Sayangnya budaya ngutang disik (hutang dulu, red) untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari yang menggejala di antara para KPM itu tak bisa dihindarkan. Kalau datang ke warung atau toko kelontong sebagian peserta KPM itu berkata "ngutang disik yo, suk nek gajian wulan ngarep tak bayar (hutang dulu ya, nanti kalau gajian / terima bansos bulan depan saya bayar, red).
Kebiasaan hutang dulu bayar kemudian sudah menjadi budaya (tradisi) sebagian masyarakat kita, baik yang masuk kelompok miskin (pra sejahtera) maupun yang sudah sejahtera. Masih mending bagi mereka yang memiliki penghasilan tetap dan memadai (sejahtera) meski terbiasa hutang dulu bayar kemudian setidaknya sisa uang yang ada bisa ditabung (saving) untuk pemenuhan kebutuhan berikutnya.Â
Namun bagi peserta KPM yang nota bene masuk kategori keluarga miskin (pra sejahtera) atau yang berpenghasilan minim (pas-pasan) maka tradisi hutang dulu bayar kemudian justru akan merugikan mereka sendiri. Kucuran dana bansos yang masuk setiap bulannya ibarat air mengalir yang lewat doang. Nggak ada kesempatan mengendap sedikitpun untuk dikelola menjadi sumber dana yang lebih bermanfaat daripada sekedar untuk menutup hutang kebutuhan hidup sehari-hari. Â
Di sini sangat diperlukan kehadiran petugas pendamping bagi para KPM agar tercapai PKH seperti yang dicanangkan pemerintah. Petugas pendamping dengan berbagai latar belakang pendidikan yang dimilikinya sengaja direkrut agar bisa mendampingi dan membina para KPM untuk bisa keluar dari posisi pra sejahtera menjadi keluarga yang lebih mandiri dan sejahtera.
Petugas pendamping akan membantu para KPM bagaimana mengelola dana bansos dengan cara memilah-milah kebutuhan sehari-hari berdasarkan prioritasnya. Kebutuhan pokok (primer) harus lebih diutamakan ketimbang kebutuhan sampingan yang bisa ditangguhkan.Â
Para petugas pendamping diharapkan akan mampu mengubah budaya (mentalitas) para KPM yang doyan ngutang itu. Antara lain dengan mengajari membuat pembukuan sederhana. Membuat daftar berapa besarnya income (pemasukan) selain dana bansos yang diterima secara rutin, selain itu juga berapa besarnya biaya yang dikeluarkan untuk barang-barang kebutuhan sehari-hari yang dibeli.Â
Jangan sampai ibarat pepatah "besar pasak daripada tiang" yang artinya lebih besar pengeluaran ketimbang penghasilan (pemasukan). Â Â
Tak hanya mendampingi para KPM dalam mengelola keuangan keluarga, petugas pendamping juga wajib memantau dan memastikan kalau dana bansos tadi benar-benar diterima oleh KPM yang memang berhak menerimanya. Singkat kata, dengan peran pedamping maka dana yang digelontorkan harus tepat sasaran.
Peran petugas pendamping lainnya ialah melakukan pelatihan kewirausahaan kepada para KPM. Dengan memiliki bekal keterampilan berwirausaha diharapkan para KPM tadi mampu selfhelp (menolong dirinya sendiri) untuk bisa bangkit dari keterpurukan ekonomi yang selama ini menghimpit kehidupannya.Â
Pelatihan kewirausahaan yang bisa diterapkan antara lain keterampilan membuat kerajinan dari limbah plastik, membuat kerajinan dari eceng gondok yang sudah dikeringkan dan keterampilan lainnya yang menggunakan prinsip ekonomi. Dengan modal terbatas tapi menghasilkan keuntungan yang cukup besar.Â
Mengingat kontribusi petugas pendamping sangat diperlukan untuk melakukan pembinaan kepada para KPM menuju PKH sesuai target, maka tak tanggung-tanggung jumlah pendamping yang telah direkrut pemerintah jumlahnya hampir 40 ribu (39.700) orang yang tersebar di 34 provinsi di Indonesia.