Dari kaca mata awam seperti saya, menilai bahan makanan itu aman dan sehat atau tidak, itu bisa dilihat dari kadar (kandungan) gula, lemak dan cara mengonsumsinya.Â
Bahan makanan yang rendah gula dan lemak serta dikonsumsi secara bijak hampir bisa dipastikan akan aman bagi kesehatan tubuh kita.Â
Ada banyak kasus, orang meninggal di usia muda akibat berbagai penyakit berat yang dideritanya seperti jantung, stroke dan diabetes.Â
Salah satu alasannya karena kebiasaan mengonsumsi makanan berlemak (berminyak) tapi lemak yang jahat.Â
Makanan berlemak jadi momok?Â
Sekadar untuk diketahui, lemak di dalam tubuh ada dua jenis, yaitu : lemak baik dan lemak jahat.Â
Dikatakan lemak baik karena menjadi sumber energi bagi tubuh kita. Lemak baik juga disebut lemak tak jenuh (unsaturated fat) atau dikenal juga dengan sebutan asam lemak esensial.Â
Lemak baik berkontribusi bagi tubuh dengan menghasilkan kolesterol baik atau High Density Lipoprotein (HDL) yang berperan mencegah terjadinya ateroma yaitu plak lemak yang menumpuk di dinding arteri.Â
Sementara lemak jahat sesuai namanya ia berdampak kurang baik bagi tubuh, terutama bagi kesehatan jantung di kemudian hari. Lemak jahat disebut juga dengan istilah lemak jenuh (saturated fat) dan lemak trans.Â
Meningkatnya kolesterol jahat atau LDL (Low Density Lipoprotein) itu juga akibat keberadaan lemak jahat dalam tubuh.Â
LDL inilah yang menyebabkan terjadinya aterosklerosis yakni pengerasan pembuluh darah di dinding pembuluh darah arteri.Â
Sebagai informasi tambahan, kadar kolesterol dikatakan normal bila berada di bawah 200 miligram per desiliter (mg/DL). Kadar LDL yang normal dalam tubuh harus berada dibawah 100 mg/dL.Â
Sedangkan kadar HDL normal harus berada di atas 40 mg/dL. Sementara itu, rasio antara LDL dan HDL normal harus berada di bawah empat (4). Semakin rendah total rasionya, semakin tinggi kadar kolesterol di dalam tubuh. Â
Ini testimoni dari seorang tetangga yang lebih dulu dipanggil Allah (semoga husnul khatimah, aamiin YRA). Dalam sebuah kesempatan, waktu itu kita berbincang-bincang seputar kesehatan termasuk di dalamnya bagaimana memilih beragam makanan yang baik untuk kesehatan.Â
Beliau malah sering memberikan informasi seputar kesehatan yang digalinya setelah mengikuti ceramah melalui saluran YouTube (https://youtu.be/Su7_oNPTybo) dan berbagai buku buah karya Dr. Zaidul Akbar. Â
Dari berbagai informasi yang beliau dapat, beliau akhirnya menyimpulkan bahwa sehat atau tidaknya makanan yang kita konsumsi salah satunya bisa dilihat (indikator sederhananya) dari (maaf) feses (tinja) yang kita keluarkan setiap kali buang air besar (BAB).Â
Saat menyiram feses itu akan terlihat kalau masih ada sisa feses yang menempel (lengket) di dinding dekat air penyekat closed (WC) itu menandakan kalau seseorang tadi banyak mengonsumsi bahan-bahan yang mengandung minyak (berlemak).Â
Tak hanya dilihat dari feses sebagai indikator sederhananya. Dari proses pengeluarannya juga bisa dijadikan patokan. Mudah (lancar) atau tidaknya seseorang saat BAB juga menandakan kalau beragam jenis makanan yang dikonsumsi itu sehat atau tidak.Â
Seseorang yang lancar BAB nya (bukan mencret lho) hampir bisa dipastikan kalau yang bersangkutan rajin mengonsumsi bahan-bahan makanan yang berselulosa (berserat) dan itu bisa kita jumpai pada buah-buahan dan sayuran.Â
Dan sebaliknya, masalah kesulitan BAB atau istilah kerennya konstipasi (sembelit) biasanya terjadi pada mereka yang kurang rajin mengonsumsi bahan makanan berserat.Â
Menjaga berat badan selama RamadanÂ
Dengan berpuasa seorang muslim akan mengendalikan dirinya dari haus (minuman) dan lapar (makanan) serta berbagai hal yang membatalkan puasanya mulai terbit fajar (imsak) sampai matahari tenggelam (maghrib).Â
Salah satu cara yang dilakukan seseorang untuk menurunkan berat badannya ialah dengan berpuasa sebab dengan berpuasa memberikan kesempatan bagi organ dan sistem pencernaan untuk beristirahat sejenak, setidaknya selama kurang lebih 13 jam dalam seharinya.Â
Tapi tak jarang saat berbuka puasa atau makan sahur, seseorang menjadi kalap. Segala makanan disikat habis sehingga yang terjadi, tubuh yang tadinya gemuk ingin dilangsingkan dengan cara berpuasa malah nggak efektif. Tubuh tetap gemuk seperti yang dulu atau bahkan lebih gemuk setelah berpuasa.Â
Mengonsumsi makanan yang terlalu banyak dan berlemak beresiko menyebabkan munculnya obesitas.Â
Biasanya para ahli gizi dan kesehatan menganjurkan untuk tidak mengonsumsi makanan berlemak tapi sebaiknya saat berbuka puasa konsumsi saja bahan makanan yang banyak mengandung protein dan selulosa (serat).Â
Mengonsumsi makanan yang cukup kandungan serat dan proteinnya membuat perut terasa kenyang. Serat akan diserap oleh tubuh dalam waktu yang lebih lama. Makanan berprotein juga berfungsi sebagai sumber energi bagi tubuh selain sebagai pembangun sel-sel tubuh.Â
Kita dianjurkan untuk berbuka dengan yang manis. Tapi bukan berarti dilakukan secara serampangan. Terlalu banyak asupan makanan atau minuman manis justru akan disimpan sebagai lemak oleh tubuh sehingga tubuh tetap gemuk meski sudah menjalankan ibadah puasa.Â
Asupan air sangat diperlukan untuk menggelontor lemak dalam tubuh. Minum air yang cukup banyak selain berfungsi untuk membersihkan ginjal juga membantu metabolisme lemak dalam tubuh.Â
Air juga berfungsi bak radiator (pendingin) mesin kendaraan bermotor, agar suhu tubuh tetap normal dan tidak panas.Â
Jangan sungkan-sungkan minum air putih agar deposit lemak yang mengancam obesitas akan berkurang.Â
Selama menjalankan ibadah puasa, tubuh terasa lemah juga lemas. Akibatnya malas beraktivitas termasuk berolah-raga yang biasanya rutin dilakukan ketika tidak sedang berpuasa.Â
Kegiatan berolah-raga dapat membakar lemak berlebih dalam tubuh kita. Agar tak memicu munculnya rasa haus maka olah-raga bisa dilakukan pada pagi hari ketika matahari belum terbit. Bisa dengan senam pagi atau berlari-lari kecil di sekitar tempat tinggal kita.Â
Pola makan yang sehat dan rutin berolah-raga ini sangat penting untuk menjaga berat badan (ideal) seperti yang.Â
Kita mungkin sudah berupaya keras untuk menerapkan pola hidup sehat terutama saat menunaikan ibadah puasa Ramadan di tengah masih merebaknya pandemi.Â
Tapi bisa saja lupa bahwa bahan-bahan makanan terbaik yang kita pilih tidak akan ada gunanya bila salah mengolahnya. Misalnya jika memasaknya terlalu panas (suhu tinggi) sehingga zat gizinya akan berkurang atau bahkan hilang sama sekali.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H