Mohon tunggu...
Mawan Sidarta S.P.
Mawan Sidarta S.P. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penyuka traveling, Pemerhati sejarah (purbakala) - lingkungan - masalah sosial - kebudayaan, Kreator sampah plastik

Lulusan S1 Agronomi Fakultas Pertanian Universitas Jember. Pernah bekerja di perusahaan eksploitasi kayu hutan (logging operation) di Sampit (Kalimantan Tengah) dan Jakarta, Projek Asian Development Bank (ADB) pendampingan petani karet di Kuala Kurun (Kalimantan Tengah), PT. Satelit Palapa Indonesia (Satelindo) Surabaya. Sekarang berwirausaha kecil-kecilan di rumah. E-mail : mawansidarta@yahoo.co.id atau mawansidarta01@gmail.com https://www.youtube.com/channel/UCW6t_nUm2OIfGuP8dfGDIAg https://www.instagram.com/mawansidarta https://www.facebook.com/mawan.sidarta https://twitter.com/MawanSidarta1

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

[Imlek Komed] Yang Tak Terpisahkan dari Tahun Baru Imlek

5 Februari 2019   22:04 Diperbarui: 13 Februari 2019   15:32 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penampakan Wayang Potehi di Museum Surabaya (dok.pri)

Setiap bangsa atau umat beragama di dunia ini memiliki nama tahun baru yang berbeda-beda. Cara untuk merayakannyapun juga tidak sama antara bangsa (umat beragama) satu dengan lainnya.

Beragam nama tahun baru umat di dunia 

Dikutip dari laman gaulislam.com, untuk Bangsa (umat) Yahudi menyebut tahun barunya dengan nama Rosh Hashanah yang berarti kepala tahun. Umat Yahudi merayakan tahun baru mereka tidak pada hari pertama (ke-1) bulan pertama (ke-1) Kalender Ibrani (Bulan Nisan), tetapi pada hari ke-1 bulan ke-7 Kalender Ibrani (Bulan Tishrei).

Orang Persia menamakan perayaan tahun baru mereka dengan sebutan Norouz, yang merupakan  perayaan (hari pertama) musim semi dan awal Kalender Persia. Orang Bangsa Persia punya kalender yang didasarkan pada musim dan pergerakan matahari. Kata "norouz" berasal dari Bahasa Avesta yang berarti "hari baru". Oleh Bangsa Persia, hari ini dirayakan pada tanggal 21 Maret jika memakai Kalender Gregorian.

Pada tahun 1582 Masehi, Paus Gregorius XIII mengubah perayaan tahun baru umat Kristiani dari tanggal 25 Maret menjadi 1 Januari. Sampai sekarang umat Kristen di seluruh dunia termasuk di Indonesia merayakan tahun baru mereka pada tanggal 1 Januari.

Umat Islam memiliki tahun baru sendiri yang mereka sebut Tahun Baru Hijriyah dan diperingati setiap tanggal 1 Bulan Muharam. 

Bangsa Cina (Tiongkok) juga memiliki tahun baru yang mereka sebut Imlek. Tahun baru Imlek 2570 jatuh pada hari ini (5 Februari 2019). 

Gemerlap Tahun Baru Imlek 

Kelompok musik yang mengiringi Barongsai (dok.pri)
Kelompok musik yang mengiringi Barongsai (dok.pri)
Hari ini, masyarakat Tionghoa di dunia tak terkecuali warga keturunan Tionghoa yang menetap di Indonesia atau bahkan mungkin segenap warga asli Indonesia yang beragama Konghucu sedang asyik-asyiknya merayakan tahun baru yang mereka sebut Tahun Baru Imlek bersio Babi Tanah itu. 

Sesama pemeluk Konghucu atau di antara mereka yang sedang merayakan Imlek itu saling mendoakan dan berpengharapan dengan mengucapkan Gong Xi Fat Chai yang artinya selamat dan semoga banyak rezeki (kaya).

Perayaan Tahun Baru Imlek sering dikaitkan dengan keberadaan tempat beribadah umat Konghucu yang berupa klenteng. Nah di hampir setiap klenteng-klenteng yang tersebar di berbagai penjuru tanah air itu pada hari-hari menjelang Imlek biasanya oleh pengelolanya dilakukan pemeliharaan kembali seperti dengan mengecat kembali bangunan klenteng dengan warna khasnya, merah menyala. 

Mengganti lampion-lampion yang usang dengan lampion baru serta memasangnya di berbagai sudut klenteng. Membersihkan (memandikan) patung para dewa-dewi yang mereka sembah. Menyiapkan lilin dengan berbagai ukuran, mulai dari yang berukuran kecil hingga sebesar tubuh manusia dewasa seperti yang pernah saya saksikan dalam Klenteng Hong Tiek Hian Surabaya dan Kwan Sing Bio Tuban, Jawa Timur.

Imlek memang identik dengan jamuan makan dan bersenang-senang. Meski demikian umat yang merayakannya juga tetap menunjukkan kepeduliannya kepada sesama dalam hal ini sanak saudara, tetangga dan kerabat lainnya antara lain dengan membagi-bagikan makanan, kado dan juga angpao. 

Masih dalam suasana Imlek, tepatnya lima belas (15) hari setelah Imlek yang oleh umat Konghucu dinamakan peringatan Cap Go Meh, para umat melakukan ritual tolak bala (buang sial) dengan membakar kertas ciswak. 

Para umat Konghucu berdoa dan berharap dengan ritual itu agar mereka terbebas dari segala naas dan kesialan serta mengisi hari-hari di tahun baru ini dengan berbagai kegiatan bermanfaat yang mendatangkan banyak rezeki. 

Barongsai, Dragon dan Buah Naga 

Buah naga banyak diburu orang saat Imlek (dok.pri)
Buah naga banyak diburu orang saat Imlek (dok.pri)
Kemeriahan Tahun Baru Imlek tak lepas dari pergelaran kesenian tari Barongsai dan Naga (dragon dance). 

Kedua tarian yang sangat atraktif itu seolah sudah menjadi bagian dari kebudayaan Indonesia. Bahkan tak sedikit dari para pemain kedua tarian tadi merupakan warga asli Indonesia jadi bukan hanya menjadi dominasi anak-anak muda keturunan Tionghoa saja.

Baik kesenian tari barongsai maupun naga dimainkan oleh lebih dari satu orang. Tarian barongsaiakan semakin menarik untuk disaksikan karena dimainkan oleh para pemain yang sudah terlatih dengan stamina yang prima pula. Variasi atraksinya akan semakin mengundang decak kagum para penontonnya manakala  para pemainnya tampil gemilang dan memang benar-benar sudah terlatih.

Tarian naga (liang liong atau dragon dance) juga demikian. Tarian ini menuntut kekompakan tim yang melibatkan banyak pemain. Pemain dragon dance sedikitnya 8-10 orang bahkan bisa lebih dari itu. Variasi atraksinya turut menentukan apakah sajian tarian naga tadi memukau para penontonnya atau hanya biasa-biasa saja.

Baik Barongsai maupun tarian naga biasanya bisa kita saksikan di mal atau tempat-tempat wisata sebagai daya tarik tambahan dengan memanfaatkan momen tahun baru Imlek.

Pergelaran kesenian tari barongsai dan naga tak lepas dari kelompok musik pengiringnya yang dengan piawai memainkan alat musik pukul berupa genderang semacam bedug (tambur) yang menghasilkan suara bukan hanya keras namun juga mengundang perhatian orang-orang di sekitarnya. 

Tak hanya pukulan tambur, kelompok musik pengiring tarian barongsai dan naga juga menggunakan alat musik berupa dua (2) bilah piringan logam (zimba) yang saling dibenturkan hingga menghasilkan kombinasi suara yang bukan saja memekakkan telinga para penonton yang ada di dekatnya namun juga menambah meriahnya suasana tempat pergelaran kesenian asli Tiongkok itu.  

Bukan namanya Imlek tanpa acara makan-makan meski sesederhana apapun itu. Kue Keranjang dan jeruk serta beragam jenis makanan lainnya menjadi santapan yang wajib ada saat perayaan Imlek.

Belakangan ini buah naga (dragon fruit) juga dilirik sebagian orang sebagai pelengkap sajian di tahun baru Imlek. Kita ketahui bersama bahwa jeruk (Mandarin) dan buah naga merupakan jenis buah yang bisa saja dinikmati setiap saat. Namun belakangan ini (menjelang perayaan Imlek) hasil panen buah naga sangat berlimpah. Di pusat-pusat perbelanjaan (mal) dan pasar tradisional belakangan ini banyak kita temukan buah naga dan harganyapun murah. 

Wayang potehi menjadi hiburan  menarik saat Imlek 

Penampakan Wayang Potehi di Museum Surabaya (dok.pri)
Penampakan Wayang Potehi di Museum Surabaya (dok.pri)
Wayang (kulit, kelir, orang, golek dan beber) merupakan seni budaya asli Indonesia. Lain halnya dengan Wayang Potehi yang asalnya dari Cina (Tiongkok). Wayang Potehi juga menjadi pertunjukan yang sangat menarik pada momen perayaan tahun baru Imlek selain Barongsai dan tarian naga.

Kini pergelaran Wayang Potehi tidak hanya digelar di klenteng-klenteng atau wihara sebagai tempat peribadatan umat Konghucu yang sedang merayakan Imlek. Isi cerita seputar kisah kepahlawanan tokoh-tokoh masyarakat Tiongkok terutama yang berkaitan dengan Agama Konghucu dan tahun baru Imlek.

Pertunjukan Wayang Potehi juga menjadi hiburan meriah masyarakat luas selain umat Konghucu karena di gelar di mal atau pusat keramaian lainnya.

Dikutip dari laman indonesiakaya.com bahwa Wayang Potehi merupakan seni pertunjukan boneka tradisional asal Cina Selatan. "potehi" berasal dari akar kata "pou" (kain), "te" (kantong), dan "hi" (wayang). Secara harfiah, bermakna wayang yang berbentuk kantong dari kain. 

Wayang ini dimainkan menggunakan kelima jari. Tiga jari tengah mengendalikan kepala, sementara ibu jari dan kelingking mengendalikan tangan sang wayang.

Logo Komed screenshoot (dok.Komed)
Logo Komed screenshoot (dok.Komed)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun