Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Tak Ingin Aturan Cuti dan Izin Kerja, Coba Filosofi "Cul Culan Ngadek Dhewe"

3 Juni 2021   19:45 Diperbarui: 6 Juni 2021   04:09 1428
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebuah ilustrasi, bos menolak izin tidak kerja karena keseringan (sumber: Envato Elements)

Bekerja dalam suatu unit kerja perusahaan sepintas terlihat bergengsi. Kata orang nih, meski jadi tukang sapu pabrik biting toh bagi sebagian orang dipandang punya nilai plus (lebih berarti) ketimbang berwirausaha menjadi "abang tukang pentol" yang biasa nongkrong di jalan tol sambil pegang botol saus tomat itu. 

Meski terlihat cukup bergengsi namun sebenarnya bekerja ikut orang (perusahaan) itu juga ada potensi risikonya, terutama dengan sesama pekerja. 

Kadang ada lho seorang pekerja (karyawan) yang suka menjilat (mencari muka) kepada atasannya dengan motivasi tertentu. Sang pekerja tadi berlagak sok pintar (kompeten / kapabel) di depan sang bos dengan mencampuri urusan (mencari kesalahan) pekerjaan teman sesama karyawan. 

Ini pengalaman saya puluhan tahun silam, saat bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan di Sampit (Kalimantan Tengah). Alhasil karyawan yang berbeda pandangan dan kinerja tadi akhirnya berantem. 

Saya pernah menyaksikan sendiri keadaan dua orang senior saya yang saling mencari muka di depan atasannya masing-masing.  
Karena masing-masing senior merasa urusannya dicampuri sampai-sampai perkelahianpun tak terelakkan. 

Salah satu dari kedua senior tadi sampai membawa celurit segala dan mengancam untuk tidak mencampuri job description (wewenang) yang telah ditetapkan direktur kepadanya. 

Bekerja ikut perusahaan, apakah itu instansi pemerintah maupun perusahaan swasta yang namanya friksi (gesekan) bisa saja terjadi. Makanya tak heran bila ada kasus sikut-sikutan (saling menjatuhkan) antara satu karyawan dengan karyawan lainnya untuk memperebutkan posisi (jabatan) tertentu. 

Bekerja ikut perusahaan berarti harus tunduk pada aturan perusahaan 

Pihak personalia (Human Resources Departement = HRD) sudah menyiapkan form-form baku yang bisa diisi apabila seorang karyawan mengajukan izin tidak masuk kerja karena sakit atau alasan lainnya. 

Form baku juga harus diisi dan ditandatangani oleh karyawan yang bersangkutan bila ia akan mengajukan cuti kerja. 

Misalnya hari Sabtu, tanggal 5 Juni 2021 mendatang seorang karyawan bernama Mr. X mestinya libur. Minggu depan (berikutnya) ia ingin mengambil cuti dua (2) hari yakni hari Kamis dan Jumat tanggal 10 dan 11 Juni 2021.  
Mr. X ingin agar acara liburannya cukup panjang maka hari Sabtu (05 Juni 2021) yang semestinya ia libur tapi diputuskan untuk tetap masuk kerja, hak liburnya digantikan pada hari Rabu tanggal 09 Juni 2021. 

Jadi Mr. X mendapatkan izin liburan mulai hari Rabu, Kamis, Jumat dan Sabtu (tanggal 09, 10, 11 dan 12 Juni 2021). Libur empat (4) hari dirasakan cukup panjang baginya agar bisa lebih lama berkumpul bersama anggota keluarga tercinta. 

Kadang ada pula lho seorang karyawan yang pada hari-hari libur biasa ia justru tidak libur termasuk saat libur hari raya. Sementara karyawan lainnya libur karena sang karyawan tadi tugasnya menghandel mesin-mesin penting (strategis) yang harus menyala selamanya kecuali perusahaan tadi tertimpa bencana alam dan kejadian luar biasa lainnya. 

Untuk kasus yang seperti ini karyawan tadi harus sabar dan berlapang dada karena memang job descriptionnya seperti itu. 

Izin libur dan cuti kerja tetap diberikan oleh pihak manajemen di hari berikutnya dan tugas karyawan tadi digantikan oleh karyawan lainnya. 

Perusahaan yang sudah mapan biasanya memiliki manajemen yang handal dan ketat. Aturan tetap ditegakkan dan semua karyawan harus menerima sistem yang berlaku tanpa pandang bulu. 

Bekerja dengan filosofi CCND 

Kadang kalau kita melihat kehidupan seseorang yang berprofesi sebagai pegawai negeri (ASN), pegawai atau karyawan perusahaan bahkan buruh pabrik sekalipun tampak hidup berkecukupan, enak dan nyaman. 

Sebaliknya mereka yang saya sebut tadi bila melihat kita yang cuma berwirausaha sebagai "bakul pentol" kok hidupnya terasa damai ya padahal di dalamnya penuh kegersangan jiahahaha. 

Artinya bahwa hidup ini tentang memandang dan dipandang. Jadi jangan hanya memandang dari apa yang terlihat. Atau dalam Bahasa Jawa diungkapkan sebagai : "Urip iku mung sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang". Atau bila diungkapkan dengan peribahasa lainnya "Rumput tetangga tampak lebih hijau" yang bermakna seseorang menilai kehidupan orang lain terlihat lebih baik. 

Mungkin saja ada seseorang yang tak mau diikat oleh aturan kepegawaian suatu instansi pemerintah atau perusahaan swasta termasuk di dalamnya soal etika cuti dan izin kerja yang dianggap bertele-tele dan njlimet.  

Kalau sudah seperti itu maunya, tak ada jalan lain kecuali hidup berusaha sendiri, berdiri di kaki sendiri (Jawa = Cul Culan Ngadek Dhewe atau disingkat CCND). 

Hidup dengan tidak bergantung ke perusahaan atau orang lain, berusaha sendiri (berwirausaha) memang terasa enak karena tidak under pressure pimpinan. 

Bahasa nakalnya bisa hidup semau gue, tidak terikat aturan seperti kalau berstatus sebagai ASN atau karyawan perusahaan swasta. 

Sekaligus tidak ada yang namanya cuti dan izin kerja. Juga hidup tidak dibawah tekanan pimpinan perusahaan. 

Namun perlu diingat pula bahwa berusaha sendiri (CCND) justru membutuhkan tanggung jawab yang lebih besar. 

Bagi mereka yang memutuskan untuk berusaha sendiri tentu tidak menginginkan usahanya bangkrut gegara sikap kurang disiplin dan seenaknya menjalankan usahanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun