Bulan Maret ini adalah bulan yang amat penting bagi perjalanan (sejarah) Bangsa Indonesia, pasalnya di bulan ini banyak media memberitakan munculnya virus Covid-19 mutasi baru B117 yang kabarnya nih daya sebarnya lebih cepat ketimbang virus corona biasa. Â
Bukan hanya pandemi yang belum kunjung reda, di bulan ini pula sebagian masyarakat Indonesia yang melek politik dikejutkan dengan hangatnya kasus konflik internal di tubuh Partai Demokrat. Dan mungkin masih banyak lagi peristiwa penting lainnya di Bulan Maret ini yang tidak diketahui oleh masyarakat awam tak terkecuali saya. Â
Tanggal Sebelas (11) Maret besok mengingatkan saya dan mungkin juga sebagian masyarakat Indonesia akan peristiwa penting yang terjadi pada tahun 1966, 55 tahun silam. Yap, 11 Maret 1966 merupakan momen dikeluarkannya Surat Perintah Sebelas Maret (SP 11 Maret) atau disingkat Supersemar. Â
Kala itu, Presiden Soekarno mengeluarkan surat perintah (SP) kepada Letnan Jenderal (Letjen) Soeharto selaku menteri/panglima Angkatan Darat untuk dan atas nama presiden/pangti ABRI/Pemimpin Besar Revolusi dalam mengambil segala tindakan yang dianggap perlu guna terjaminnya keamanan, ketenangan dan kestabilan pemerintahan
Pemberian SP tersebut merupakan pemberian kepercayaan dan sekaligus kewenangan kepada Letjen Soeharto untuk mengatasi keadaan yang waktu itu serba tidak menentu. Keluarnya SP itu disambut dengan semangat yang menggelora oleh rakyat dan karena ampuhnya SP tersebut maka masyarakat menamakannya dengan singkatan Supersemar atau Surat Perintah 11 Maret. Â
Berlandaskan Supersemar itu Letjen Soeharto telah mengambil langkah-langkah yang penting dan memberi arah baru bagi perjalanan hidup bangsa dan negara. Â
Beberapa peristiwa mengiringi keluarnya Supersemar
Ada beberapa peristiwa penting yang mengiringi keluarnya Supersemar (berdasarkan buku 30 Tahun Indonesia Merdeka 1965-1973) sebagai berikut: Â
Pada tanggal 11 Maret 1966 berlangsung sidang Kabinet Dwikora di Istana Negara Jakarta yang dipimpin oleh Presiden Soekarno.Â
Di tengah persidangan, Presiden Soekarno menerima laporan dari ajudan beliau (Brigadir Jenderal M. Sabur) kalau di luar istana terdapat pasukan-pasukan yang tidak dikenal. Â
Setelah menerima laporan, Presiden Soekarno menyerahkan pimpinan sidang ke Dr. J. Leimena (Waperdam II). Sementara Presiden Soekarno dengan ditemani Dr. Soebandrio (Waperdam I) dan Dr. Chairul Saleh (Waperdam III) menuju ke Istana Bogor dengan helikopter. Â