Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Lifelong learner, Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan.

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Foodie Artikel Utama

Bubur Campur yang Menerbitkan Selera

11 Maret 2021   20:58 Diperbarui: 4 April 2021   05:20 1046
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Telaten melayani pembeli (Dokumentasi Mawan Sidarta)

Apa daya "nasi sudah menjadi bubur"sebuah ungkapan yang bermakna suatu pekerjaan (aktivitas) yang sudah telanjur dilakukan, dalam Bahasa Jawa dikatakan "wis kadung".

Dalam kesempatan yang sangat berbahagia ini, mengingat masih dalam suasana peringatan Isra Mi'raj (1442 H atau 11 Maret 2021) saya tidak hendak membuat catatan seputar ungkapan di atas, melainkan ulasan sederhana tentang kata "bubur" dalam arti yang sebenarnya.  

Bubur merupakan jenis kuliner atau makanan yang dibuat dari beras atau bahan lain seperti ketan, ketan hitam, sagu, kacang hijau, jagung atau gandum dengan kandungan air berlebih sehingga saat matang terlihat sangat lunak dan becek (berair).  

Bubur merupakan khasanah kuliner Indonesia meski di negara asing juga banyak kita temukan bubur. Malahan bahan yang digunakan bukan dari beras seperti kebanyakan bubur di Indonesia tetapi berasal dari gandum atau jagung.  

Melayani pembeli (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Melayani pembeli (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Di hampir tiap daerah di Indonesia memiliki kuliner bubur dengan ciri khas daerahnya masing-masing. Seperti kita ketahui bersama, bubur akan lebih maknyus bila disajikan dalam keadaan hangat (agak panas). 

Salah satu jenis bubur yang sangat populer dan familiar di tengah masyarakat kita adalah bubur ayam. Ada beberapa macam bubur ayam sesuai daerahnya. Bubur Ayam Betawi, Bubur Ayam Sukabumi, Bubur Ayam Tegal dan masih banyak lagi nama bubur ayam hasil daya kreasi daerah-daerah lainnya.  

Ciri khas Bubur Ayam Sukabumi biasanya dibuat dengan menambahkan telur ayam kampung mentah yang ditimbun dalam bubur panas hingga termasak setengah matang. 

Bubur campur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bubur campur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Demikian pula dengan Bubur Ayam Tegal yang disajikan dengan menambahkan kuah bumbu kuning yang khas layaknya masakan daerah Tegal. Sate usus, hati dan empela ayam biasanya menjadi lauk pelengkap bubur ayam.  

Lain pula dengan Bubur Ayam Betawi yang banyak kita temukan di Jakarta. Bubur Ayam Betawi atau Bubur Ayam Jakarta biasanya disajikan dengan sayatan daging ayam dengan beberapa bahan tambahan  seperti kecap asin, kecap manis, merica, garam dan kadang-kadang diguyuri kaldu ayam. 

Dalam penyajiannya Bubur Ayam Betawi dilengkapi dengan taburan daun bawang cincang, bawang goreng, seledri, tongcai (sayur asin), kedelai goreng, cakwe, dan kerupuk.  

Bubur campur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bubur campur (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Daerah di luar Jawa, seperti Manado di Sulawesi Utara juga memiliki kuliner bubur. Salah satunya dinamakan Bubur Manado. Bubur ini disebut juga tinutuan. 

Bubur Manado dibuat dari campuran berbagai jenis sayuran (labu kuning, beras, singkong, bayam, kangkung, jagung dan kemangi) tidak mengandung daging. 

Makanan ini menjadi makanan pergaulan antar kelompok masyarakat di Manado. Tinutuan biasanya disajikan untuk sarapan pagi, tapi tak jarang juga ditemukan di warung-warung (restoran) khusus Bubur Manado.  

Melayani pembeli (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Melayani pembeli (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Di Jakarta, Sukabumi (Jabar), Tegal (Jateng) dan Manado (Sulawesi Utara) sudah kita temukan kuliner bubur, bagaimana dengan daerah di Jatim, apa juga ada buburnya?  

Surabaya dan beberapa daerah lain di sekitarnya juga memiliki kuliner bubur ini, termasuk Madura. Entah bagaimana ceritanya, Bubur Madura ternyata nggak berbeda jauh dengan jenis bubur di Surabaya dan beberapa daerah sekitarnya termasuk Gresik, Sidoarjo dan Mojokerto.  

Sebelum bermukim di Gresik sampai sekarang ini, kalau pas ada kesempatan menemani almarhum ortu berbelanja ke Pasar Blauran atau Kapasan Surabaya tak lupa kami luangkan waktu untuk berburu Bubur Madura.

Bubur campur yang menerbitkan selera (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bubur campur yang menerbitkan selera (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Bagi kami, Bubur Madura bukan hanya nikmat tapi rasanya itu lho bikin ngangenin. Di tempat tinggal kami yang sekarang ini jarang sekali saya temukan penjual Bubur Madura. Pernah sih suatu ketika saat saya berobat di Puskesmas dekat rumah. Saya temukan ada penjual bubur keliling mangkal di halaman Puskesmas. 

Memang bukan Bubur Madura seperti yang biasa kami beli dan nikmati tapi ketika saya amati kok isinya tak berbeda jauh dengan Bubur Madura yang biasa kami beli di Surabaya. Malahan isi (macam) nya lebih lengkap dan dibanderol dengan harga amat terjangkau.  

Sang penjual (panggil saja Pak Tono, bukan nama sebenarnya) menyebut dagangannya dengan nama "bubur campur". Tak kalah dengan Bubur Madura, bubur campur ini terdiri dari enam atau tujuh macam bubur yang ditempatkan dalam mangkuk atau dibungkus gelas plastik (cup).  

Laris manis (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Laris manis (Dokumentasi Mawan Sidarta)
Untuk satu mangkuk atau satu gelas plastik dibanderol dengan harga sangat terjangkau yakni Rp 4000,-. Adapun macamnya meliputi : bubur sumsum, bubur ketan hitam, bubur sagu, bubur mutiara, bubur kacang hijau (ijo), bubur biji salak, santan dan larutan gula (merah).  

Sebelum merebak pandemi, Pak Tono biasa memarkir lapak buburnya di halaman Puskesmas. Sebagian pasien sebelum masuk ruang periksa atau setelah keluar dari Puskesmas tak jarang andok (mengudap) dulu di lapak bubur Pak Tono. Selain mangkal di halaman Puskesmas, Pak Tono dengan telaten mendatangi para pelanggannya di desa-desa sekitarnya.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun