Seperti dikutip dari laman kemsos.go.id bahwa mereka yang menjadi sasaran PKH adalah keluarga miskin dan rentan, yang terdaftar dalam Data Terpadu Program Penanganan Fakir Miskin yang memiliki komponen kesehatan dengan kriteria ibu hamil/menyusui, anak berusia nol sampai dengan enam tahun.Â
Komponen pendidikan dengan kriteria anak SD/MI atau sederajat, anak SMP/MTs atau sederjat, anak SMA /MA atau sederajat, dan anak usia enam sampai 21 tahun yang belum menyelesaikan wajib belajar 12 tahun. Sejak tahun 2016 terdapat penambahan komponen kesejahteraan sosial dengan kriteria lanjut usia diutamakan mulai dari 60 (enam puluh) tahun, dan penyandang disabilitas diutamakan penyandang disabilitas berat.
Kalau pada tahun sebelumnya bantuan disalurkan setiap tiga bulan (triwulan / kuartal) sekali. Jadi dalam setahun terbagi menjadi empat tahap. Maka pada tahun 2019 ini bantuan disalurkan setiap bulan (5).
Tahun 2018 bansos hanya sebesar 1,89 juta rupiah per KPM per tahun maka pada tahun 2019 bantuan akan dinaikkan menjadi 2 juta rupiah per KPM per tahun. Bahkan kenaikan bisa maksimal sampai dengan 3,5 juta rupiah per KPM per tahun (6).
Pada tahun 2014 jumlah KPM ada 3,5 juta. Sementara pada tahun 2018 jumlahnya meningkat menjadi 10 juta KPM. Bila program bansos berjalan lancar sesuai rencana maka pada tahun 2020 jumlah KPM akan ditingkatkan menjadi 15,6 juta keluarga.
Jumlah anggaran yang disalurkan pada tahun 2019 mencapai 34 triliun rupiah, mengalami peningkatan dari tahun 2018 yang besarnya 19 triliun rupiah (7).
Cermat menggunakan dana bansos dan peran petugas pendampingÂ
Harus diakui kalau sebagian masyarakat Indonesia termasuk keluarga miskin yang dikatakan sebagai KPM memiliki mentalitas (budaya) yang dalam istilah Jawa dinamakan njagakno (melulu mengharapkan, red) datangnya bansos setiap bulannya.
"Halah..bulan depan nanti kan terima uang (bansos, red) lagi" begitu kira-kira yang terlontar dari sebagian KPM. Mentalitas njagakno bukan tidak mungkin akan memperlambat jalannya program pengentasan kemiskinan yang digulirkan pemerintah.
Para KPM yang mungkin bermental njagakno cenderung lebih suka berpangku tangan (pasif) dengan suntikan dana yang ada. Setiap bulan para KPM akan menerima guyuran bansos pastinya sedikit banyak akan mengurangi himpitan-himpitan hidup mereka. Hatinya menjadi ayem (tentram, red) karena dengan kucuran dana bansos tadi menjadikan daya beli mereka meningkat. Berbagai barang kebutuhan yang tadinya tidak terbeli maka dengan adanya kucuran dana bansos akhirnya terbeli juga.