Nyongkolan untuk mengiringi iring-iringan penganten dengan diiringi gamelan Gendang Belik.

Setiap orang tua yang telah menikahkan anaknya mempersiapkan rumah kecil  untuk anaknya untuk masa bulan madu, mereka disini sampai mereka mampu untuk membangun rumah yang lebih besar.

Rumah ini disebut Bale Kodong. Untuk rumah utama penduduk kampung Sade semuanya berbahan dasar alam, dindingnya berupa anyaman bambu, lantainya beralaskan tanah liat, dan atapnya dibuat dari ilalang.

Mereka menyebut itu Bale Tani. Bale Tani pintunya dibuat rendah agar setiap tamu  yang datang menghormati pemilik rumah, ruangan dalam Bale Tani terdiri dari 2 ruangan yaitu bale luar yang diperuntukkan untuk menerima tamu, dan sebagai tempat tidur laki-laki, sedangkan bale dalam diperuntukkan untuk para wanita tidur , tempat melahirkan dan tempat memasak.

Untuk mencapai bale dalam kita harus menaiki 3 anak tangga yang mencerminkan kehidupan, yaitu kelahiran, berkembang dan meninggal.

Salah satu keunikan  Desa Sade mereka merawat rumah mereka dengan mengepel  lantai rumah  dengan kotoran kerbau yang diberi sedikit air yang dilakukan 2 minggu sekali hal ini agar lantai rumah tidak retak atau sebagai perekat.

Namun ini tidak membuat kita bau dengan kotoran pada saat kita masuk kedalamnya. Untuk penggantian atap yang berasal dari rumput alang- alang dilakukan pergantian setelah 5 sampai 15 tahun sekali tergantung kerapatan pemasangan, semakin rapat semakin awet.

Selain itu terdapat juga fasilitas untuk balai pertemuan yang disebut Berugak Sakena (bangunan bertiang enam), ada juga lumbung padi yang disebut dengan Alang.

Sudah menjadi tradisi yang naik untuk menyimpan padi adalah para pria, tetapi yang mengambil padi dari lumbung yang akan ditumbuk hanya boleh wanita  agar rejekinya lancar menurut kepercayaan masyarakat Desa Sade.

Agama mayoritas Suku Sasak  terkhusus di kampung Sade adalah Islam, tapi pada jaman dahulu agama yang dianut tepengaruhi dari 3 aliran yaitu  animisme, Hindu dan Islam sehingga  dikenal dengan Metu Telu, dimana semua ibadah seperti shalat, puasa dan ibadah yang lain diwakilkan oleh seorang imam, para penduduk tidak perlu beribadah.

Aliran ini mulai berubah pada tahun 1955 sampai saat ini hanya ada agama islam murni dengan di bangunnya Masjid Nur Syahada yang berada di tengah-tengah lokasi kawasan Desa Sade.

Perjalanan kami di dalam Desa Sade memberikan pengalaman yang bagus terkait dengan belajar  budaya masyarakat suku sasak. Dalam perjalanan keliling banyak aktivitas yang kami temui antara lain, para ibu-ibu dan kaum perempuan kebanyakan menjual kain atau sarung tenun dengan berbagai macam corak dan jenis tenun, termasuk bermacam-macam kerajinan unik khas sasak.

Tidak terasa selama 1.5 jam kami berkeliling, mempelajari historis dan budaya masyarakat Desa Sade dengan penuh keramahan dari para warga yang kami lewati sepanjang perjalanan. Terima kasih buat masyarakat Desa Sade, tetap menjaga keramahan, kebersihan, dan budaya lokal agar semakin meningkat kunjungan wisatawan, yang akan memberikan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat Desa Sade dan sekitarnya.

Ditulis oleh:

Nauval Fahreza, siswa kelas 8

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun