Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Life Hack Artikel Utama

Ketika Jambu Mudah Rontok dan Berbuah Busuk

23 Juli 2021   22:18 Diperbarui: 25 Juli 2021   19:48 1485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jambu Air | Mawan Sidarta

Lagi-lagi saya dibuat minder dengan topik pilihan kali ini yang berlabel Kebun di Rumah. Betapa tidak lha wong rumah kami cuma tipe L4 (Loe Lagi Loe Lagi, jiahahaha). Mestinya topik ini cocok bagi mereka yang pekarangan rumahnya sedikitnya seperempat hektar (2500 meter persegi). 

Jadi lumayan layak untuk dibuat areal kebun, baik untuk budidaya tanaman setahun (annual crop) maupun tanaman tahunan (perennial crop). 

Mereka yang tinggal di dalam kompleks perumahan sederhana, di mana luas per kavlingnya terbilang kecil, seperti 5X11 meter persegi atau 6X12 meter persegi, ya memang akan tampak kurang leluasa untuk berkebun, kecuali bila mengandalkan bercocok tanam sistem hidroponik. Atau bercocok tanam menggunakan plastik polibag (kantong plastik hitam) juga teknik budidaya tanaman dengan sistem tabulampot (tanaman buah dalam pot). 

Bercocok tanam dengan sistem hidroponik belakangan banyak dipraktekkan orang karena terbatasnya lahan. 

Sayangnya dengan hidroponik, budget yang dikeluarkan cukup banyak. Mulai dari biaya instalasi pipa paralon, pupuk cair untuk tanaman, hingga konsumsi listrik untuk mesin pompa yang berfungsi mendistribusikan zat hara ke seluruh pipa tanaman yang ada.  

Bercocok tanam tanaman buah 

Saya tidak hendak mengulas teknik bercocok tanam (budidaya) dengan sistem hidroponik, tabulampot dan polibag. Tapi lebih ke cara bercocok tanam secara konvensional dengan memanfaatkan halaman rumah yang tak begitu luas dan tepi jalan yang memang diperkenankan untuk ditanami agar asri, meneduhkan, dan menciptakan suasana segar serta bisa dipetik (dimanfaatkan) buahnya. 

Di sekeliling rumah kami yang tipe L4 itu, tumbuh dan berkembang beberapa pohon buah yang sudah pernah dinikmati hasilnya, di antaranya pohon mangga podang, mangga manalagi, jambu air dengan buah berwarna hijau kemerahan, entah apa namanya, srikaya (Jawa = menungo), sawo dan jambu air dengan buah berwarna hijau muda. 

Khusus jambu air yang saya sebut terakhir, sepertinya kali ini perlu mendapatkan perhatian lebih serius. 

Kebetulan juga sedang berbuah lebat, sayangnya buah yang terbentuk mudah rontok dan di dalam daging buahnya banyak ditemukan ulat. 

Jambu Air | Mawan Sidarta
Jambu Air | Mawan Sidarta

Tidak seperti tahun-tahun sebelumnya yang bisa berproduksi lebih memuaskan dengan buah yang jarang rontok dan terbebas dari ulat. 

Semua bibit tanaman buah ditanam dari cangkokan yang menurut penjualnya diambil dari indukan berkualitas unggul. 

Setelah bibit tanaman buah siap, selanjutnya siapkan lubang tanam. Lubang tanam yang dibuat sebaiknya disesuaikan dengan ukuran bibit buah yang tersedia. 

Misalnya untuk bibit tanaman dengan tinggi 80 cm sampai 1 meter, buat saja lubang tanam dengan ukuran 60cmX60cmX60cm. 

Lubang tanam agak dalam juga lebih baik agar sistem perakaran tidak merusak jalan dan akar tanaman lebih leluasa mengabsorpsi zat hara dalam tanah. 

Bibit cangkokan yang diadopsi dari indukan unggul biasanya cepat berbuah dengan kualitas buah bagus pula. Setelah tanam bibit, tinggal melakukan pemeliharaan. 

Mengupayakan tanaman terbebas dari serangan hama dan penyakit tak terkecuali tanaman parasit seperti benalu.

Sepertinya sepanjang pengalaman saya bercocok tanam melalui cangkokan tidak menemukan kendala sampai tanaman menghasilkan buah. 

Justru pada saat tanaman dewasa dan sudah berbuah, baru masalah itu muncul seperti timbulnya serangan kutu putih dan itu mudah mengatasinya. 

Saya biasa menggunakan kapur semut yang digerus halus lalu dicampur deterjen dan air secukupnya. Kemudian dimasukkan ke dalam botol semprotan (sprayer) dan disemprotkan ke bagian tanaman yang ditempeli kutu putih. 

Pemupukan juga dilakukan sekadarnya, terutama ketika tanaman sulit berbuah atau berbuah tapi tidak ajek (teratur). 

Pada saat pertama kali memasukkan bibit tanaman (cangkokan) ke dalam lubang tanam itu perlu ditambahkan pupuk kandang (kotoran kambing/srintil wedhus) yang sudah matang proses dekomposisinya. Selain itu juga tanah, pupuk NPK yang sudah dihaluskan secukupnya dan kompos (rabuk). 

Pupuk lengkap NPK yang diaplikasikan akan berpengaruh positif terhadap pertumbuhan generatif (bunga dan buah) tanaman. 

Sritil wedhus itu ditengarai kandungan nitrogennya cukup tinggi sehingga berpengaruh positif terhadap pertumbuhan vegetatif (daun dan habitus/perawakan) tanaman. 

Tumben, buah jambu berbuah lebat tapi mudah rontok dan buahnya busuk 

Sepertinya tahun-tahun lalu pohon buah jambu air kami berbuah normal-normal saja, tapi tumben kali ini tidak sesuai harapan. 

Saya mencoba mencari tahu, dan ada dua kemungkinan yang menjadi penyebabnya. 

Kemungkinan pertama karena unsur hara kalsium sudah kurang tersedia bahkan tidak tersedia sama sekali bagi perakaran tanaman jambu. 

Untuk itu perlu ditambahkan kapur dolomit di sekitar perakaran. Sekadar untuk diketahui bahwa di dalam kapur dolomit terkandung 30-40 persen kalsium oksida (CaO atau kapur tohor) dan 13-18 persen magnesium oksida (MgO). 

Baik CaO maupun MgO, keduanya berpengaruh positif dalam meningkatkan jumlah klorofil yang berperan dalam fotosintesis.

Pupuk kalsium yang diaplikasikan akan memperkuat cabang, ranting dan tangkai bunga serta buah. Kemungkinan kedua, akibat serangan lalat buah (Bactrocera sp). 

Mekanismenya kurang lebih, lalat buah menusukkan ovipositor telurnya ke dalam buah muda (pentil). Lalu telur menetas menjadi belatung (ulat) yang kemudian menyebabkan buah busuk dan akhirnya rontok, berguguran ke tanah. 

Cara mengatasinya cukup sederhana, yakni dengan membungkus (memberongkos) rapat pentil buah jambu menggunakan plastik transparan. 

Pembungkusan yang tepat tidak memberikan kesempatan kepada lalat buah untuk menerobos masuk dan menempatkan telur-telurnya dalam buah jambu. 

Tidak perlu terlalu tebal, yang tipis-tipis saja asal tembus pandang (transparan) dan cahaya bisa masuk. Dengan demikian pentil masih bisa berfotosintesis. 

Saat memberongkos buah jambu sebaiknya tidak menggunakan kertas semen, kertas karbon, kertas koran dan beragam jenis kertas lainnya. 

Hal itu akan menghalangi sinar matahari yang masuk sehingga pohon tidak berbuah normal dan kalau toh berbuah akan tampak kepucatan.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Life Hack Selengkapnya
Lihat Life Hack Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun