Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Fenomena "Bediding", Waspadai Ular Masuk Pemukiman Warga

16 Juli 2021   09:56 Diperbarui: 16 Juli 2021   12:57 1797
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Rumah yang dibiarkan kosong sekian lama bukan tidak mungkin akan menjadi sarang hewan-hewan tertentu saat berhibernasi (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Memasuki musim kemarau biasanya nih banyak wilayah di tanah air kita mengalami fenomena alam yang dalam Bahasa Jawa dinamakan "bediding", yang maknanya kurang lebih suatu keadaan dimana suhu udara mengalami perubahan cukup ekstrim.

Yang tadinya suhu normal (ruangan) berkisar antara 33-36 derajat Celsius menjadi sejuk sampai dingin (15 derajat Celsius sampai di bawah nol derajat Celsius) dan biasanya terjadi ketika memasuki musim kemarau. 

Sebagian orang, tak terkecuali kami sekeluarga biasanya menjadi tidak nyaman ketika memasuki fenomena bediding ini. Badan yang sebelumnya terbiasa merasakan "ongkep" (gerah) nya suasana kini terasa dingin bahkan dinginnya terasa sampai tulang. 

Kadang malah menyebabkan meriang yang identik dengan tidak enak badan. Air di bak mandi terasa dingin kayak air pegunungan di Kota Malang. Semoga saja kondisi suhu (cuaca) yang bediding seperti ini tidak memengaruhi sistem imunitas (daya tahan) tubuh kita di tengah merebaknya pandemi. 

Fenomena bediding tidak hanya berpengaruh terhadap kehidupan manusia melainkan juga pada hewan. Beberapa jenis hewan tertentu mungkin malah menjadi merajalela ketika suhu berubah secara ekstrim. 

Kapur untuk semut (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kapur untuk semut (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Yang tadinya bersembunyi di tempat-tempat yang lembab dan pengab. Kini ketika memasuki kemarau, pada periode bediding ini mereka ingin menikmati dinginnya suasana he..he..he.. . 

Hewan-hewan itu memberanikan diri keluar dari sarang (persembunyian) nya hingga kemunculannya membuat takut (ngeri) sebagian orang yang secara kebetulan menyaksikannya. 

Munculnya hewan-hewan tertentu di sekitar rumah tinggal kita pada saat bediding sekarang ini, seperti laron (rayap), tikus, semut merah, tokek, orong-orong, kelabang atau bahkan kalajengking mungkin masih terasa biasa alias tidak begitu menakutkan. 

Tapi bagaimana bila yang muncul biawak atau ular? Tentu sedikit atau banyak akan meningkatkan adrenalin kita. 

Tikus rumah dan nyamuk 

Seperti kita ketahui bersama, tikus atau yang dalam bahasa ilmiah disebut Rattus rattus merupakan hewan mengerat (rodentia) yang bukan saja menjengkelkan namun juga sering merusak perabotan yang ada di dalam rumah kita. 

Kapur semut bisa juga untuk membasmi kutu putih pada tanaman hias (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kapur semut bisa juga untuk membasmi kutu putih pada tanaman hias (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Menjengkelkan karena tingkah polanya saat berkejaran di dalam plafon rumah dan hal itu menimbulkan suara berisik serta mengganggu ketenteraman ketika tidur malam hari. 

Tikus suka mengerat yang menyebabkan sebagian perabot rumah, sepatu, dan lemari menjadi rusak karenanya. 

Tikus dikenal sebagai hewan perantara (vektor) penyakit pes dan leptospirosis. Tikus yang terinfeksi bakteri Yersinia pestis yang dibawa oleh kutu (pinjel) yang hidup di permukaan kulit tikus akan membahayakan bagi manusia di sekitarnya. 

Bila kutu atau tikus yang terinfeksi Yersinia pestis tersebut menggigit manusia maka bukan tidak mungkin akan terjadi penularan penyakit (pes). 

Selain itu, penyakit leptospirosis ditularkan oleh bakteri leptospira yang ada di dalam urin tikus. Tikus yang terinfeksi leptospira urinnya bukan saja berbau tak sedap melainkan juga membahayakan bagi manusia di sekitarnya. 

Alat semprot nyamuk (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Alat semprot nyamuk (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Mengingat tikus (rumah) ini membahayakan bagi kesehatan manusia dan merusak perabotan rumah, singkat kata, tikus merupakan hewan yang merugikan bagi manusia dan lingkungannya sehingga disebut sebagai hama. 

Sebagai hewan (hama) yang merugikan bagi manusia dan lingkungannya maka tikus perlu dibasmi atau diberantas. 

Caranya, untuk skala yang lebih luas, upaya pengendalian (pemberantasan) tikus itu disebut dengan pest control. 

Untuk skala rumahan cukup dengan menjepretnya, memasang sangkar perangkap atau dengan meracuninya. 

Nyamuk juga termasuk hama yang merugikan sekaligus membahayakan bagi manusia. Penularan penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) bisa melalui nyamuk jenis Aedes aegypti. 

Perangkap tikus (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Perangkap tikus (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Yang perlu diwaspadai bila di dalam tubuh Aedes aegypti tersebut terdapat virus demam berdarah (dengue) sehingga gigitan nyamuk Aedes akan menularkan virus dengue itu. 

Di kawasan tertentu, seperti di Kalimantan, nyamuk bisa menyebabkan terjangkitnya penyakit endemik seperti malaria. Penyakit ini disebabkan oleh Nyamuk Anopheles. 

Cara yang biasa dilakukan oleh sebagian masyarakat kita untuk membasmi nyamuk (dewasa) aedes maupun anopheles dalam skala yang lebih luas menggunakan sistem pengasapan (fogging). 

Meski sebagian kalangan masih mempertanyakan efektivitas dan keamanan dari sistem fogging namun kenyataannya di daerah kami masih juga diterapkan bila ada salah satu warga yang terserang DBD. 

Bahan kimia (DDT = Dichloro Diphenyl Trichloroethane) yang digunakan untuk fogging kabarnya nih hanya efektif untuk nyamuk dewasa dan bukan untuk jentik-jentik yang berada di air. 

Obat nyamuk bakar dan insektisida (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Obat nyamuk bakar dan insektisida (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Selain itu bahan aktif DDT juga tidak bisa terurai di alam (non bio degradable). Kalau skala rumahan cukup dengan menyemprotkan insektisida seperti hit, domestos nomos atau baygon. Atau bisa pula menggunakan obat nyamuk bakar dan memasang kain kasa nyamuk pada bagian pintu atau jendela rumah.

Ular dan biawak 

Kondisi musim yang tak menentu (Jawa = salah mongso) tak pelak mengakibatkan hewan-hewan tertentu keluar dari sarang (persembunyian) nya. 

Fenomena hibernasi barangkali menjadi istilah yang tepat untuk menyebut hewan-hewan yang bersembunyi pada musim hujan dan keluar dari sarangnya pada musim kemarau. 

Itu dilakukan agar survive. Sayangnya penampakan hewan-hewan tertentu saat berhibernasi itu mengejutkan bahkan membuat takut sebagian orang. 

Di kompleks perumahan warga, rumah-rumah atau tanah kosong yang dibiarkan tak terurus sekian lama biasanya ditumbuhi semak belukar. 

Dan hal itu sering menjadi habitat bagi ular dan biawak (Jawa = nyambik). Mestinya tempat hidup hewan-hewan berbahaya tadi bukan di dalam kompleks pemukiman warga melainkan ya di habitat aslinya. 

Namun segalanya telah berubah dan yang menjadikan perubahan itu tak lain adalah manusia itu sendiri. 

Setelah mempertahankan diri dan energi selama proses hibernasi, ular dan biawak serta sebagian hewan lainnya keluar untuk mencari mangsa. Yang menjadi sasaran bisa hewan peliharaan warga (ayam, kelinci, dan hewan ternak lainnya) atau bahkan warga itu sendiri yang menjadi target mangsa sang ular. 

Pernah kan tersiar kabar ada ular besar (piton) bersarang di plafon rumah seorang warga. Sampai berukuran sangat besar dan pemiliknya baru tahu setelah sang ular berhasil mengambrolkan plafon karena bobotnya yang berat. 

Ular berukuran besar juga tak jarang ditemukan bersarang di dalam gorong-gorong selokan pemukiman warga. 

Beberapa waktu lalu, seorang tetangga kami juga berhasil menemukan seekor ular yang kedapatan keluar dari salah satu rumah kosong di kompleks perumahan kami. 

Untungnya bukan dari jenis ular berbisa sehingga sang tetangga tadi dengan mudahnya menaklukkan sang ular dari jenis Sanca Kembang dengan panjang 1,2 meter itu. 

Tak hanya ular, biawak juga tak jarang ditemukan bersarang di rumah-rumah kosong yang penuh dengan semak belukar dengan kondisi lembab akibat terpaan air hujan. 

Racun tikus (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Racun tikus (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Dan sekali-sekali keluar dari persembunyiannya untuk menghangatkan tubuh sekaligus mencari mangsa. 

Ular dan biawak bisa saja dikategorikan sebagai hama karena ketika berkeliaran di pemukiman warga menjadi predator bagi hewan ternak atau hewan peliharaan lainnya. Juga mengancam keselamatan warga itu sendiri. 

Bagaimana cara membasminya. Sebagian warga ada yang melakukan penangkapan secara beramai-ramai (Jawa = digropyok), sebagian lagi ada yang memang berani menangkap ular atau biawak itu sendirian sedangkan warga lainnya berjaga-jaga bila si penangkap tadi memerlukan bantuan. 

Dan ada juga warga yang melumpuhkan ular atau biawak itu menggunakan senapan angin. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun