Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Trip Artikel Utama

Ditutup akibat Pandemi, Arc de Triomphe ala Kediri Ini Serasa Milik Pribadi

20 Mei 2021   16:27 Diperbarui: 21 Mei 2021   14:02 1789
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Monumen SLG (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Pandemi Covid-19 yang tak kunjung redah memang berdampak cukup signifikan terhadap berbagai sendi kehidupan bangsa kita. Tidak hanya dunia pendidikan, sektor perekonomian tapi juga dunia pariwisata ikut terkena imbasnya. 

Meski telah menerapkan kebiasaan baru (new normal) namun pemerintah masih memberikan warning "hati-hati" (waspada) mengingat dari 4 varian virus yang diwaspadai dunia, 3 di antaranya sudah masuk ke Indonesia yaitu B.1.1.7 (varian Inggris), B.1.617 (varian India) dan B. 1.351 (varian Afrika Selatan). 

Virus Covid-19 varian baru itu dipercaya mudah menyebar dan menular serta tingkat keparahannya jauh lebih tinggi daripada virus Covid-19 biasa. 

Mari kita tengok kembali nasib dunia pariwisata Indonesia yang melesu akibat pandemi berkepanjangan. Sebagian pengelola wisata nekad membuka usahanya di tengah pandemi seperti sekarang ini, alhasil pengunjung yang datang membludak sehingga akhirnya petugas akhirnya mengambil langkah tegas dengan membubarkan kerumunan pengunjung objek wisata itu. 

Ketika sebagian objek wisata di kota-kota besar seperti Jakarta dan Surabaya ditutup gegara merebaknya pandemi. Sebagian objek wisata di daerah juga demikian adanya. 

Berfotoria (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Berfotoria (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Nah, sehari sebelum 1 Ramadan 1442 Hijriah (13 April 2021) kami sekeluarga bertandang ke Kota Kediri di Jawa Timur. Adapun tujuan kami ialah mengunjungi keponakan yang baru melahirkan bayi. 

Sepulang dari tilik (menengok) bayi itu, kami manfaatkan kesempatan yang ada untuk berkeliling Kota Kediri. Sebenarnya tujuan pertama kami setelah acara tilik bayi itu ialah Taman Goa Selomangleng. 

Sayangnya objek wisata yang kabarnya menjadi andalan kota tahu Kediri itu justru belum diizinkan beroperasi karena masih dalam suasana pandemi. 

Perjalanan akhirnya kami lanjutkan menuju kawasan proliman (perlimaan) atau Simpang Lima Gumul (SLG) yang jadi ikonnya Kota Kediri. 

Didorong oleh rasa penasaran yang sangat, seperti apa sih penampakan monumen SLG yang kabarnya mirip Arc de Triomphe di Paris (Perancis) itu.

Kami pun bergegas ke lokasi. Lagipula hari sudah semakin sore. Kami tak ingin terlalu malam sampai di Gresik. 

Berfotoria (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Berfotoria (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Ya..travel fault lagi. Kami kira monumen SLG pasti buka meski masih dalam suasana pandemi mengingat browsing yang kami lakukan tidak ada satu keterangan pun yang menginformasikan kalau lokasi ini tutup. 

Tapi nyatanya ya masih ditutup sejak merebak pandemi setahun yang lalu. Kami tidak bisa melihat dari dekat seperti apa pesonanya. Hanya berfotoria dari kejauhan, dengan latar belakang Arc de Triomphe-nya Kota Kediri. 

Dikatakan Simpang Lima Gumul (SLG) karena memang monumen ini didirikan tepat di titik (pusat) pertemuan lima jalan yang menuju ke arah Plosoklaten, Gampengrejo, Pagu, Pesantren dan Pare. 

Tentang Monumen SLG

Monumen SLG berada di Desa Tugu Rejo, Ngasem-Kediri. Monumen ini dibangun saat Bupati Kediri dijabat oleh Sutrisno pada tahun 2003 dan diresmikan tahun 2008. 

Dari kejauhan Monumen SLG ini memang mirip Arc de Triomphe yang ada di Kota Paris (Perancis). 

Bukan sepiring berdua tapi semonumen berdua (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bukan sepiring berdua tapi semonumen berdua (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Kalau Arc de Triomphe dibangun untuk mengenang gigihnya perjuangan Napoleon Bonaparte bersama pasukan perangnya. Kabarnya nih monumen SLG dibangun karena terinspirasi oleh Jongko Joyoboyo, raja Kerajaan Kediri pada abad ke-12 yang memiliki obsesi ingin menyatukan lima wilayah di Kabupaten Kediri. 

Relief-relief yang menjadi ornamen monumen SLG bercerita tentang seni budaya khas Kediri dan juga sejarah berdirinya kota tahu itu. Di salah satu sudut monumen terdapat sebuah arca (patung) Ganesha yang diyakini sebagai dewa ilmu pengetahuan, dewa kecerdasan, dewa penolak bala, dewa kebijaksanaan dan dewa pelindung. 

Baca juga : Selama Ramadan 2021, Ada 2 Kasus Penipuan yang Mencatut Data Pribadi Saya Sekeluarga

Monumen SLG berada di kawasan strategis dan dilengkapi beragam sarana umum, seperti gedung pertemuan (convention hall), gedung serbaguna (multipurpose hall), bank daerah, terminal bus antar kota dan angkutan perkotaan, pasar kaget yang digelar pada waktu-waktu tertentu seperti pada hari Sabtu dan Minggu serta ditunjang sarana rekreasi seperti wisata air Water Park Gumul Paradise Island. 

Monumen SLG secara keseluruhan memiliki areal dengan luas 37 hektar. Dengan luas bangunan 804 meter persegi serta tingginya mencapai 25 meter. Angka luas dan tinggi monumen diadopsi dari tanggal hari jadi Kota Kediri yakni 25 Maret tahun 804 Masehi. 

Monumen SLG terdiri dari 6 lantai, serta ditumpu oleh 3 tangga setinggi 3 meter dari lantai dasar. Pembangunan monumen ini menelan biaya lebih dari 300 milyar rupiah.  

Di dalam bangunan monumen terdapat ruang-ruang untuk pertemuan di gedung utama dan ruang auditorium di lantai atas yang beratapkan mirip kubah (dome), ruang serba guna di ruang bawah tanah (basement), diorama di lantai atas dan minimarket yang menjual berbagai suvenir di lantai bawah. Ada tiga akses jalan bawah tanah untuk bisa langsung menuju Monumen SLG. 

Daripada jauh-jauh ke Arc de Triomphe Paris ke Monumen SLG juga gak papa jiahahaha (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Daripada jauh-jauh ke Arc de Triomphe Paris ke Monumen SLG juga gak papa jiahahaha (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Sebelum ditutup karena alasan pandemi, kawasan monumen ini tidak pernah sepi oleh pengunjung terutama di malam hari. Di sekitar monumen banyak kita temukan para pedagang kaki lima menjajakan dagangannya. 

Pada hari Sabtu, Minggu pagi atau hari libur lainnya, kawasan ini ramai oleh warga yang ingin mengisi hari liburnya dengan berolahraga ringan, sekadar berjalan kaki atau lari santai. 

Meski tidak bisa menyaksikan pesona Monumen SLG dari dekat, setidaknya bisa berfotoria sepuasnya. Monumen SLG serasa milik pribadi jiahahaha.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun