Bagi sebagian orang terutama yang sudah berkeluarga, rumah atau tempat tinggal merupakan kebutuhan utama dan pertama yang harus didahulukan ketimbang kebutuhan lainnya seperti mobil dan barang-barang mewah lainnya.Â
Ketika impian untuk memiliki rumah sudah terwujud (menjadi kenyataan) orang tidak lantas puas sampai di situ saja. Kemudian dirailah impian berikutnya antara lain bagaimana mewujudkan desain (rancang bangun) rumah sesuai idaman (dambaan).Â
Tentu akan  menjadi kepuasan dan kebanggaan tersendiri apabila bisa mewujudkan desain rumah sesuai impian. Berbicara seputar rumah mengingatkan saya akan lagu "Rumah Kita" yang pernah disenandungkan dan dipopulerkan oleh "Ahmad Godbless Albar" itu.Â
Berikut sebagian nukilan liriknya :Â
Hanya bilik bambu tempat tinggal kita..tanpa hiasan, tanpa lukisan...
Lebih baik di sini, rumah kita sendiri Segala nikmat dan anugerah Yang Kuasa. Semuanya ada di sini Rumah kita...Â
Bagi para penghuninya, sesederhana apapun kondisi (kualitas bangunan) rumah bahkan meski jauh dari kata layak sekalipun yang penting rumah itu milik sendiri.Â
Rumah tadi yang penting bersih, tidak bocor jika terkena guyuran air hujan, tidak lembab, ada sarana mandi, cuci dan kakus (MCK), ada air bersih apakah itu sumber air dari instalasi PDAM atau sumur bor atau sumur gali, sirkulasi udara bagus, bebas banjir serta ada pencahayaan (cahaya pagi bisa masuk).Â
Rumah yang sederhana itu tadi bisa untuk bernaung, beristirahat dan beraktivitas positif lainnya. Hati terasa tentram dan tidurpun bisa nyenyak.Â
"Rumahku Istanaku" sebuah ungkapan yang menggambarkan betapa rumah bagaimanapun kondisinya bak istana bagi para penghuni (pemilik) nya.Â
Penghuni rumah memosisikan dirinya secara psikis seolah-olah bertempat tinggal di dalam istana yang nota bene penuh dengan kenyamanan dan hal yang indah-indah. Meski pada kenyataannya rumah tempat tinggal dan bernaung tadi hanyalah rumah biasa.Â
Pemilik rumah seolah menjadi raja di istana. Berkuasa dan berhak penuh mengatur segalanya termasuk menentukan seperti apa rancang bangun rumah yang ditinggali dan bagaimana pula cara merawatnya.Â
Bagi orang-orang tertentu rumah atau tempat tinggal yang dibangun tidak sekedar aman dan nyaman untuk beristirahat (tidur) melainkan harus memiliki nilai lebih. Misalnya selain memenuhi syarat kesehatan rumah tadi harus indah dan sedap dipandang mata. Dengan lain perkataan, rumah hendaknya memenuhi aspek eksotika dan estetika.Â
Tak bisa dipungkiri bila rumah merupakan refleksi dari tingkat ekonomi seseorang. Sebagian orang kadang memiliki selera unik. Mereka membangun rumah bukan dari batu bata merah, batu putih (kapur / karst) atau heibel (bata ringan) yang kini lagi booming melainkan dari bilah-bilah papan kayu jati berkualitas, kayu jenis apa saja atau bahkan dari bambu.Â
Bagian-bagian tertentu dari rumah kayu tadi dibuat semenarik mungkin (berukir) dengan harga yang cukup fantastis. Kadang orang lupa dan hanya menganggap bahwa "rumah impian" hanyalah sebatas rumah yang  telah memenuhi syarat kesehatan, estetika (aspek seni dan keindahan) dan eksotika (aspek daya tarik khas karena belum banyak dikenal umum). Anggapan itu identik dengan hal-hal yang berbau bangunan fisik rumah semata.Â
Baiti jannati (Rumahku Surgaku)Â
Tapi sebagian orang lainnya memiliki pandangan yang berbeda tentang rumah impian (idaman). Mereka tidak mengesampingkan aspek manusia (keluarga) yang tinggal dalam rumah itu.Â
Ibarat muka (wajah) seseorang maka bukan hanya cantik luar (wajah) nya saja melainkan juga harus cantik hati (amaliah perbuatan) nya (inner beauty).Â
Kebahagiaan dan ketentraman keluarga lebih diutamakan. Konsep ini nampaknya selaras dengan ajaran Islam, "baiti jannati" (rumahku surgaku).Â
Ada tiga akhlak utama yang harus diperhatikan untuk membangun "Baiti Jannati, Rumahku Surgaku."Â
Pertama, komunikatif. Artinya, aktiflah berkomunikasi dengan Allah, orang tua, mertua, pasangan, dan putra-putri Anda.Â
Ketika bangun tidur, sebelum menyapa siapa pun, sapalah Allah dengan berdoa, "Wahai Allah, terima kasih, Engkau masih berkenan memberi saya tambahan hidup, setelah tidur semalam. Saya akan berhati-hati dalam hidup, sebab saya pasti suatu saat kembali kepada-Mu."
Kedua, apresiatif. Artinya memperbanyak syukur kepada Allah dan terima kasih kepada pasangan. Hindari kebiasaan mengeluh, sebab itu tanda keimanan yang keropos dan mental yang sakit.Â
Hargailah setiap jasa sekecil apa pun pasangan Anda. Ketika menikmati hidangan yang disiapkan istri, misalnya, katakan, "Wahai Allah, gantilah makanan dan minuman surga untuk istriku tercantik, yang menyiapkan hidangan ini. Berikan ia kebahagiaan, sebab ia telah membahagiakan saya dengan penataan rumah, pakaian dan hidangan yang luar biasa ini."
Sebagai istri, Anda juga harus memberi apresiasi yang sama. Misalnya, "Wahai Allah, gantilah keringat suamiku yang tampan dan pekerja keras ini dengan mutiara-mutiara terindah di surga."Â
Allah sudah memberi jaminan keberkahan dan kebahagiaan, jika Anda apresiatif. "Jika kamu apresiatif kepada Allah dan semua orang, Kami akan menambah kualitas hidupmu." (QS. Ibrahim [14]: 7).Â
Ketiga, selektif. Artinya, pilihlah kata terindah untuk pasangan Anda. Jangan asbun (asal bunyi), tanpa berfikir akibat negatif dari kata yang diucapkan.Â
Orang bijak berkata, "Think today and speak tomorrow / berpikirlah sekarang dan katakan besok." Ali bin Abi Thalib r.a berkata, "Lidah orang cerdas di belakang hatinya dan lidah orang bodoh di depan hatinya." Artinya : hanya orang bodoh yang tidak selektif terhadap kata yang akan diucapkan.Â
Jangan pula aslan (asal telan) semua informasi. Anda harus selektif terhadap informasi negatif tentang pasangan Anda. Lakukan tabayun atau klarifikasi, apalagi pada era banjir informasi seperti sekarang ini.
Keterangan selengkapnya bisa dibaca di siniÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H