Segala bentuk kolonialisme (penjajahan) di muka bumi termasuk yang ada di Indonesia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Selama kurang lebih tiga ratus lima puluh tahun atau tiga setengah abad Belanda menjajah Indonesia.Â
Tidak bisa dibayangkan betapa sengsaranya rakyat kala itu. Hak-hak rakyat untuk berdaulat dan menentukan nasib sendiri (merdeka) telah diperkosa, entah sudah berapa banyak jumlah kekayaan alam Indonesia yang telah dieksploitasi akibat penjajahan itu. Â
Meski demikian, para penjajah khususnya Belanda bukan hanya menggoreskan luka yang amat dalam bagi hati sanubari rakyat Indonesia melainkan juga meninggalkan "warisan" yang entah sedikit atau banyak hingga kini masih bisa kita saksikan keberadaannya. Â
Selain ilmu pengetahuan dan teknologi, peninggalan (warisan) Belanda di Indonesia berupa bangunan kuno berarsitektur menawan. Beberapa di antaranya ialah
Balai Kota Jakarta
Gedung Balai Kota Jakarta merupakan tempat di mana Gubernur Anies Baswedan berkantor. Gedung ini terletak di Jalan Medan Merdeka Selatan. Â
Jauh-jauh hari sebelum pusat pemerintahan Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) Jakarta berada di jalan yang sekarang ini, di masa kolonialisme Belanda, Kota Jakarta yang kala itu masih bernama Batavia pernah memiliki gedung kantor pemerintah kota yang kini beralih fungsi menjadi Museum Sejarah Jakarta.Â
Sekadar untuk diketahui, sebelum kantor Balai Kota Batavia (Belanda = Stadhuis van Batavia) oleh pemerintah Belanda dibangun di kawasan yang sekarang bernama Taman Fatahillah itu, ternyata kantor Balai Kota Batavia pertama dibangun di sebelah timur kawasan Kali Besar Jakarta pada tahun 1620.Â
Sayangnya bangunan ini hanya bertahan selama enam (6) tahun. Kemudian pada tahun 1626 dibongkar dengan alasan untuk menghadapi serangan Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Â
Pada tahun 1627, atas perintah Gubernur Jenderal J.P Coen (Jan Pieterszoon Coen) dibangunlah kembali kantor balai kota tapi lokasinya berada di kawasan jalan yang sekarang dijadikan tempat Museum Sejarah Jakarta itu (Taman Fatahillah). Â