Manusia kekinian seolah tak bisa dipisahkan dari teknologi (internet) khususnya berjejaring di media sosial. Segala tingkah polanya selalu ingin diketahui orang lain. Â
Sebelum makan di restoran, kafe atau bahkan di warung kaki lima sekalipun, masih sempat-sempatnya berfotoria dulu baru posting di IG (Instagram), Facebook, Twitter atau bahkan diabadikan dengan video untuk kemudian diupload di YouTube. Â
Dapat pacar baru, putus cinta, bentrok dengan suami dan segudang cerita lainnya, aneh kok curhatnya di Facebook atau media sosial lainnya.
Media sosial seolah sudah menjadi kebutuhan utama manusia kekinian tak ubahnya makan dan minum saja. Harus diakui dengan bermedia sosial maka memungkinkan manusia satu terhubung dengan manusia lainnya dari berbagai penjuru dunia.Â
Dengan bermedia sosial memudahkan seseorang berkomunikasi satu sama lain dan mendapatkan informasi dalam waktu yang cepat (real time).Â
Bagi mereka yang doyan berbisnis maka bermedia sosial bisa menjadi ajang promosi brand produk tertentu. Sebagian orang menganggap bermedia sosial itu salah satu bentuk hiburan yang menarik.
Namun sayangnya bermedia sosial tak pelak menyebabkan tak sedikit penggunanya menjadi pemalas (malas gerak). Orang yang getol bermain media sosial kadang suka kurang tidur. Media sosial oleh sebagian orang yang tak bertanggung jawab kerap disalahgunakan untuk melakukan perundungan (cyber bullying).Â
Mereka yang kebablasan bertualang (berjejaring) di dunia maya kadang bersikap acuh dengan lingkungan sekitarnya (anti sosial).
Dengan memperhatikan manfaat dan pengaruh buruk bermedia sosial akan menjadikan kita semakin bijak bermedia sosial terutama di bulan suci Ramadan seperti sekarang ini.
Karena sejatinya menjalankan ibadah puasa di bulan suci Ramadan tidak sekedar menahan diri dari makan dan minum saja. Lebih dari itu, berpuasa hakekatnya ialah upaya mengendalikan diri dari apa saja yang membatalkan atau merusak pahala puasa itu sendiri.Â
Sehingga tak berlebihan bila ada yang mengatakan, Puasa Ramadan merupakan kawah candradimuka bagi kaum muslimin dan muslimat yang menjalankannya yang nantinya diharapkan akan menjadi insan paripurna.
Apa yang terlontar di media sosial sebenarnya merupakan refleksi dari ucapan dan hati (pikiran) orang-orang yang berinteraksi di dalamnya. Berjejaring di media sosial sebenarnya merupakan bentuk bermasyarakat di dunia maya.Â
Seperti halnya bermasyarakat di dunia nyata yang terikat oleh norma (moral, agama dan kesusilaan) dan hukum atau aturan perundang-undangan yang berlaku maka berinteraksi di dunia mayapun juga tak bebas semaunya melainkan juga diikat oleh aturan tertentu.Â
Kalau di negara kita maka yang mengatur adalah Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Atau payung hukum yang berupa Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Bulan Ramadan adalah bulan suci penuh berkah dan maghfirah. Ini momen yang tepat untuk membiasakan diri menata hati baik dalam kehidupan nyata sehari-hari maupun berinteraksi di media sosial. Â
Berpuasa bukan berarti tidak berinteraksi sama sekali dengan saudara, sahabat atau rekan kerja melalui saluran media sosial yang ada. Namun alangkah baiknya lebih berhati-hati menjaga hati dan tutur kata dalam bermedia sosial di bulan suci ini dan untuk ke depannya.
Bijak bermedia sosial antara lain dilakukan dengan tidak menyebarkan berita bohong (hoax) yakni berita yang belum tentu kebenarannya. Tidak menyebarkan ujaran kebencian dengan mencemarkan nama baik seseorang atau pihak tertentu. Tidak menyebarkan rasa permusuhan atau sentimen SARA (suku, agama, ras antar golongan masyarakat).
Berpuasa di bulan suci Ramadan pun masih diperkenankan berbagi (sharing) hal-hal yang sifatnya menambah keimanan kita kepada Allah. Berpuasa hakekatnya berjuang meraih surganya Allah maka tak ada salahnya saat berinteraksi di media sosial isinya sesuatu yang sifatnya memupuk daya juang kaum muslimin dan muslimat yang sedang berinteraksi di dalamnya.
Sebelum meneruskan (forward) atau menyebarkan (share) sebuah informasi (berita) atau foto maka mereka yang berinteraksi harus memperhatikan siapa si pembuat berita (nara sumber). Â
Selektif atau berpikir kritis sebelum menshare atau select or think before share memang menjadi anjuran dalam bermedia sosial. Menggunakan bahasa yang santun dan meneduhkan mengingat Ramadan identik dengan keteduhan dan kelembutan hati.
Hal-hal yang bersifat pribadi sepertinya kurang pantas untuk dibagi secara terbuka. Belum tentu mendapatkan solusi terhadap masalah yang diutarakan, namun aib telanjur menyebar kemana-mana secara luas (viral).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H