Seorang anak kecil bertanya kepada Bapaknya dengan menggunakan Bahasa Jawa, "menopo tho pak, sak jane presentasi niku? " (apa sebenarnya presentasi itu pak?).Â
Setahu saya, presentasi pada dasarnya merupakan proses menyampaikan keterangan atau informasi tertentu kepada sekelompok orang dengan bantuan lembar peraga, keterangan yang ditulis pada white board (papan tulis) atau proyektor (Over Head Proyektor). Â
Alat bantu presentasi berupa proyektor belakangan lebih sering dimanfaatkan di sekolah-sekolah atau perguruan tinggi. Sebuah keterangan atau informasi dengan topik tertentu ditulis menggunakan aplikasi Microsoft Power Point yang terpasang dalam laptop. Lalu dihubungkan dengan alat proyektor dengan menggunakan kabel.Â
Selanjutnya materi dipantulkan ke layar (screen) proyektor untuk dipahami para hadirin. Orang yang mempresentasikan materi tertentu disebut presentator atau presenter. Sedangkan sekelompok orang yang hadir pada acara presentasi (presentation) itu disebut audien (audience).Â
Zaman sekarang, sesederhana apapun isi atau topik presentasi yang disampaikan apalagi untuk keperluan bisnis (merilis produk atau inovasi baru) biasanya sang pembicara (presenter) menggunakan bantuan proyektor atau alat (lembar) peraga lainnya.Â
Seberapa sih daya ingat orang. Sebagai audien tentu akan merasa kesulitan untuk mengingat-ingat kembali semua materi yang disampaikan pembicara atau bahkan lupa sama sekali.Â
Untuk itu tak ada salahnya mencatat kembali materi yang disampaikan melalui layar proyektor. Ada juga sebagian audien yang memanfaatkan kamera smartphonenya (berpixel besar) untuk memotret slide demi slide materi yang  disampaikan. Malahan ada juga audiens yang merekam dengan video untuk kemudian dipelajari kembali saat tiba di rumah.Â
Menyampaikan materi dengan lugasÂ
Seorang pembicara, pemateri, pemrasaran, presenter atau presentator kadang tak bisa meninggalkan egonya. Merasa dirinya seorang profesor doktor lalu menyampaikan materi presentasi seenaknya saja.Â
Meski para peserta presentasi (audien) berasal dari kalangan mahasiswa, sarjana dan kelompok intelektual lainnya namun para audien tadi tetap berharap materi yang disampaikan bisa dipahami (dimengerti) dengan mudah.Â
Ini pengalaman saya sewaktu masih kuliah dulu. Saya punya dosen seorang doktor yang jenius dan diakui oleh kalangan pendidikan di dalam maupun di luar negeri.Â
Pasalnya sang dosen tadi memperoleh gelar doktornya dengan terlebih dulu menulis disertasi (melakukan riset) tentang penyakit tembakau yang menjadi andalan Kota Jember pada masa itu.Â
Pada masa itu sang dosen menjadi satu-satunya doktor nematoda yang ada di Indonesia dan diakui dunia. Pinter dan jenius memang, sayangnya ketika mempresentasikan materi kuliah banyak diantara teman-teman mahasiswa yang kurang bisa memahami isinya.Â
Ini yang salah dosennya karena keliru cara (strategi) mengajarnya atau mahasiswanya yang memang daya tangkapnya kurang alias (maaf) IQ jongkok.Â
Anggap saja sejelek-jeleknya mahasiswa itu kelompok kaum muda yang kritis dan intelek (pinter). Berarti yang perlu dikritisi di sini ialah sang dosen yang jenius tadi.Â
Seorang dosen yang dalam hal ini bertindak sebagai presenter (presentator) tidak perlu menunjukkan dirinya brilliant dan jenius melalui apa yang dipresentasikan (dipaparkan) menggunakan bahasa (kalimat) secara berlebihan (njlimet).Â
Orang awampun, apalagi kaum mahasiswa akan tahu kok, seberapa bagus (efektif dan efisien) seorang dosen dalam menyampaikan presentasinya.Â
Tak ubahnya seorang penyanyi handal yang akan melantunkan sebuah lagu. Menyanyi saja dengan santai dan wajar. Tak perlu menggunakan power yang berlebihan (powerfull) dengan maksud ingin dinilai orang sebagai penyanyi handal.Â
Toh dengan menyanyi secara wajar dan santai para penonton sudah tahu kok kalau sang penyanyi tadi memang handal dan bersuara merdu.Â
Begitu pula dengan seorang dosen yang akan mempresentasikan materi kuliah. Gunakan saja bahasa, kalimat atau istilah yang lugas (sederhana), bernas (berisi) dan renyah (mudah dicerna dan dipahami).Â
Toh yang diinginkan dalam proses presentasi adalah memahami (mengerti) materi yang disampaikan. Untuk maksud jangka panjangnya, bisa mengubah perilaku audien ke arah yang lebih baik.Â
Apa artinya seorang presenter yang brilliant dan jenius bila audiennya masih dibuat bertanya-tanya karena tidak memahami materi presentasi.
Singkat kata, untuk mengukur tingkat keberhasilan sebuah presentasi bisa dilihat dari peserta (audien) yang paling terbelakang.Â
Sebagai contoh, bila sasaran presentasi (audien) nya merupakan penghuni Lembaga Pemasyarakatan (napi/narapidana) yang tingkat pendidikannya beragam mulai dari yang nggak pernah sekolah sama sekali sampai yang berpendidikan tinggi.Â
Kalau audiennya napi yang nggak pernah sekolah sama sekali itu akhirnya bisa memahami (mengerti) materi yang disampaikan berarti acara presentasi bisa dikatakan berhasil.Â
Apalagi bila materi yang dipresentasikan mampu mengubah perilaku para napi tersebut ke arah yang lebih baik maka presentasi yang dilakukan dinilai lebih berhasil lagi. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H